"KAU ITU SELALU MENGUNGKIT KESALAHAN DIMASA LALU, SADARLAH KAU JUGA SAMA BURUKNYA DENGANKU."
"APA MAKSUDMU?! HEI KAU SUAMI SIALAN, INGAT YA KAU LAH YANG BURUK DISINI, KAU SUDAH MENGHANCURKAN SEGALANYA!"
Cklek
Minho mengunci pintu kamar yang menjadi pembatas antara dirinya dengan pertengkaran diluar sana. Dibukanya kaos hitam yang membungkus tubuhnya sedari tadi, lalu kaos itu ia lempar kedalam keranjang kotor yang ada disebelah kamar mandinya.
Langkah besarnya membawa Minho kedalam kamar mandi. Pemuda itu memang terbiasa mandi malam, atau lebih tepatnya saat kedua orangtuanya sudah mulai bertengkar, karena kamar mandilah yang benar-benar bisa meredam suara gaduh yang mereka ciptakan.
Tubuhnya ia posisikan dibawah shower, sebelum akhirnya air dingin membasahi seluruh tubuh Minho. Tangannya bergerak perlahan, mengusak surainya sambil sesekali ia tarik guna menghilangkan rasa pening yang mendera.
Disaat-saat seperti inilah Minho membenci hidupnya, Minho benci setiap kali mama papanya pulang dari kantor, Minho benci setiap teriakan dan bentakkan yang keluar dari mulut kedua orangtuanya bahkan ketika Minho masih berada diruangan yang sama dengan mereka, Minho benci ketika waktu istirahatnya dipenuhi dengan suara pecahan yang bahkan tidak Minho ketahui benda apa itu, bahkan rasanya Minho ikut membenci waktu malam. Karena disaat itulah ketiga insan yang sebenarnya tidak ingin bersama harus bersatu dibawah atap yang sama.
"Ji . . . Aku membutuhkan mu,"
Tanpa sadar air mata yang sedari tadi ia tahan mulai mengalir secara satu persatu, bersatu dengan air shower yang masih mengguyur tubuh polos Minho.
Dulu ketika ia sudah tidak kuat dengan keadaan rumah, ia akan pergi kerumah neneknya yang untungnya tidak jauh, bersikap seolah-olah berkunjung dengan alasan rindu, tanpa memberitahu bahwa mentalnya perlahan terganggu. Minho tidak punya saudara, dia anak tunggal. Dengan sepupu-sepupunya pun ia tidak dekat, jadi dia tidak memiliki tempat bercerita yang mengharuskannya terus memendam semua lukanya sendirian. Bahkan untuk bercerita dengan neneknya pun Minho harus berpikir dua kali, karena sesungguhnya hanya Minho, kedua orangtuanya, dan Tuhan lah yang tahu betapa hancur nya keluarga Lee itu.
Sudah satu jam lebih Minho membiarkan tubuhnya dibasahi air dingin dari shower, mengabaikan tubuhnya yang daritadi sudah bergetar karena kedinginan. Menghindari kemungkinan dirinya akan pingsan, Minho mematikan shower dan mulai membungkus tubuhnya dengan handuk putihnya.
Minho berjalan dengan gontai menuju lemarinya, tangannya yang bergetar ia gunakan untuk membuka lemari itu lalu mengambil pakaian secara asal-asalan. Setelah mengenakan kaos dan celana pendek, Minho membantingkan dirinya keatas ranjang.
Matanya memandang langit-langit ruangan dengan tatapan kosong, menerawang kemasa dimana dirinya masih bisa tertawa bebas karena candaan yang dilontarkan kakek neneknya. Yah, setidaknya masa kecil Minho tidak seburuk itu, ia masih mendapatkan kasih sayang dari kakek neneknya.
Kalau soal orangtua, memang dari dulu Minho tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari mereka. Masa kecil Minho selalu dihabiskan dirumah orangtua mamanya, dengan alasan keduanya sibuk mengurus pekerjaan sampai-sampai rela menelantarkan anak semata wayangnya.
"Berhentilah mengharapkan kasih sayang dari mereka Lee Minho, karena kehadiran mu saja tak pernah mereka harapkan."
- On Track -
"Ji, kau yakin tak apa sendirian?"
Jisung mengangguk, meyakinkan Felix bahwa dirinya benar-benar tidak apa-apa.
"Pergilah, kasihan kekasihmu kalau harus menunggu lebih lama."
Felix mau tak mau mengangguk, tangan kecilnya melambai, memberikan salam perpisahan kepada Jisung yang masih setia duduk dibangkunya.
Setelah Felix dan Changbin menghilang dari penglihatannya, pemuda bermarga Han itu kembali menidurkan kepalanya diatas meja. Seharusnya ia sedang berjalan menuju persimpangan saat ini, namun mengingat Brian yang mengatakan bahwa ia memiliki kelas sampai sore mengharuskannya untuk menunggu. Karena sialnya, Jisung meninggalkan dompetnya diatas nakasnya pagi ini.
Jisung hanya berharap kalau kelas sore Brian tidak terlalu lama.
"Mencari Jisung ya kak? Dia ada di bangkunya, silahkan masuk."
"Terimakasih."
"Ya, sama sama. Kalau begitu saya permisi ya kak."
Jisung mengabaikan percakapan yang baru saja diucapkan oleh teman sekelasnya yang masih memiliki jadwal piket dan seseorang yang Jisung tebak adalah kakak kelasnya. Meski ia tahu bahwa dirinya lah yang menjadi topik pembicaraan.
Suara derit kursi ditarik pun terdengar, kursi itu benar-benar diposisikan disebelahnya, membuat Jisung mau tak mau melihat siapa pelakunya.
Yah, seperti dugaannya. Siapa lagi orang yang ingin menghampirinya kalau bukan Lee Minho?
"Ada apa Lee?"
Minho bergeming, tatapannya pun bergetar. Biasanya Minho tidak selemah ini, karena biasanya ia selalu berhasil meredam emosinya sampai benar-benar stabil. Tapi kali ini, ketika Jisung bertanya lembut kepadanya, rasanya pertahanan Minho akan hancur detik itu juga.
Minho tak pernah mendapatkan tempat bersandar selama ini, membuatnya terbiasa menahan beban sendirian. Namun setelah ia menemukan Jisung, ia merasa mulai mendapatkan sedikit harapan.
"Ji, boleh peluk?"
Jisung mengangguk, mempersempit jarak diantara mereka sambil merentangkan tangannya. "Peluklah, aku tidak akan melarang."
Detik itu juga Minho menghambur ke pelukan Jisung, memeluknya dengan erat seakan Jisung akan hilang jika ia lepaskan. Minho tak pernah tahu, bahwa berada di pelukan Jisung akan terasa sehangat ini.
Jisung mengerti, kakak kelasnya sedang tidak baik-baik saja saat ini. Maka dari itu Jisung berinisiatif untuk mengusap punggung Minho yang masih berada dipelukannya.
"Menangislah jika kau ingin, Lee."
Dan perkataan singkat dari Jisung berhasil meruntuhkan pertahanan Minho.
Sore itu mereka habiskan dengan posisi saling memeluk dan Minho yang menangis pilu.
Tbc
Ngefeel gasih woy? 😭😭
-231020-
KAMU SEDANG MEMBACA
On Track ; Minsung (end)
Fanfiction"Aku menyukaimu, Han Jisung." "Tapi aku tidak. Jadi, permisi." - - - - - "Aku masih menyukaimu Ji." "Aku juga masih tidak menyukaimu." - - - - - "Tidak ingin menjalin sebuah hubungan bukan berarti aku tidak memiliki perasaan khusus padamu, Lee Minho...