OT 18

1.5K 285 11
                                    

Bel pulang berbunyi nyaring, menginterupsi para guru yang masih melaksanakan tugasnya masing-masing. Begitupun dengan Chen, guru seni budaya senior disekolahnya yang sedang mengajar kelas Jisung.

"Sampai disini dulu materi minggu ini, terimakasih sudah memperhatikan. Selamat sore, dan hati-hati dijalan pulang."

Para siswa mengangguk patuh, kemudian menjawab salam Chen dengan kompak. Sepeninggal guru itu dari kelas mereka, suasana yang tadinya hening berubah menjadi ramai. Yah, namanya juga waktu pulang, siapa yang tidak semangat ketika jam sudah menunjukkan jam pulang?

Jelas bukan saya.

"Fe, maaf aku tidak ikut menunggu, kak Bri sudah dekat. Aku pulang duluan ya."

Felix mengangguk, "iya, pulanglah. Lagipula Changbin tidak akan lama."

Memang, kali ini Felix lah yang pulang terlambat, mengingat kekasihnya yang harus menghadiri rapat OSIS dadakan. Jisung menuruti perkataan Felix, kaki rampingnya melangkah keluar kelas dengan kedua tangan berada didalam kantung hoodie.

Baru beberapa langkah pemuda itu meninggalkan kelas, tiba-tiba saja tangannya ditarik oleh seseorang. Seperti yang bisa kalian tebak, pelakunya adalah Lee Minho.

"Ji, boleh bicara sebentar?"

Jisung mengangguk, "bicaralah."

Minho tersenyum lebar, tangan yang tadinya ia gunakan untuk menarik tangan Jisung, beralih untuk mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Dikeluarkannya beberapa lembar kertas yang Jisung tidak ketahui kertas apa itu.

"Lihatlah,"

Tangan rampingnya mengambil kertas-kertas yang disodorkan oleh Minho, lalu memperhatikannya dengan seksama. Ah, benar. Ini adalah lembar jawaban beserta nilai ulangan milik Minho. Memang, ini sudah berselang satu minggu setelah para siswa tingkat akhir melewati pekan ujian mereka.

Jisung meneliti satu persatu nilai yang tertulis dikertas-kertas itu. Jujur saja, dirinya terkejut karena ternyata kakak kelasnya jauh lebih pintar dari yang dia bayangkan. Bahkan dibeberapa pelajaran nilainya hampir sempurna, ya walau tidak ada yang mendapat nilai seratus, tetap saja hebat.

Jisung mengalihkan pandangannya kepada Minho, "jadi kapan?"

"Apanya?"

"Kencan satu harinya,"

Minho tersenyum lebar, dia pikir dia harus membujuk Jisung dulu agar adik kelasnya mau menepati janjinya. Tapi ternyata, Jisung lah yang memulai topik itu terlebih dahulu.

"Hari minggu ini, kau bisa?"

"Tanggal 25?"

Minho mengangguk antusias, bahkan matanya memancarkan kilauan yang menunjukkan betapa antusiasnya Minho saat ini.

"Bisa, tapi tidak bisa dari pagi. Tidak apa-apa?"

Bagaimanapun juga perjanjian mereka adalah 'kencan seharian' jadi Jisung harus memastikan bahwa partnernya tidak masalah dengan adanya perpotongan waktu.

"Tentu, pukul berapa jadwalmu kosong?"

"Pukul satu siang, kita bertemu di halte waktu itu ya."

Minho mengusak surai hitam lembut Jisung, terlalu senang sampai rasanya ingin memeluk tubuh mungil Jisung sekarang juga. Tapi diurungkannya niat itu, karena dengan mereka mengobrol ditengah-tengah koridor saja sudah menjadi pusat perhatian, apalagi jika Minho memeluk Jisung. Bisa-bisa Jisung akan menghadiahkan sebuah pukulan padanya.

"Baiklah, kalau begitu kau pulanglah."

"Eh? Kau tidak mengikuti ku seperti biasanya?"

Minho menggeleng sambil menepuk-nepuk puncak kepala Jisung. "Aku masih ada urusan diruang guru, kau hati-hati ya dijalan."

"Baiklah, aku pulang duluan ya. Semangat Lee."

- On Track -

Wanita separuh baya itu menghela nafasnya, badan kurusnya ia senderkan ke sofa dengan tangan yang mengusap wajahnya frustasi.

"Hhhh, tanggal 25. Aku selalu membenci hari ini."

Ditariknya pakaian yang membungkus badannya, bahkan matanya pun sangat malas melihat keadaan perutnya yang sudah sangat berbeda.

"Kalau bukan karena anak itu, karier modelku masih akan bertahan sampai sekarang. Ck, benar-benar Lee sialan."

Tiba-tiba terdengar suara dehaman dari depannya. Netranya menangkap tubuh kurus Minho yang dibalut pakaian rapi sedang menatapnya dengan pandangan dingin seperti biasanya.

"Aku akan pergi dengan temanku, dan sepertinya akan pulang malam."

Netra kecoklatannya melirik Minho dengan sinis, "ya, pergilah."

Minho mengangguk sopan, kemudian langkah lebarnya membawanya untuk segera pergi dari bangunan yang katanya rumah itu.

Setidaknya tahun ini dia bisa menghabiskan waktunya dengan Jisung, bukan dengan mengurung diri dengan pecahan-pecahan beling memenuhi kamarnya. Seperti yang biasa ia lakukan ditahun-tahun sebelumnya.

Sejujurnya dulu Minho sangat menyukai hari ulangtahunnya, dimana ia akan membuat kue dengan neneknya dipagi hari, lalu mengadakan pesta kecil-kecilan di waktu malam. Namun, setelah kepergian neneknya, hari yang biasanya menyenangkan itu berubah menjadi mengerikan.

Karena dihari ini lah, mamanya akan selalu menyalahkannya dengan tatapan yang sarat akan kebencian. Bahkan dapat dipastikan hari itu akan diakhiri dengan kedua orangtuanya yang kembali bertengkar.

Minho melirik jam hitam yang melingkar dipergelangan tangannya. Masih ada waktu satu jam dari waktu yang mereka janjikan, tapi tak apa, Minho lebih memilih menunggu di halte lebih lama dibanding harus tetap berada di penjaranya.

Minho menaiki motor sport hitamnya dan langsung memacunya dengan kecepatan tinggi agar segera sampai ke tujuannya.

Tbc

Khusus ulangtahunnya bapak kochenk, aku bakal up buat chap kencan satu hari minsung sampe kelar di hari ini. Engga tau jadinya berapa chap, jadi jangan bosen ya? mwehehehe

-251020-

On Track ; Minsung (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang