4. Kabar Burung

441 22 2
                                    

   Dalam sekejap sudah satu tahun lagi berlalu. Banyak sekali hal yang sudah terlewati.

   Pagi hari di pesantren Darul Qur'an tempat Humaira' belajar terlihat ramai. Maklum saja karena saat ini hari Jumat dan hari libur para santri.

   Kring kring

   Telepon pesantren berdering menandakan ada telepon yang masuk. Biasanya kalau sudah mendengar nada dering telepon pondok, mbak-mbak santriwati langsung antusias. Barangkali saja itu telepon dari keluarga salah satu dari mereka.

   "Halo assalamualaikum." Mbak Nana pengurus yang bertugas yang mengangkatnya.

   "Waalaikumsalaam mbak, ngapunten, saya ibunya Humaira' mbak. Bisa minta tolong di panggilkan ?"

   "Iya buk, bisa. Mohon tolong teleponnya di matikan dulu. Nanti biar dari sini yang telepon."

   "Iya mbak terimakasih. Assalamualaikum."

   "Waalaikumsalaam Bu." Teleponpun di matikan.

   Tak lama kemudian Humaira' sudah memanggil kembali sang ibu.

   "Assalamualaikum bu ?"

   "Waalaikumsalaam nduk, kamu bagaimana kabarnya ? Sehat terus tho ?"

   "Nggeh bu, Alhamdulillah aku disini sehat. Ibu dan keluarga sehat juga kan Bu ?" Balas Humaira'.

   "Iya nduk, Alhamdulillah semua sehat."

   "Ada apa ya bu, kok tumben sekali ibu telepon Rara duluan. Biasanya kan Rara yang nelpon rumah dulu."

   "Iya nduk, ini ibu mau ngabarin kalau uang bulanan kamu sudah ibu transfer ke nomor rekening pondok. Maaf ya, hanya sedikit, soalnya di bagi sama adek kamu juga."

   "Alhamdulillah, makasih ya Bu. Ndak apa-apa kok Bu, Rara ngerti. Jadi Rara nggak jadi di sambangi ( kunjungi ) ya Bu ?"

   "Iya, la wong bapakmu itu sibuk terus nduk. Lagi tandur ( nanam padi ) soalnya."

   "Oh iya Bu. Ndak apa-apa, kan masih sibuk. Biasanya kan juga pasti datang kalau lagi ndak sibuk. Kasihan juga nanti kalau bapak sampai kecapean perjalanan jauh."

   Humaira' menghela nafas. Sejujur dia sudah rindu sekali dengan keluarganya. Ingin di sambang tapi sekarang tidak jadi. Sebenarnya dia sedikit kecewa, tapi ya mau bagaimana lagi.

   "Oh iya nduk, ibu dengar-dengar kakak mau menikah ya nduk ?" Sepertinya jiwa ibu-ibu rumpi ibunya sudah mulai kambuh lagi. Mungkin karena terlalu sering kumpul-kumpul dengan para ibu-ibu tetangga yang biasa beli di warung.

   "Ya mana aku tahu Bu, kan aku ada di pondok. Ndak bawa hp. Memangnya ibu dengar dari siapa ?" Sebenarnya dia agak kaget dan penasaran dengan berita dari ibunya ini.

   "Dari Bu Tirah. Itu lo, tetangga kampung sebelah yang anaknya mondok di sana juga."

   Entah kenapa hatinya terasa sesak mendengar berita ini. Waktu lebaran kemarin Fathul memang sempat menyinggung soal di jodohkan oleh Abah Yai nya. Tapi pembicaraan itu dengan cepat teralihkan dan belum jelas juga kebenarannya. Menghela nafas dia lalu menjawab sang ibu dengan ragu-ragu. "Yaa,, mungkin saja itu benar Bu, aku tidak terlalu faham juga soalnya."

   "Yaah, sayang sekali kalau begitu. Padahal ibu sudah berharap kalau kakak itu yang jadi calon suamimu nduk." Sang ibu menjawab dengan suara sedih yang membuat Humaira' terdiam tak bisa berkata-kata.

   "Ya sudah ya nduk, ibu cuma mau bilang itu. Kamu sehat terus di sana, belajar yang benar, yang semangat."

   "Iya Bu, doakan Rara selalu ya Bu."

   "Itu pasti nduk, ya sudah ya assalamualaikum ?

   "Waalaikumsalaam."

   Humaira' menghela nafas lagi. Sekarang fikirannya berkecamuk. Hatinya kacau dan tidak bisa tenang. Dia hanya berfikir 'Apa yang akan terjadi kepada hatiku jika kabar ini memang benar adanya ya Allah?'

___

   Malam yang sunyi dan dingin. Humaira' gelisah dalam tidurnya. Hatinya terasa tidak nyaman. Dia terus menerus kepikiran pembicaraannya dengan sang ibu. Akhirnya dia memutuskan untuk bangkit dan bermunajat kepada-Nya.

   Seusai menunaikan shalat sunnah, dia mulai berdzikir dan berdoa. Humaira' ingat firman Allah.

   "Ingatlah, dengan mengingat Allah maka hati akan menjadi tenang." (QS. Ar-Ra'd: 28)

   Humaira' mulai berdoa, menumpahkan segala kegundahan di hatinya.

   "Ya Allah, engkau yang maha tahu segala sesuatu yang ada di dunia ini. Engkau yang maha kuasa membolak-balikan hati. Hanya kepada engkau hambamu ini memohon ya Allah. Hamba bukanlah orang yang baik, hamba penuh dosa. Ampunilah dosaku ya Allah, dosa karena telah menduakan cinta-Mu. Dosa karena mengharapkan sesuatu yang bukan halalku. Dosa memikirkan seseorang yang bukan mahramku. Mungkin ini adalah teguran dari-Mu ya Allah. Hamba memohon ya Allah, lindungilah hati hamba. Kuatkan hati hamba jika dia memang bukan jodoh hamba ya Allah. Jangan biarkan hati hamba mencintai seseorang, sebelum seseorang itu menjadi imam yang sah untuk hamba. Ya Allah, hamba memasrahkan hati hamba kepada engkau ya Allah. Semoga engkau senantiasa memberikan yang terbaik bagi hamba. Aamiiin."

   Dalam sepersekian detik hatinya yang resah perlahan tenang. Memang benar bahwasanya hanya kepada Allah SWT kita bisa mencurahkan segala keluh kesah di hati kita. Dia dengan sepenuh hati berdoa. Dengan sepenuh keyakinan bahwa hanya Allah yang mahakuasa mengabulkan segala doanya.

   Rasulullah bersabda: 'Yaitu engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak mampu melihat-Nya, maka ketahuilah bahwa Dia selalu melihatmu'.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."

  

   

Humaira'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang