05. Oke!

93 39 20
                                    

~Karena itu kamu~

~Karena itu kamu~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

HUJAN. Tanah kering kini melunak bersamaan dengan jatuhnya miliaran rintik hujan ke bumi, memberi kesejukan tiada dua setelah sekian lama terik mentari menguasai bumantara. Kipas angin kelas pun bertengger menganggur, tak dapat menjalankan tugasnya karena cuaca dingin yang menggertak bulu roma.

Kini mayapada menangis keras, entah apa sebabnya.

Seorang gadis duduk di pojok kelas dengan dahi yang menjelma seperti kertas diremas. Ia tak pernah suka hujan karena saat hujan turun, akan ada banyak melodi kesedihan yang diperdengarkan. Begitu menenangkan, tetapi juga menyesakkan.

Beberapa tahun yang lalu, Nella punya kenangan pahit bersama derasnya hujan malam itu. Ya, ibunya meninggal dunia dan hari itu adalah hari terakhirnya dapat melihat dengan jelas bagaimana rupa wanita yang melahirkannya. Semenjak saat itu, ketika hujan turun disertai petir menggelegar, Nella selalu meringkuk di kasur empuknya, mencari sebuah perlindungan.

Jika di sekolah, maka Nella memilih membaringkan kepalanya di atas meja sembari menyumpal kedua telinganya dengan earphone. Ivori yang sudah tahu kebiasaan Nella tak pernah bertanya karena dia tahu, gadis ceria yang sebenarnya amat kesepian itu tak pernah ingin bercerita pada siapa pun tentang masalahnya.

Enam puluh menit berlalu dan kini adalah waktunya pulang sekolah. Namun, Nella tetap tak beranjak dari tempatnya. Selain hari ini adalah jadwal piketnya, hujan pun masih turun dengan deras. Bersyukur guntur tak menyertai hujan kali ini.

“Nell, kau oke? Aku mau pulang, nih. Kau nggak mau bolos piket aja? Lagian yang lain udah pada pulang,” ucap Ivori sambil mengguncang pelan bahu gadis itu.

“Oke, lo duluan aja,” gumam Nella tanpa menatap Ivori membuat gadis paling cerdas di kelas sebelas Akuntansi satu itu mengangguk dan meninggalkan Nella.

Beberapa menit dalam kesunyian, Nella merasa ada seseorang yang duduk di sebelahnya. Menghela napas dalam, Nella mendongak, hendak memarahi temannya yang selalu mengkhawatirkannya tanpa sebab.

“Gue oke, Iv—”

Nella terkesiap. “L-lo ngapain masih di sini?”

Deon tersenyum simpul. “Aku juga kebagian piket hari ini.”

Nella memicing curiga. Hari ini ia telah bertemu Deon secara kebetulan sebanyak empat kali dan agaknya hal itu sudah tak bisa disebut sebagai kebetulan.

“Lo penguntit, ya?”

Deon menjentik dahi Nella membuat empunya merengut. Deon terlalu banyak menjailinya padahal mereka baru bertemu hari ini dan tentu saja, beberapa hari yang lalu.

“Buat apa aku susah-susah jadi penguntit kalo kita sekelas.”

Nella mengangguk mengiakan, tetapi setelahnya ia membeku dengan kedua mata memelotot.

DEOLLA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang