Pagi yang cerah di pertengahan Oktober tahun ini. Meski dibeberapa titik jalanan masih terdapat genangan yang berhasil membuat sepatu Jisung sedikit kotor.
Kali ini Jisung datang lebih pagi dari biasanya, mengingat mamanya yang absen menyiapkan bekal hari ini membuat Brian dan Jisung tidak perlu menunggu bekal siap lagi, dan bisa berangkat lebih cepat.
Jisung melangkah diiringi dengan siulan yang keluar dari mulut kecilnya dan menciptakan sebuah alunan lagu favoritnya. Tanpa sadar, kaki ramping itu telah memasuki kawasan sekolah dan mendapatkan pak satpam yang baru saja membuka pagar utama disekolahnya.
Kepalanya ia anggukan sebagai sapaan sopan, yang dibalas dengan senyuman tipis dari si satpam.
Selang beberapa menit, bangku yang sudah ia duduki selama satu semester itu tertangkap oleh kedua netranya. Tubuh kecilnya menduduki bangku kayu itu setelah berhasil menggantungkan ranselnya dibelakang bangku.
Tak tahu harus melakukan apa, si mungil menidurkan kepalanya diatas meja dengan kedua lengan sebagai bantalan. Yang awalnya hanya merebahkan kepala, berakhir dengan dirinya yang berhasil memasuki alam mimpi.
Bermenit-menit Jisung tertidur, kini suasana kelas yang sunyi sudah berubah menjadi ramai seperti biasanya.
Bahkan Hyunjin dan kawan-kawannya sudah mulai melakukan drama di depan kelas.
"Adinda tidak menyangka kakanda akan setega ini kepada adinda. Hiks."
Seperti itu kira-kira kalimat yang diucapkan Hyunjin dengan nada yang sangat dramatis.
Suara tawa seisi kelas akibat si dramaking berhasil mengusik tidur si manis bermarga Han yang ada di tengah kelas.
Kedua mata bulat itu mengerjap lucu, menyesuaikan cahaya yang memasuki penglihatannya. Kedua tangannya ia regangkan guna menghilangkan rasa pegal karena menjadi bantalan kepalanya selama beberapa menit. Mulut kecilnya menguap lucu yang berhasil menarik atensi seseorang.
"Hey Hyunjin, acting dramatismu berhasil membangunkan Putri Tidur."
Kini seluruh atensi mengarah kepada Jisung yang masih tidak mengerti keadaan.
Sedangkan Hyunjin yang melihat raut bingung Jisung malah memanfaatkan keadaan untuk melanjutkan aksinya.
"Oh putri, maafkan pangeran karena telah membangun kan mu."
Hyunjin mengatakan kata-kata dramatis dengan intonasi yang tak kalah dramatis membuat Jisung menatap malas kearahnya.
"Jin ingat, kau bukan pangerannya, pangerannya Jisung ada di kelas XII IPA 2."
Jisung menoleh, menatap Baejin yang baru saja menyeletuk kan kalimat aneh. Sedangkan Daehwi dan Haechan malah menyengir lebar dibelakangnya.
"Siapa yang berani menggantikan posisiku?!"
Percayalah, Hyunjin dengan segala kedramatisannya sangatlah konyol.
"Posisimu apanya? Dari awal memang kak Minho lah pangerannya Jisung."
Kini giliran Haechan yang bersuara, matanya mengerling jahil kepada Jisung yang demi apapun masih tidak bisa memahami kelakuan teman-teman sekelasnya.
Hyunjin manggut-manggut, "benar juga, Jisung sudah taken."
"Lebih baik kau menyerah Jin, sainganmu berat."
Jisung bingung, sebenarnya apa yang sedang mereka bicarakan? Dan sejak kapan dirinya taken?
Tapi Jisung tetaplah Jisung, yang ia lakukan hanya mengedikkan bahunya tidak peduli dan kembali menidurkan kepalanya diatas meja. Tentunya kali ini ia tidak benar-benar tertidur, mengingat bel masuk yang akan berbunyi sebentar lagi.
Pelajaran BK menjadi pelajaran pertama bagi kelas Jisung hari ini. Sepasang netranya fokus memperhatikan Pak Suho yang sedang menjelaskan power point nya didepan kelas.
Berbeda dengan Jisung, justru teman-teman sekelasnya sudah mulai tumbang secara satu persatu, mengingat pelajaran BK selalu berhasil memunculkan rasa kantuk.
Tok tok tok!
"Pak Suho maaf mengganggu, tapi apa bapak bisa ke ruang BK sekarang? Ada yang berkelahi dan keduanya adalah murid tingkat akhir, dan salah satunya adalah Lee Minho, muridku. Tolong urus mereka di BK."
Beberapa murid yang hampir memasuki alam bawah sadarnya kembali membuka mata karena mendengar kata-kata yang diucapkan oleh Bu Dahyun. Bahkan Jisung pun ikut mengalihkan atensinya kepada guru cantik yang sedang memasang raut khawatir.
Dengan cepat Suho mengikuti Dahyun ke ruang BK setelah memberi tugas kepada kelas Jisung.
Suasana kelas berubah ramai, banyak yang mengeluh karena baru kali ini mendapatkan tugas dari pelajaran BK.
"Sudah tingkat akhir masih saja berkelahi, menyusahkan adik tingkat nya pula. Ckckck."
Jisung tak menggubris celetukan Renjun, tangan kecilnya sibuk mencoret-coret lembar akhir buku tulisnya.
"Psst, hei! Han Jisung!"
Tangan ramping yang masih sibuk membentuk pola abstrak di bukunya itu di goyangkan oleh si pemuda berdarah Aussie yang duduk di depannya.
"Apa?"
Jisung menatap malas ke arah Felix, merasa kesal karena kegiatan menggambar nya di ganggu oleh si pemilik deep voice namun berwajah manis itu.
"Kak Minho berkelahi?"
Kedua pundaknya diangkat singkat, menandakan bahwa dirinya tidak tahu tentang itu.
Jawaban singkat itu mendapat decakan protes dari sang lawan bicara.
"Ayolah Ji, mulai peduli dengan orang-orang disekelilingmu. Kak Minhomu berkelahi dan kau tidak peduli? Yang benar saja."
Jisung memandang Felix dengan malas, "aku bukannya tidak peduli, tapi aku pun tidak tahu akan hal itu. Lagipula apa maksudmu dari 'kak Minho mu'? Sejak kapan si Lee menjadi milikku?"
Tangan kecil itu menjitak pelan kening Jisung, merasa kesal dengan jawaban Jisung yang tidak memuaskan.
"Terserah Ji, aku kesal padamu."
Jisung mengerutkan keningnya bingung, apa yang salah dengan kata-katanya tadi sampai membuat sahabatnya menjitak keningnya yang tak bersalah.
Terkadang Jisung tidak bisa memahami pikiran orang-orang yang menurutnya sangat unik seperti Felix.
Tbc
Jisung itu cuek nyerempet bego 😉
-181020-
KAMU SEDANG MEMBACA
On Track ; Minsung (end)
Фанфик"Aku menyukaimu, Han Jisung." "Tapi aku tidak. Jadi, permisi." - - - - - "Aku masih menyukaimu Ji." "Aku juga masih tidak menyukaimu." - - - - - "Tidak ingin menjalin sebuah hubungan bukan berarti aku tidak memiliki perasaan khusus padamu, Lee Minho...