22. Kusut

34 30 12
                                    

~Jangan genggam tanganku lagi. Biarkan aku lepas dari rasa sakit dan menanggungnya seorang diri karena aku tak ingin membagi lukaku denganmu~

***

TIGA hari dalam penantian. Gadis ceria yang mereka tunggu-tunggu kehadirannya tak pernah muncul di kelas. Bahkan, suasana kelas yang selalu meriah sudah absen selama tiga hari pula. Guru-guru yang mengajar hanya bisa mengernyit aneh ketika melihat telatah murid sebelas Akuntansi satu yang terlalu patuh dan sepi. Bukankah artinya mereka telah mendekati akhir zaman?

Pagi ini masih sama. Suasana kelas dua kali lipat terasa suram ketika sebuah berita tak mengenakkan mampir di setiap grup chat kelas. Bahkan, satu sekolah sepertinya sudah mengetahui hal ini; Nella melakukan sebuah aksi pencurian di minimarket.

Banyak dari teman kelas mereka yang tak menyangka, terkhususnya Ivori dan Arlis. Nella yang mereka kenal takkan berbuat hal buruk seperti ini jika dirinya sedang tak dalam masalah besar. Mereka semua tahu bahwa Nella hanya tinggal berdua dengan adiknya, Netta. Sangat sulit untuk menghidupi orang lain di saat dirimu sendiri juga harus bertahan hidup.

“Bagaimanapun, aku bakalan bela Nella. Terserah kalian berpendapat kayak apa, aku nggak akan berubah pikiran!”

Ucapan Arlis lantas saja mendapat anggukan dari Ivori dan beberapa teman sekelas yang setuju dengan ucapan yang rasanya agak mustahil keluar dari mulut gadis bersuara pelan itu. Namun, demi Nella, ia akan melakukan apa pun karena ia tahu, gadis itu telah mengalami banyak kesusahan.

“Aku juga mau bantu Nella, tapi kalo dia nggak sekolah, gimana cara kita bantu dia? Pak Anes juga pasti mau ketemu Nella buat minta penjelasan soal kasus ini. Kalo Nella nggak masuk-masuk, dia pasti dikira melarikan diri.” Dhimas menghela napas. Rasanya hal ini akan berkepanjangan dan berlanjut jika Nella belum masuk sekolah juga. Kalau begini terus, bisa-bisa gadis itu dikeluarkan dengan paksa oleh pihak sekolah.

“Pikirkan perasaannya.”

Deon yang sedari tadi hanya diam sembari menelungkupkan wajahnya di meja angkat bicara. Ia tak suka ketika mereka memojokkan Nella, mengatakan hal-hal yang seharusnya gadis kurus itu lakukan dan berlagak paling tahu.

“Kalian tahu? Papanya baru saja meninggal dunia, makamnya pun masih basah, dan kalian justru menyuruhnya untuk cepat-cepat masuk sekolah dan menyelesaikan masalah ini? Akui saja, sebenarnya kalian nggak begitu peduli dengan Nella, 'kan? Kalian hanya takut terkena masalah karena sekelas dengan pencuri, 'kan?”

Dhimas maju dan tiba-tiba saja memberikan satu pukulan tepat di wajah pemuda yang belakangan ini telah melunturkan senyumannya. Tertawa sarkas, Deon menyentuh ujung bibirnya yang terasa perih akibat pukulan tak main-main itu.

“Mau menyangkal?”

Agung yang melihat Dhimas akan meletuskan amarah keduanya segera menepuk keras bahu pemuda kurus itu, menyadarkannya dari kabut emosi.

“Deon butuh waktu. Kau nggak bisa ngomong seenaknya. Dia itu pacar Nella, dia pasti merasa nggak guna gara-gara kejadian ini.”

Dhimas menghela napas, berusaha mengontrol emosinya yang meluap-luap. Agung benar. Pertengkaran ini hanya akan menambah pelik masalah mereka. Ia tak bermaksud memojokkan Nella karena nyatanya ia menyayangi gadis itu. Ia menganggap Nella sebagai saudarinya, begitu pula teman sekelas lainnya. Mereka telah bersama selama dua tahun dan telah melewati banyak rintangan bersama-sama.

“Kau pacarnya, 'kan? Temui Nella, ngomong sama dia, jangan lari lagi, Deolol!”

Beberapa dari mereka justru terbahak ketika mendengar panggilan Dhimas untuk Deon. Pemuda bertahi lalat di pelipis itu menghela napas dan tersenyum simpul. Ia terlalu terbawa suasana dan mengatakan kalimat aneh pada teman sekelasnya.

DEOLLA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang