06. Pemuda Jangkung

52 36 16
                                    

~Kita ini bagaikan mentari dan rembulan, sama-sama bersinar, tetapi tak bisa berdampingan~

JAM dinding telah menunjukkan pukul lima sore, tetapi Nella belum juga pulang ke indekos membuat Netta khawatir telah terjadi suatu hal buruk pada gadis naif itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

JAM dinding telah menunjukkan pukul lima sore, tetapi Nella belum juga pulang ke indekos membuat Netta khawatir telah terjadi suatu hal buruk pada gadis naif itu.

Mondar-mandir di ruang tamu, tubuh mungil gadis yang masih duduk di kelas sembilan itu tersentak ketika pintu indekosnya diketuk beberapa kali. Netta menelan salivanya gugup. Tentu saja orang itu bukan Nella karena ketika gadis gila itu pulang, maka ia akan menggedor pintu indekos sekuat tenaga. Bahkan, Netta mulai khawatir jika suatu saat pintu indekos akan jebol dibuatnya.

Dengan langkah waspada, Netta menghampiri pintu dan memutar kenop. Ia tak serta-merta membelalakkan pintu, ia hanya membuka sedikit sambil menyembulkan kepala dari balik pintu.

Postur tinggi seorang pria berwajah tegaslah yang menyapa indra penglihatannya. Kembali Netta menelan salivanya gugup. Bukankah orang ini sekilas mirip dengan seorang rentenir? Belum lagi setelan jas rapi yang dipakainya menambah kesan arogan tiada tara.

“Ini rumahnya Nella Himela, bukan?”

“Y-ya, saya adiknya. Ada perlu apa, Om?”

“Hah?”

“Eh?”

“Tadi kamu panggil saya apa? Om?”

Netta mengangguk polos. Memangnya apa yang salah dengan panggilannya barusan? Menurut penglihatannya, pria jangkung di hadapannya sudah pasti telah memasuki usia tiga puluh tahunan.

“Ya ampun, Dek. Saya masih usia dua puluh tahun kamu panggil om?”

“Eeeh?!”

Pria, tidak, pemuda itu tersenyum hangat. “Kakak kamu ada? Ada beberapa hal yang ingin saya bicarakan dengannya.”

Netta melirik ke segala arah, berusaha mencari alasan tepat untuk mengusir pemuda mencurigakan itu. Lagi pula, Nella belum pulang, bagaimana cara ia menangani pemuda jangkung ini seorang diri? Bukankah mengusirnya adalah cara paling tepat?

“Siapa nama kamu?”

“Netta. Netta Himeta.”

Alis pemuda itu terangkat. Bukankah nama itu mirip sekali dengan nama Nella Himela? Mengulurkan tangan kanannya, pemuda itu memperkenalkan diri dengan baik,

“Nama saya Arsyal Nugraha. Kamu bisa panggil saya Arsa. Saya adalah orang yang akan menjadi tuna—”

“LO?”

Teriakan seseorang memutus perkenalan Arsyal. Bibirnya membentuk bulan sabit ketika melihat gadis yang dicarinya tengah berdiri beberapa meter di depannya dengan tangan yang menunjuk tepat ke arah wajahnya.

DEOLLA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang