GADIS berusia tujuh belas tahun itu menghela napas. Di bawah dirgantara berwarna oranye pekat, tubuhnya terlihat begitu mungil ketika mengenakan kemeja putih kebesaran, sedangkan kaki jenjangnya dibungkus celana kain bahan berwarna hitam. Tak lupa ia mengenakan sepatu kets berwarna putih kesayangannya.
Nella menendang batu kerikil demi mengusir kebosanan. Seperti yang telah dijanjikan tempo lalu, kini ia tengah menanti Deon untuk menjemputnya. Tak tepat bila disebut sebuah janji karena nyatanya pemuda tinggi itulah yang memaksanya untuk ikut sekalipun Nella menolak keras ajakan itu.
Namun, Deon dan segala otak liciknya benar-benar perpaduan yang sempurna. Setelah mendengar Nella ingin menjadi pacar bohongannya, lagi-lagi ia mengancam. Jika gadis berkucir kuda itu menolak ajakannya, maka Deon pun tak ingin membantunya sedikit pun.
Akhirnya Nella menyerah, berpasrah diri jika nantinya orang tua Deon syok dengan penampilan seadanya. Lagi pula, ini hanyalah akting, lakon. Lantas, mengapa Deon harus berjalan sejauh ini? Dasar pemuda absurd, pikirnya.
Kembali Nella menoleh pada kamar indekosnya yang terletak di lantai dua. Perasaan cemas masih melingkupi dirinya. Ia masih khawatir mengenai keadaan Netta, adik tersayangnya. Namun, dengan senyuman cerah seperti hari lalu, Netta mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja dan Nella hanya perlu pergi dan menikmati hidupnya dengan sukacita.
Kembali menghela napas, Nella jadi teringat akan perkataan papanya waktu itu, tentang Netta yang akan tinggal bersama papa dan mama tirinya setelah Nella bertunangan dengan Arsyal, tetapi ia tak ingin. Ia masih ingin berada di sisi Netta hingga gadis mungil kesayangannya itu dapat hidup mandiri dan berdiri dengan kedua kakinya sendiri. Selagi bisa, Nella ingin melindungi, menjaga satu-satunya keluarga yang masih membutuhkan dan menginginkannya di dunia ini.
Nella mendongak ketika telinganya menangkap suara mesin kendaraan yang mendekatinya. Itu Deon, pemuda tinggi yang beberapa waktu lalu telah mengisi penuh relung hatinya. Mengernyit heran ketika Deon tak mengenakan sepeda kesayangannya, Nella memilih untuk tidak bertanya karena Deon tampaknya akan segera menyampaikan alasannya.
"Gimana? Gantengan aku waktu pakai motor atau sepeda?"
Nella memasang pose ingin muntah dan kemudian mendengkus jijik. Deon dan segala tingkah terlalu percaya dirinya benar-benar merusak suasana.
Lamat-lamat Deon meneliti Nella dari kepala hingga ujung kaki dan kembali lagi ke kepala. Mengangguk puas, Deon berujar bangga,
"Bagus. Kamu dinyatakan lulus sebagai kandidat menantu paling diidamkan oleh calon mertua."
Nella memelotot horor dan menoyor keras kepala Deon. "Ada akhlak lo ngomong begitu?"
Deon tertawa pelan dan memberikan sebuah helm berstiker kucing lucu kepada Nella, lalu mempersilakan gadis kurus itu untuk naik ke motor matiknya.
"Karena aku ini calon pembalap, kamu pegangan yang erat, ya."
Setelahnya, pemuda berpakaian kasual itu melajukan motor matiknya dengan kecepatan sedang. Ketika sampai di jalan raya, Deon menambah laju motornya hingga membuat Nella mau tak mau berpegangan pada ujung baju Deon, memegang baju hitam bercorak putih itu selayaknya barang haram yang menjijikkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEOLLA ✔
Roman pour Adolescents"ɢɪʟᴀ ᴀᴊᴀ ɢᴜᴇ ᴅɪꜱᴜʀᴜʜ ᴊᴀᴅɪ ᴘᴀᴄᴀʀ ʙᴏʜᴏɴɢᴀɴ ᴅɪᴀ! ʏᴀ ᴍᴀᴜʟᴀʜ ɢᴜᴇ! ᴄᴀɴᴅᴀ ᴍᴀᴜ ᴍᴡᴇʜᴇʜᴇʜᴇ ...." //DEOLLA// Nella Himela adalah seorang pencuri amatiran. Di debut pertamanya sebagai seorang maling, ia tertangkap basah oleh penjag...