24. Kembali Untuk Berjuang (END)

50 30 77
                                    

~Mereka bilang waktu dapat menyembuhkan segalanya, tetapi tidak untukku karena perasaan ini masih sama, dengan orang yang sama pula~

***

Tiga tahun kemudian ....

"PAPA!"

Si empunya nama berbalik, lantas saja menangkap seorang bocah bersurai legam yang meloncat ke dalam pelukannya, membuat kerah kemeja putihnya tertarik sedikit ketika tangan mungil itu melingkari leher jenjangnya. Tertawa kecil, pemuda berusia hampir dua puluh satu tahun itu mencubit gemas pipi tembam anaknya.

"Maaf, De. Deolla seneng banget pas denger kamu mau berkunjung ke sini."

"Nggak apa-apa, Vel."

Deon tersenyum ramah dan membiarkan gadis mungil bernama Deolla itu mengistirahatkan kepala di lehernya. Menatap sekeliling, sudah sebulan lebih kiranya ia tak berkunjung ke rumah panti ini.

Sekitar setahun yang lalu, setelah kelulusannya, Deon meminta bantuan kepada Bunda Hana dan ayahnya untuk mendirikan sebuah panti asuhan. Walaupun mengernyit heran, kedua orang tuanya tetap membantu hingga akhirnya ia dapat tersenyum lega, lega karena ia tak mengingkari janjinya pada orang itu.

Walaupun panti mereka baru memiliki beberapa anak yatim untuk diasuh, Deon tetap berusaha mencari dan menemukan anak-anak malang yang kehilangan tempat tinggal atau membutuhkan rumah untuk pulang seperti perkataan orang itu.

"Deolla, kamu nggak nakal, 'kan? Kamu nggak ngerepotin Mama Velinka, 'kan?"

Deolla mengangguk lucu. "Iya! Deolla selalu nurut sama Mama Velin, kok!"

Mungkin beberapa orang yang menyaksikan kejadian ini akan menduga mereka adalah sebuah keluarga bahagia lahir batin. Namun, nyatanya tidak. Setelah berhasil mendirikan panti, Velinka dengan sukarela menawarkan diri untuk menjadi pengasuh untuk anak-anak rengsa. Ia ingin menebus kesalahannya di masa lalu dengan mengabdikan diri menjadi pengurus malaikat berharga titipan Tuhan yang menerima ketidakadilan.

Sampai detik ini, panti yang diberi nama 'Cahaya Kasih' oleh Deon telah menampung sebanyak dua puluh anak yatim berusia lima sampai lima belas tahun. Untuk panggilan papa dan mama tadi, mereka sengaja menerapkannya agar anak-anak panti tak merasa canggung dan menganggap mereka selayaknya keluarga.

Karena Deon berkunjung pukul tujuh malam, banyak dari anak panti yang telah tertidur pulas karena jam malam mereka memang sedikit ketat.

"Papa kenapa datangnya malem-malem?" tanya Deolla sambil memainkan kedua pipi tirus Deon membuat empunya tertawa geli.

Mengusap pelan kepala gadis mungil yang selalu mengingatkannya pada sosok itu, Deon berucap jail,

"Papa cuma mau mastiin kalian tidur sesuai jadwal atau nggak. Ternyata kamu melanggar peraturan yang sudah Papa buat, ya! Anak nakal harus dihukum, loh."

Deolla mencebik, seolah-olah marah pada Deon yang mengunjungi mereka hanya untuk memastikan hal ini. Melihat kedua pipi menggemaskan itu menggembung, Deon mencubitnya pelan, lalu bertanya dengan santai,

"Kamu rindu Papa, ya?"

"Banget!"

"Rindunya sebanyak apa?"

Deolla memberontak, berusaha turun dari gendongan Deon. Ketika kaki kurusnya telah menyentuh lantai, Deolla merentangkan kedua tangannya selebar yang ia mampu.

"Pokoknya banyaaak banget!"

Deon tertawa kecil kendatipun ada ruang dalam dirinya yang merasa sakit bukan main. Ya, luka itu masih ada, masih basah, dan menganga lebar. Setahun yang lalu, Deon tak sengaja bertemu Deolla di taman yang menyimpan banyak memori untuk dirinya dan gadis kurus itu.

DEOLLA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang