Sebentar lagi jam akan memasuki waktu pulang, tapi entah kenapa Jisung tidak mengharapkan suara bel pulang berbunyi untuk hari ini.
Jisung tidak tahu bagaimana cara berterimakasih yang tepat untuk seseorang yang selalu mengganggunya akhir-akhir ini.
Apa dia harus memberikan sesuatu sebagai bentuk terimakasih nya?
Baru sedetik ide itu melintas, sudah kembali ia tepis jauh-jauh. Terlalu berlebihan menurutnya.
"Apa yang kau pusingkan Han Jisung? Kau hanya harus berterimakasih dan setelahnya kau boleh pergi."
Jisung mengangguk untuk meyakinkan dirinya. Ya, seperti itulah cara yang menurutnya paling tepat. Lagipula hanya perkara dasi kan, tidak perlu berlebihan.
"Ji, bu Irene sudah mengakhiri kelasnya lebih dulu, ayo pulang."
Jisung tersadar dari lamunannya dan menyadari keadaan kelas sudah mulai kembali ramai. "Kau mengajakku pulang bersama? Memangnya kau tidak pulang bersama kekasihmu?"
"Ya pulang bersama sih, aku kan hanya mengingatkan mu kalau kita sudah boleh pulang."
Jisung menatap malas sahabatnya, benar-benar budak cinta.
"Kalau gitu kau boleh pulang duluan, aku akan merapikan barangku terlebih dahulu."
Felix mengangguk, namun sebelum dirinya benar-benar pergi, ia ingin memastikan sesuatu dulu.
"Rencanamu untuk berterimakasih pada kak Minho, jadi kan?"
"Iya, cerewet. Aku masih tahu terimakasih."
Felix terkekeh mendengar penuturan Jisung yang terselip rasa kesalnya. "Sahabatku memang pintar. Kalau begitu, aku duluan ya. Sampai bertemu besok Jisung."
Jisung mengangguk singkat, kedua tangannya masih sibuk merapikan buku-buku yang tergeletak di atas mejanya. Setelah semua peralatannya masuk kedalam tas, pemuda itu mengenakan hoodie mustard favorit nya terlebih dahulu, baru setelahnya melenggang pergi menuju parkiran.
Jisung mendapati kakak kelasnya sudah siap diatas motor sport hitamnya. Kaki ramping itu mempercepat langkahnya untuk menghampiri Minho, tidak mau kalau rencana berterimakasihnya harus tertunda karena orang itu yang terlanjur pulang.
"Lee tunggu!"
Minho yang baru saja menyalakan mesin motornya terkejut dan refleks menoleh ke sumber suara.
Keterkejutannya semakin bertambah tatkala menyadari bahwa Jisung lah yang memanggilnya.
"Kudengar kau dimarahi habis-habisan."
Minho mengangguk pelan, masih terkejut dengan perilaku Jisung yang tiba-tiba.
"Apa kau tidak apa-apa?"
Minho tersenyum, apa Jisung khawatir kepadanya? Jika iya, Minho akan sangat senang mendengarnya.
"Aku sudah terbiasa dimarahi, kau tidak perlu khawatir."
Jisung mendengus, siapa juga yang khawatir? Itu kan hanya basa-basi.
"Tidak ada yang mengkhawatirkan mu Lee."
"Tapi bagiku kau mengkhawatirkan ku, dan itu menggemaskan."
Jisung berdecak malas, mengapa topiknya jadi bercabang kemana-mana begini sih.
"Aku tidak akan ber basa-basi denganmu lagi tuan Lee. Terimakasih untuk pinjaman dasinya, dan ini kukembalikan dasimu. Tenang, aku tidak berkeringat."
Minho mengangguk lalu mengambil dasinya yang diulurkan oleh Jisung. Tangan kecilnya mengusak rambut yang lebih muda dengan gemas.
"Lain kali simpan terus dasimu didalam tas. Agar kejadian ini tidak terulang."
KAMU SEDANG MEMBACA
On Track ; Minsung (end)
Fanfiction"Aku menyukaimu, Han Jisung." "Tapi aku tidak. Jadi, permisi." - - - - - "Aku masih menyukaimu Ji." "Aku juga masih tidak menyukaimu." - - - - - "Tidak ingin menjalin sebuah hubungan bukan berarti aku tidak memiliki perasaan khusus padamu, Lee Minho...