Azka menatap jalanan di samping kanannya, jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Ia sedang berada di jalan tol untuk pulang setelah melakukan perjalanan bisnis beberapa hari di Bali. Ia memijat pelipisnya ringan berharap bisa mengurangi sedikit rasa lelahnya.
Setelah sampai di rumah ia berjalan ke arah kulkas, mengambil air mineral dan menegaknya dengan rakus. Ia bersandar di kulkas, rumahnya yang cukup luas terasa dingin, hampa dan kosong. Bagaimana tidak, ia jarang sekali pulang ke rumah. Di rumahnya hanya ada Bi Ira dan suaminya yang menjaga dan merawat rumahnya. Ia sendiri lebih sering menghabiskan waktu di kantor, berkutat dengan pekerjaanya. Menjadi pemilik hotel ternama sekaligus menjabat Direktur Utamanya tidaklah mudah. Seringkali ia kehabisan waktu untuk menikmati dirinya sendiri. Itulah yang menyebabkan ia masih melajang di usianya yang akan menginjak 30 tahun.
Sejujurnya ia tidak terlalu memikirkan hal itu, tapi desakan mamanya dan para tantenya yang kadang membuat Azka risih. Ia seringkali melewatkan acara keluarga, tentu saja karena menghindari pertanyaan "Kapan nikah?". Memangnya salah jika sudah memasuki kepala tiga belum menikah, lagi pula ia pria, wajar jika fokus memikirkan pekerjaan dan tidak mementingkan jodoh dan semacamnya.
Tapi kadang di saat-saat seperti ini ia berpikir mulai membutuhkan pendamping hidup. Dimana ia pulang kerja ada yang menyambutnya, menanyakan bagaimana harinya, menyiapkan makan untuknya, bahkan bisa memijatnya jika tubuhnya benar-benar lelah seperti sekarang. Bayangan seperti itu membuatnya seringkali tergiur untuk segera menikah. Tapi tentu saja ia tidak akan mau dengan sembarangan perempuan, yang akan menjadi ibu dari anak-anaknya kelak haruslah perempuan yang baik sesuai dengan kriterianya.
"Aden mau makan?" Lamunan Azka terhenti karena Bi Ira tiba-tiba datang.
"Enggak bi cuma mau minum aja," jawab Azka sopan.
"Kirain aden mau makan. Kalau iya bibi siapin."
"Engga kok bi, saya mau istirahat aja. Udah bibi kembali istirahat saja, selamat malam bi." Azka berlalu meninggalkan Bi Ira memasuki kamarnya.
♡♡♡
Kiara berjalan memasuki mall, rencananya ia akan mampir ke Gramedia untuk membeli novel karena stock bacaannya di rumah sudah habis. Ia memang hobi membaca novel, maka dari itu dalam sebulan ia biasa membeli dua hingga tiga novel untuk ia baca.
Saat akan mengambil novel yang akan ia beli, tangannya tidak sengaja menyenggol novel lain sehingga membuat beberapa terjatuh. Untung saja saat itu tidak ada pegawainya, bisa malu ia kalau sampai ketahuan. Saat sedang memungut novel, tiba-tiba seseorang ikut berjongkok dihadapannya dan membantunya mengembalikan novel tersebut.
"Terimakasih," ujar Kiara sopan kepada pria dihadapannya.
"Sama-sama," sejenak Kiara mengamati pria ini. Cukup tampan, mungkin usianya sekitar tiga puluhan.
"Azka," tiba-tiba pria itu menyodorkan tangan kearahnya, membuat Kiara yang sedang memperhatikannya tersadar.
"Kiara," ia buru-buru menjabat tangan lelaki itu dan memperkenalkan diri.
"Suka novel?" tanya Azka tiba-tiba.
"Hanya untuk mengisi waktu luang," jawab Kiara kikuk.
"Romance semua?" Azka melihat beberapa novel yang di pegang Kiara dan cukup bisa menebak hanya dengan melihat judulnya saja.
"Kebanyakan yang disukai wanita memang ini bukan?" Kiara balas bertanya sambil berjalan, Azka mengikuti di sampingnya.
"Ya begitulah," balas Azka.
Kiara segera berjalan ke arah kasir untuk membayar novelnya, sedang Azka juga berada di belakangnya dengan beberapa buku. Setelah selesai Kiara buru-buru keluar, karena jujur ia merasa tidak nyaman dengan kehadiran Azka.
"Mall ini sudah banyak berubah ya."
"Astaga, kaget." Kiara menghentikan langkahnya dan refleks memegang dadanya karena sebuah suara yang tiba-tiba berada dekat dengannya.
Azka tak kuasa menahan tawanya, karena melihat ekspresi kaget gadis di depannya ini.
"Maaf, aku tidak bermaksud," ucapnya setelah tawanya berakhir.
Kiara yang masih kesal, lanjut berjalan tanpa menunggu Azka lagi.
"Hei, kamu marah?" Azka mengejar Kiara dan menyamai langkahnya lagi.
"Enggak."
"Kamu marah." Azka tersenyum mengejek.
"Enggak." Kiara kembali bersuara dengan menekankan kembali tiap katanya.
"Baiklah baik, kalau nggak marah mau temani aku minum kopi?"
"Kenapa harus aku?"
"Cuma kamu yang aku kenal sekarang."
Setelah berpikir sejenak akhirnya Kiara mengiyakan ajakan Azka.
♡♡♡
Kiara sedang duduk di bangku coffee shop, ia menunggu Azka membelikannya minuman. Tidak lama kemudian Azka datang dengan dua minuman, dan beberapa cake di tangannya. Azka menaruh ice green tea latte dan vanilla keju cake di depan Kiara.
"Makasih," ucap Kiara tulus.
"It's okay," jawab Azka singkat.
"Apa maksudmu tadi kalau mall ini sudah banyak berubah?" tanya Kiara penasaran.
"Oh itu, aku sudah cukup lama tidak main ke mall ini. Saat sekarang kesini lagi, benar-benar sudah banyak yang berubah." Kiara mengernyit bingung, memangnya dia tinggal di planet mana sampai-sampai tidak pernah main ke mall yang cukup terkenal ini.
"Aku tahu kamu pasti sedang menghujatku sekarang," ujar Azka yang bisa melihat dari wajah Kiara.
"No! Aku hanya belum mengerti."
"Aku terlalu sibuk bekerja, sebenarnya masih ada waktu untuk main. Tapi terlalu malas saja, jadi tidak terlalu mengikuti dengan perubahan sekarang."
"Ehm gitu." Gumam Kiara sambil menikmati cakenya.
Mereka mengobrol cukup lama dengan membahas hal yang ringan-ringan saja. Meskipun awalnya Kiara cukup canggung karena baru pertama kali bertemu dan kenal dengan Azka, tapi Azka cukup pandai merubah suasana canggung itu.
Setelah selesai, Azka dan Kiara memutuskan untuk pulang, mereka berjalan bersama menuju parkiran.
Kiara menghentikan langkahnya lalu berbalik menghadap Azka. "Terimakasih untuk minuman dan cakenya."
"Terimakasih juga, sudah menjadi teman ngobrol yang menyenangkan." Balas Azka, membuat Kiara tertawa ringan.
Setelah mengucapkan basa-basi dan hati-hati di jalan, Kiara berjalan terlebih dahulu menuju mobilnya.
Azka memperhatikan langkah gadis itu, Kiara cukup menarik. Sebenarnya Azka sudah lama memperhatikan gadis itu, sejak berada di dalam Gramedia hingga melihat gadis itu tidak sengaja menjatuhkan buku. Saat melihat itu, Azka buru-buru menghampiri untuk menolongnya. Menurutnya, Kiara gadis yang cukup asik, tidak ada salahnya bukan jika Azka berniat mendekatinya.
Hingga tiba-tiba Azka sadar jika ia tidak mempunyai nomor ponsel gadis itu.
Bodoh! Batinnya dalam hati.
Tapi bukankah aneh jika ia tiba-tiba langsung meminta nomor ponselnya pada pertemuan pertama. Sudahlah, mungkin ini hanya suatu kebetulan, jika memang ditakdirkan mereka juga akan bertemu lagi.
♡♡♡
TBC...
Gimana part satunyaa? Semoga kalian suka ya dan tertarik untuk mengenal Azka dan Kiara lebih jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny
ChickLit"Dia..." "Dia suamiku." Setelah mengucapkan itu Kiara segera tertunduk. "Apa?!" "Kita pulang sekarang." Tanpa kelembutan sama sekali, Azka menarik Kiara menuju mobilnya terparkir. "Ternyata seperti ini kelakuan kamu kalau di belakang suami!" uca...