17. Terlepas

49 31 3
                                    

~Biarkan aku menggenggammu. Takkan kulepaskan, takkan pernah sampai akhir hidupku. Bahkan, ketika aku mati, aku akan menemuimu, menjagamu di akhirat~

***

“MAU apa ke sini? Bukankah Anda sudah hidup bahagia dengan keluarga baru Anda?”

Laki-laki paruh baya itu menghela napas, lalu bola matanya bergulir, memeriksa keadaan indekos yang sudah menjadi tempat tinggal kedua putrinya selama bertahun-tahun. Sederhana, tak banyak perabotan. Hanya ada televisi berukuran empat belas inci dan satu meja berukuran pendek di ruangan ini. Sofa pun mereka tak punya hingga mengharuskan keduanya duduk lesehan di lantai. Melihat kondisi ini, Danes merasa prihatin, tak menyangka jika kedua putrinya bisa hidup setegar ini tanpa orang tua di sisi mereka.

“Kenapa diam?”

Atensi Danes kembali pada putrinya, Nella Himela yang sedari dulu tak pernah akur dengannya. Ia tak pernah menceritakan sedikit pun masalahnya pada Danes. Bahkan, ketika suatu hari Nella yang baru berusia sepuluh tahun pulang dengan telinga berdarah, gadis mungil itu tak mengatakan sepatah kata pun padanya.

Mamanya terbaring lemah di kasur. Nella tak ingin merepotkan, tetapi ia sama sekali tak ingin meminta bantuan Danes secuil pun. Waktu itu, Danes telah menemukan tambatan hatinya yang baru, mulai jarang berada di rumah dan benar-benar melupakan anak dan istrinya yang sekarat.

Beberapa minggu setelahnya, Nella marah besar, mengutuk Danes yang tiba-tiba saja membawa wanita asing ke rumah mereka. Bahkan, mamanya masih hidup! Terbaring sekarat, sedang memperjuangkan hidupnya, tetapi apa yang dilakukan papanya? Mengapa pria sialan itu malah menambah luka di hati mamanya?

Masih segar dalam memori jangka panjang Danes, Nella melempar vas bunga ke arahnya, lalu memungut serpihan vas, tidak memedulikan kedua tangannya yang sudah berlumuran darah. Dengan tangan gemetar karena dipenuhi amarah, Nella mengacungkan beling di genggamannya ke arah Danes dan wanita asing itu, berteriak sekeras-kerasnya, ingin memberitahukan pada dunia bahwa dirinya, Netta, dan mamanya sedang tak baik-baik saja.

“Jangan pernah bawa orang asing ke rumah ini! Jangan pernah lagi menorehkan lebih banyak luka di hati Mama! Kalian boleh melukaiku, kalian boleh membunuhku, tapi nggak dengan Mama dan Netta!”

Namun, kepedihan itu seakan-akan tiada ujung. Dengan tega, Danes menampar Nella, bocah sepuluh tahun yang meminta keadilan untuk mama tercintanya. Hari itu, Nella telah mengubur jati dirinya, ia telah membuang segala hal yang suatu hari akan melemahkan dirinya.

Beberapa hari setelahnya, mama Nella mengembuskan napas terakhir dan meninggal dunia. Di tengah miliaran rintik hujan, pemakaman diadakan seadanya. Hanya dirinya dan Netta-lah yang menghadiri pemakaman. Orang yang mengaku sebagai papanya tak pernah sekalipun ia lihat menginjakkan kaki ke tanah kuburan mamanya.

Setelah hari itu, Nella dan Netta pindah ke rumah nenek dari mamanya yang tinggal di Kota Jambi. Kuburan mamanya masih basah, tetapi ia telah mendapat kabar bahwa papanya telah menikah lagi dan hidup bahagia di Jakarta. Rasanya Nella ingin sekali tertawa keras. Mengapa hidupnya begitu lucu? Tidakkah ini terlalu sempurna jika dianggap kebetulan?

Menginjak usia empat belas tahun, nenek mereka meninggal dunia dan saat itulah Danes dan keluarga barunya pindah ke Kota Jambi. Mulai detik itu, Danes mulai menjalankan tugasnya sebagai kepala keluarga; menafkahi Nella dan Netta. Namun, Nella tak pernah sekalipun ingin menggunakan uang Danes kalau bukan untuk keperluan sekolah.

DEOLLA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang