18

309 66 3
                                    

Jay melangkahkan kakinya menaiki sebuah menara pemantau. Senyum miring terukir di wajah dingin pria itu. Dengan wajah yang menghadap langit serta sepasang mata yang terpejam, ia menarik nafas panjang dan merentangkan kedua tangannya. Menikmati bau darah yang menyeruap masuk menyapa indera penciuman pria itu.

"Tidakkah ini begitu indah Juno? Aroma ini, pemandangan ini, rintihan rasa sakit yang terdengar begitu pilu ini. Semuanya begitu membuatku bersemangat."

"Apa rencana anda selanjutnya?"

"Rencana? Apa kau pikir aku sedang memulai rencanaku?"

Jay berbalik dan menatap wajah tangan kanannya itu dengan senyum yang kian mengembang.

"Tidak. Aku bahkan belum memulai."

Ucapnya sembari menepuk ringan kedua bahu lebar Juno dan kembali berbalik. Berjalan menuju pembatas dan mengedarkan pandangannya pada daratan yang tampak begitu kacau. Kebakaran dimana-dimana serta jasad-jasad yang tergeletak tak berdaya.

"Desa darah telah kita lumpuhkan. Aionios telah kehilangan separuh pilarnya."

"Lalu apa yang selanjutnya akan kita lakukan?"

"Membiarkan Ares tau apa yang telah kita lakukan."

"Bukankah itu akan merugikan kita?"

"Cepat atau lambat ia pasti akan mengetahuinya karena kekacauan ini. Dan akan lebih baik jika ia segera mengetahuinya."

Jay kembali berbalik dan menatap lekat pria dihadapannya sebelum tertunduk menatap jemarinya. Sedikit memainkan cincin naga yang mengalung di jari telunjuknya.

"Tak ada lagi peri yang tersisa. Dan sebentar lagi batas pelindung Aionios akan segera lenyap."

"Dan hutan ini akan kehilangan keseimbangannya?"

"Dengan begitu ini akan memudahkanku dalam menghadapi Leia."

"Bagaimana dengan dewa Andrew?"

"Pria tua itu sudah kehilangan separuh kekuatannya karena menyempurnakan jiwa yang hilang. Ia tak ada apa-apanya sekarang."

Sahutnya tersenyum puas kini.

-

Leia menatap teduh hamparan rerumputan dihadapannya. Langit malam yang begitu tenang dihiasi beberapa bintang yang menyapanya dengan begitu cantik. Sesekali wanita itu memejamkan mata, menikmati hembusan angin yang membelai lembut wajah seputih susu miliknya.

Saat ia tengah menikmati malamnya yang begitu tenang, sosok di belakangnya membuat Leia merasa terusik. Ia menghela nafas kasar sebelum kembali bersuara.

"Sedang apa kau disini?"

"Seharusnya aku yang menanyakan ini padamu nona. Kau sudah berada di luar wilayahmu. Apa yang kau lakukan di depan kastilku?"

"Pergilah. Aku tak ingin kau ganggu."

Bukannya menurut, Ares justru terduduk di samping Leia. Mengikuti arah pandangan wanita itu.

"Hei."

"Apa?"

"Apa benar jika aku kesepian?"

"Pertanyaan konyol apa lagi ini.."

Desis wanita itu dan kembali menghela nafas panjang.

"Kau mengatakannya padaku. Jika aku kesepian. Sejak saat itu aku selalu menanyakan pada diriku sendiri. Apakah benar aku kesepian?"

"Lalu?"

"Benar. Ternyata aku memang kesepian."

Sahut pria itu terdengar lirih. Sementara Leia mengalihkan pandangannya menatap pria di sampingnya itu yang kini tersenyum tipis menatapnya.

"Kau membuatku merasa kesepian."

"A..ku?"

"Leia Joyniel.."

"Hm?"

"Bisakah kau benar-benar kembali padaku?"

Tanya Ares sembari menatap Leia penuh arti. Tanpa ia sadari jika yang baru saja ia dengar dari bibir pria itu membuat debaran jantungnya berdetak tak karuan.

Ares perlahan mendekat, mempersempit jarak diantara keduanya hingga Leia dapat merasakan tarikan dan hembusan nafas milik pria itu. Sementara Ares begitu menikmati menyusuri tiap lekuk wajah Leia yang begitu manis.

Ia meraih tengkuk Leia dan menempelkan bibirnya di bibir ceri wanita itu kemudian melumatnya dengan begitu lembut sementara tak ada penolakan dari Leia.

Perlahan, kedua lengan wanita itu mengalung di leher Ares dan mulai membalas lumatan bibirnya. Memejamkan mata dan begitu menikmati tautan bibir diantara keduanya. Melupakan sejenak hubungan mereka di masa lalu dan melepaskan hasrat yang selama ini begitu menggebu-gebu.

~~~

The Eternity [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang