9. Rumor

823 14 0
                                    


( Yang di atas ini anggap saja gambarnya kakak Fathul ya, yang kemaren itu Gusnya😊)

_

   Senja di pesantren Nurul Huda terlihat ramai oleh para santri, ada yang masih antri mandi, ada yang sedang mengkaji kitab kuning, ada pula beberapa yang sedang tadarus Al-Qur'an sembari menunggu waktu maghrib.

   Di kantor pengurus tidak jauh berbeda.

   Farhan beserta para Ustadz saling bercengkrama, entah itu membahas mengenai mengaji para santri hingga gosip yang sedang hangat-hangatnya. Semua mereka bahas sambil sesekali bercanda. Kalian jangan salah, bukan hanya perempuan saja yang suka bergosip. Kadang-kadang kaum Adam juga bisa bergosip selayaknya kaum Hawa. Hanya tidak sesering wanita.

   "Gus, kira-kira kapan ini Ning Nayla nikahnya ?" Celetuk salah seorang Ustadz.

   "Masih dirahasiakan, tapi tidak akan lama. Kalian tunggu saja undangannya. Palingan nanti kalian yang bertugas membagikan undangannya." Jawab Gus Farhan.

   "Yaaah, banyak para jomblo pada patah hati dong ya. Haha." Sahut ustadz Yusuf. Gus Farhan langsung terkekeh mendengar nya.

   "Salah satunya sampean kan kang ?" Balas santri tadi yang mengundang tawa dari orang-orang.

   "Ah, bisa saja sampean ini kang. Tentu saja tidak, malah saya ikut bahagia melihat salah satu teman kita mendapatkan pendamping hidupnya." Ustadz Yusuf tak mau kalah. Yang di angguki oleh yang lain. Terkecuali Huda, mungkin di ruangan itu hanya ia yang tahu perihal hati sahabatnya itu.

   "Ngomong-ngomong, dimana ini orangnya yang beruntung itu ?" Sela yang lain.

   "Baru pulang tadi siang sehabis mengajar, besok kan kang Umam libur ngajar." Huda akhirnya berbicara.

   "Kang Huda, kang Umam itu pernah pacaran tidak to ?" Tiba-tiba ustadz Ali bertanya.

   "Setahu saya sih tidak kang."

   "Hebat bener ya kang Umam, tidak pernah pacaran sekali dapat langsung nikah. Keren." Ustadz Yusuf mengacungkan kedua jempol tangannya.

   "Terus kalau ngobrol sama sampean, itu ngobrolin apa kang ? Saya lihat, sampean sering bareng kang Umam bicara berdua."

   "Kalau itu privasinya kang Umam, saya ndak bisa bilang." Huda tersenyum canggung, pasalnya di situ ada Gus Farhan. Ia takut keceplosan. Tapi tiba-tiba malah Gus Farhan sendiri yang bertanya.

   "Kalau sama mbaknya Alfa ? Itu siapanya ?"

   Hening tiba-tiba, tidak ada komentar keluar. Bahkan Huda sendiri bingung harus ia jawab apa pertanyaan tersebut. Tapi karena diam, Gus Farhan malah jadi curiga. "Kenapa tidak dijawab ?"

   Ustadz Yusuf yang biasa ceplas-ceplos akhirnya angkat bicara. "Setahu saya, mbaknya Alfa itu satu-satunya teman wanita kang Umam Gus."

   Karena ada yang berani memulai, yang lainnya juga ikut menyambung. "Benar itu Gus, saya sering lihat kang Umam teleponan sama mbaknya Alfa kalau pas liburan."

   Gus Farhan mengernyitkan dahi. Hatinya merasa tak enak, tapi ia meyakinkan diri bahwa mungkin karena Umam akan menjadi iparnya, maka dari itu ia merasa tidak adil bagi kakaknya jika memang benar mereka ada hubungan. "Mereka punya hubungan ?"

   "Tidak Gus, mereka hanya teman. Kalaupun ada mungkin itu hanya kakak adik saja." Huda menyela cepat, takut Gusnya itu salah paham.

   "Beneran ?"

   "Iya Gus, benar." Huda menjawab dengan yakin kali ini.

   Gus Farhan mendesah lega mendengar hal itu. Merekapun kembali membahas topik yang lain.

_

  

   Di pesantren Darul Qur'an terlihat banyak sekali santriwati yang sedang murojaah ataupun saling menyimak untuk memperlancar hafalannya.

   Humaira' baru saja selesai simak'an dengan partnernya mbak Aini.

   "Mbak Rara, sampean kenapa to ? Kok kelihatannya tidak fokus hafalannya sampai salah-salah terus. Apa lagi ada masalah ? Cerita gih." Kata Aini membuyarkan lamunan Humaira'.

   "Ia mbak, lagi kepikiran sesuatu. Tapi bukan masalah besar kok."

   "Kalau butuh teman curhat, aku bisa dengerin kok mbak. Jangan terlalu di tahan. Nanti lama-lama tumbuh jerawat loh, sayang kan wajah mulusnya nanti. Cerita saja mbak, aman kok sama aku. Hehe."

   Humaira' terlihat berpikir sejenak lalu mulai bercerita kegundahan di hatinya.

   "Aku punya satu teman laki-laki mbak Aini. Kami sudah kenal lama sekali. Sudah saling mengenal satu sama lain juga. Bahkan dia sudah kenal dekat dengan keluargaku dan ibuku juga sudah menganggapnya seperti anaknya sendiri. Jujur saja dalam hatiku, aku mengharapkan ia yang kelak akan menjadi imamku. Tapi baru-baru ini aku mendengar banyak rumor mengatakan bahwa dirinya akan dijodohkan dengan orang lain. Aku hanya tidak tahu apa yang harus aku lakukan untuk saat ini."

   "Hanya rumor kali mbak, jangan terlalu dipikirkan."

   "Aku juga tadinya berpikir itu hanya rumor mbak, tapi kalau banyak yang membicarakan apa itu masih hanya sekedar rumor ?"

   "Memangnya dia sendiri sudah bicara perihal tentang perjodohan itu ?"

   "Dia belum mbak."

   "Saran aku si mbak, jangan terlalu dipikirkan masalah ini. Iya kalau dia memang jodohmu, kalau tidak nanti kamu sendiri yang akan sakit hati mbak. Jika kamu masih saja gundah, ingatlah firman Allah : “Diantara tanda-tanda kekuasaan Allah dia telah menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kalian cenderung dan merasa tentram kepadanya. Allah menjadikan diantara kalian rasa kasih sayang. Sungguh dalam hal ini, terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi kaum yang mau berfikir” [Q.S Ar Rum. Ayat 21]."

   "Mbak hanya harus memasrahkan segala sesuatunya pada sang pencipta, mintalah segala yang terbaik. toh kalau jodoh tidak akan kemana. Iya kan ?"

   "Makasih ya mbak, sekarang aku jadi lebih tenang."

   "Ya sudah, wudhu lagi saja gih. Biar adem itu pikiran." Saran Aini sambil tersenyum.

   Humaira' mengangguk lalu beranjak untuk kembali mengambil wudhu. Dalam hati dia berdoa, 'ya Allah, jodoh, rizki, mati, itu adalah kehendak Mu. Aku memasrahkan hatiku pada Mu, ya Allah. Hanya engkau yang tahu segalanya yang terbaik bagi hamba. Jika engkau memang memberiku rasa sakit, engkau pasti juga akan memberikan kepadaku obatnya. Ikhlaskan hatiku ya Allah. Aamiin.'
  

  

  

Humaira'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang