PROLOG

223 62 168
                                    

DEOLLA
||Minimarket in Love||
Teen Fiction - Komedi - Drama
Stief.AN Ran/@BaekStie26

Semoga pembaca sekalian paham bagaimana cara menghargai penulis, ya:)

Semoga pembaca sekalian paham bagaimana cara menghargai penulis, ya:)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“MALING!”

Gadis berkucir kuda itu lari tunggang-langgang menerobos jalanan becek Kota Jambi yang beberapa waktu lalu diguyur hujan lebat. Di tengah malam suntuk nan menggigil ini, ia dikejar-kejar oleh seorang mbak-mbak minimarket dari tempatnya melakukan sebuah aksi pencurian.

Demi Tuhan, ia tak seberdosa itu hingga harus disumpah serapah sepanjang jalan hanya karena mencuri dua bungkus roti seharga dua ribuan. Dalam hati ia merutuk, merasa begitu hina karena harus mencuri barang tak seberapa. Namun, dia dan adiknya harus bertahan hidup. Jika menjadi hina bisa menjaga nyawanya, tak mengapa, asal ia tak tertangkap, hal ini patut dibanggakan.

“Dek, balikin roti murahan itu, woi! Ntar gara-gara kamu malah gajiku yang dipotong!”

Gadis itu, Nella Himela menoleh ke belakang sambil berteriak, “Mbak, jangan kejar saya lagi, dong! Masa Mbak tega bener sama anak miskin kayak saya!”

Mbak-mbak itu berhenti. Bukan, bukan karena ia tersentuh dengan ucapan Nella, tetapi kaki payahnya sudah tak kuat lagi untuk digerakkan. Ia yang saat sekolah hanya pernah berlari sejauh lima meter tak bisa memungkiri jika gadis pencuri itu dapat berlari secepat kilat.

“Di saat seperti inilah aku nyesel jadi kaum rebahan,” gumamnya sambil mengelus dada, nelangsa harus membayar roti murahan yang bahkan, dicicipinya secuil pun tidak.

Sedangkan Nella yang lolos dari kejaran mbak-mbak minimarket itu tak bisa menyembunyikan senyuman penuh kejemawaannya. Ini adalah aksi pertamanya dalam mencuri dan ia telah melakukannya sebaik ini. Bakat terpendamnya benar-benar luar biasa.

Karena tak memperhatikan depan dan sibuk membanggakan bakat terpendamnya, Nella menabrak seorang pesepeda hingga keduanya tersungkur ke aspal, tepat di atas sebuah genangan air berwarna keruh.

Buru-buru Nella mengecek roti curiannya dan bernapas lega karena roti isi cokelat mentega itu tak terkena percikan air kotor sedikit pun.

Ehem.

Nella mendongak, lupa kalau dirinya baru saja menabrak seorang pesepeda. Lamat-lamat ia perhatikan. Laki-laki itu bersurai gondrong dengan tatapan sayu yang entah mengapa membuat Nella bergidik ngeri. Betul-betul tipikal dari seorang preman begal yang hobi mabuk-mabukan, pikirnya.

“Maafin, saya, Mas! Saya nggak lihat tadi!”

“Hah?”

“Eh?”

“Mau bandrek, Neng?”

Keduanya melongo bagaikan orang bodoh. Belum lagi kehadiran mamang bandrek yang tiba-tiba saja mempromosikan dagangannya tanpa tahu situasi dan kondisi.

“Nggak usah, Mang.”

Gue aja maling roti dua ribuan saking nggak ada duitnya, batin Nella nestapa.

“Kalo Mas, mau bandrek lagi nggak?”

Laki-laki itu tersenyum kalem dan menggeleng pelan membuat mamang bandrek itu lekas-lekas kembali ke stan bandreknya.

Seperti tersadar, laki-laki itu berdiri sambil mengulurkan tangannya untuk membantu Nella. “Kamu nggak apa-apa?”

Melihat hal itu, Nella cepat-cepat berdiri, tanpa menerima bantuan laki-laki mencurigakan itu sedikit pun membuat si empunya tangan tersenyum kecut, merasa amat kesal karena niat baiknya dicurigai oleh orang yang bahkan, lebih mencurigakan dari dirinya.

“Sekali lagi saya minta maaf, Mas.”

“Bentar. Kok, kamu manggil aku mas-mas, sih?”

Nella mengernyit bingung. Dalam hati ia mencibir, mengata-ngatai orang aneh yang menganggap dirinya tak pantas dipanggil mas-mas padahal wajahnya sudah terlewat tua untuk dipanggil adik atau sekadar nama.

“Pokoknya saya minta maaf.”

Nella langsung saja berlalu. Dalam hati ia kembali merutuk karena pakaian bersihnya telah berubah kumal akibat terjebur dalam genangan air keruh. Sungguh sial, agaknya ini tak patut lagi dibanggakan. Bisa sampai di rumah dengan selamat tanpa hambatan adalah prioritas utamanya sekarang.

Dari arah belakang, sayup-sayup Nella mendengar suara dentingan, laksana suara benda logam yang beradu dengan besi berulang kali. Penasaran, Nella menoleh dan mendapati laki-laki yang ditabraknya tadi tengah berkendara dengan sepeda minimalis berwarna hitam pekatnya.

Diam-diam Nella terpana, tak menyangka jika laki-laki suram yang entah sejak kapan mengikat rambutnya ke belakang itu begitu memesona ketika bersepeda. Tanpa Nella sadari, laki-laki itu telah melewatinya begitu saja. Karena itu pula, sekarang Nella tahu bunyi apa yang didengarnya beberapa waktu lalu, yaitu bunyi rantai gembok yang beradu dengan batang sepeda milik laki-laki yang baru saja melewatinya.

Ketika tersadar, Nella memelotot kaget dan berbalik. Dalam satu tarikan napas panjang, ia berteriak kesetanan,

“BALIKIN ROTI GUEEE!”

Laki-laki itu mengangkat tinggi tangan kanannya, memperlihatkan dua roti berbungkus lusuh yang dicurinya dari Nella.

“Jadi maling itu nggak baik, loh!”

“MAS-MAS SIALAN!”

Nella mengepalkan kedua tangannya erat. Kaki kurusnya mengentak-entak aspal basah berulang kali sampai-sampai celana kainnya yang sudah basah kuyup terciprat air keruh lagi. Dia emosi, benar-benar ingin menggigit apa pun untuk melampiaskan kekesalannya.

“Tunggu aja lo, Mas Gondrong. Kalo ketemu lagi, gue cukur rambut lo sampai botak licin kayak bola pingpong.”

”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
DEOLLA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang