~Aku akan selalu di sini, di hatimu~
***
SENJA. Dua orang berbeda gender tengah duduk nyaman di kursi taman. Pukul empat sore, mereka memutuskan untuk bertemu dan meluruskan segala permasalahan yang tertunda. Gadis kurus itu pun tampak lebih bugar dari sebelumnya.
“Kamu ingat tempat ini?” Deon tersenyum. Beberapa anak rambutnya yang mulai memanjang bergoyang diterpa angin sore. “Ini tempat di mana aku berjanji akan membantumu mewujudkan impianmu dan ini juga tempat di mana aku kehilanganmu.”
Nella menunduk dalam, tak berani menatap kedua manik kelam yang begitu menyesakkan. Jika saja ia tak egois, tak berprasangka buruk pada Deon, maka benang itu pun takkan sekusut ini dan membuatnya hilang arah.
“Nella, kamu tahu? Saat melihatmu hari ini, aku semakin membenci diriku. Membenci diriku yang nggak bisa membantumu padahal aku sudah berjanji akan mewujudkan impianmu.”
“Deon, nggak ada gu—”
“Ini salahku.”
Nella tersentak ketika melihat Deon menumpahkan likuid beningnya. Ini kedua kalinya ia melihat pemuda tangguh itu menangis. Pasti rasanya begitu menyakitkan, begitu mencekik hingga setetes darah pun tak mampu mengaliri seluruh tubuhnya.
“Hari itu, Bunda ulang tahun dan Velinka mengajakku membeli kado untuk Bunda. Velinka juga mengaku bahwa dia mengirim beberapa berandalan untuk mengerjaimu. Andai aku nggak menerima ajakannya hari itu, mungkin kita nggak akan serenggang ini. Mungkin kejadiannya nggak akan seburuk ini. Maaf, maafkan aku ....”
Hati Nella mencelus. Seharusnya dialah yang merasa malu, dialah yang merasa bersalah karena seenaknya menarik kesimpulan. Deon tak bersalah, tetapi tetap saja, waktu tak dapat diputar balik dan hal ini tetap akan menjadi masa lalu. Ia harus berjalan ke mana masa depan mengarah.
Menarik napas dalam, Nella berusaha menetralkan detak jantungnya yang menggila. Bahkan, kedua tangannya bergetar menahan perasaan getir yang meluap-luap. Perlahan, ia menoleh pada Deon, menatap pilu pada pemuda yang selama ini telah mengisi penuh relung hatinya.
“Papa gue meninggal bukan karena lo, Deon.”
Bibir tipis itu terbuka sedikit. Walaupun bergetar, Nella tetap melontarkan kalimatnya,
“Deon, ayo sudahi ini. Ayo kita putus.”
Pemuda itu terdiam, menatap lekat pada Nella, berusaha mencari kebenaran lewat iris berkabut itu. Walaupun gemetar, Deon tak bisa, ia tetap tak bisa menemukan keraguan sedikit pun di manik obsidian yang beberapa saat telah menjadi candunya. Jika begitu, apakah keputusan Nella telah bulat?
“Kenapa? Apa alasanmu? Bukankah masalahnya sudah diluruskan?”
“Gue punya alasan lain. Tolong mengertilah.”
Ketika Nella berdiri dan hendak meninggalkan Deon, pemuda itu mencekal tangannya, mencegahnya untuk tak pergi ke mana-mana.
“Katakan, apa pun itu. Aku akan memperbaikinya, aku akan melakukan apa pun yang kamu mau. Aku akan berubah dan menjadi orang yang kamu inginkan. Cukup katakan padaku, apa alasanmu, Nella?”
Nella sudah tak sanggup lagi menahan tangisnya. Ia tak ingin melihat Deon menangis atau merengek memohon padanya. Ia tak ingin Deon memperjuangkan orang tak berdaya seperti dirinya sejauh ini. Ia ingin Deon bahagia kendatipun tak bersamanya. Pemuda itu pun telah menerima begitu banyak luka dan beban darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEOLLA ✔
Teen Fiction"ɢɪʟᴀ ᴀᴊᴀ ɢᴜᴇ ᴅɪꜱᴜʀᴜʜ ᴊᴀᴅɪ ᴘᴀᴄᴀʀ ʙᴏʜᴏɴɢᴀɴ ᴅɪᴀ! ʏᴀ ᴍᴀᴜʟᴀʜ ɢᴜᴇ! ᴄᴀɴᴅᴀ ᴍᴀᴜ ᴍᴡᴇʜᴇʜᴇʜᴇ ...." //DEOLLA// Nella Himela adalah seorang pencuri amatiran. Di debut pertamanya sebagai seorang maling, ia tertangkap basah oleh penjag...