Twins Heart : Pergi

412 27 24
                                    

Yukk, geser ke pojok kiri dan tekan bintangnya ya 🤩💓 tinggalkan perasaan kalian di sini, jangan di hatinya doi yang nggak pasti buat siapa :v

Komen untuk next chapter 🥰

****

Refleks pupil mata Echa melebar saat membalas tatapan tajam tapi penuh arti dari Roland terhadapnya, irama jantungnya berdetak tak karuan ditambah rasa aneh yang berdesir dalam dirinya.

Telapak tangan milik Roland memberikan rasa hangat di pipi tirusnya. Membuat energi yang telah lenyap kembali terisi otomatis. Tapi apa alasan Roland berkata seperti itu?

Roland kemudian menggeser sedikit telapak tangannya ke atas menuju dahi Echa. Sedangkan Echa menggigit bibir dalamnya sekuat tenaga, berusaha menahan suaranya yang ingin berteriak lantang!

"Demam," ucap lelaki itu pelan seraya beralih memegang telapak tangan Echa.

Deg ....

Echa tertegun sejenak. Apakah ini nyata?! Jika tidak, Echa takkan pernah bangun dari mimpi ini!

Roland lantas berjalan keluar kelas dengan tangannya yang masih menggandeng Echa. Lelaki itu menggenggam erat tangan Echa, seolah akan ada yang mengambil gadis itu darinya.

Saat berada di ambang pintu, Gisel tiba-tiba berlari dan menghalangi jalan mereka berdua. Ia menatap manik mata milik Roland, "gue__"

"Minggir!" potong Roland dingin, membuat siapapun ngeri jika melihatnya, wajahnya tak setenang biasanya. Mata elangnya menyorot tajam Gisel yang tak kunjung beralih dari hadapannya.

Gisel yang mendapat tatapan tak mengenakkan seperti itu, seketika nyalinya menciut. Ia lalu sedikit menggeser tubuhnya ke kiri membiarkan mereka melewati pintu.

Hening ...

Selama perjalanan tak ada sepatah katapun yang terlontar dari mulut masing-masing, termasuk Echa yang biasanya cerewet mendadak bungkam tak bersua, menikmati setiap jengkal langkahnya bersama Roland. Lelaki itu tak lagi meninggalkan Echa berjalan sendiri di belakangnya, tetapi melangkah beriringan bersama.

Sudut bibir Echa perlahan terangkat menatap tangannya yang terus digenggam oleh pria dingin itu. Senyumnya tak pernah luntur sampai pada akhirnya mereka berada di ruang UKS.

Echa menghela nafas berat. Mengapa jarak UKSnya dekat sekali. Apakah tak bisa diubah seperti jarak antara kutub Utara dan Selatan? Biar bisa lama gandengannya.

Roland membantu Echa untuk berbaring di atas bed pasien, lalu memakaikan selimut bermotif garis hitam dan putih ditubuh Echa.

Setelahnya laki-laki itu pergi keluar ruangan tanpa bersua sedikitpun, membuat gadis itu memunculkan tanda tanya besar dibenaknya. Are you kidding me?

Echa melihat punggung Roland yang perlahan menghilang dari pandangannya, lelaki itu meninggalkan Echa sendirian di tempat ini. Perpaduan antara cengo dan bengong adalah kata yang pas untuk menggambarkan ekspresinya sekarang.

"Gitu doang?" cicit Echa kesal seraya membenarkan posisi berbaringnya yang kurang pas. Padahal ia sudah membayangkan banyak adegan romantis setelah ini, tapi nyatanya hidup tak se-indah drama Korea.

Pandangannya mengarah pada langit-langit ruangan yang berwarna biru langit itu. Otaknya terus memutar kalimat yang Roland kumandangkan beberapa menit yang lalu, "manis juga," batinnya kemudian.

Dengan bantuan angin AC yang menyentuh kulitnya, sinar matahari yang tak terlalu menyengat masuk melalui jendela menyinari tubuhnya. Echa perlahan dilanda rasa kantuk yang luar biasa, "hua ..." Ia bolak-balik menguap, matanya terasa sangat berat sekarang, ditambah pegal-pegal disekujur tubuhnya yang kian menyerang.

TWINS HEARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang