"Kau mau kemana Lee?"
"Menuruti keinginanmu, tentu saja."
Jisung memiringkan kepalanya, tak mengerti dengan kalimat yang baru saja Minho ucapkan.
"Keinginan ku yang mana?"
Minho tertawa sinis, lelaki itu melangkah mendekati Jisung. Tapi rasanya aura Minho berbeda dari biasanya, Jisung merasa kalau dirinya sedang diintimidasi oleh Minho.
"Kau ingin aku pergi dari kehidupanmu kan?"
Yang lebih muda menatap bingung kakak kelasnya. Hari ini Minho benar-benar aneh. Tangannya meraih lengan Minho, namun dengan cepat ditepis oleh empunya.
"Jujurlah Ji, kau hanya bermain-main denganku kan?"
Jisung menatap tidak suka kearah kakak kelasnya, dirinya tak pernah memiliki niat seperti itu, tapi mengapa Minho menuduhnya bertindak demikian?
"Aku tidak. Sebenarnya kau itu kenapa Lee?"
Minho tertawa remeh, kemudian pemuda bermarga Lee itu meraih dagu Jisung.
"Sudahlah, aku sudah mengetahuinya. Kau tak perlu menyembunyikan apa-apa lagi."
Minho menekan egonya, membiarkan dirinya bertindak bodoh untuk terakhir kalinya. Pemuda yang lebih tua satu tahun itu mengecup hidung mungil adik kelasnya, membiarkan jantungnya merasakan debaran itu untuk terakhir kalinya.
"Aku pergi Ji, berjanjilah untuk selalu bahagia."
Tes!
Jisung membelalakan matanya, merasakan kembali rasa sesak yang menghantuinya beberapa bulan belakangan ini. Dia mendudukkan dirinya, memposisikkan dirinya untuk bersandar di kepala ranjang sambil kembali menormalkan nafasnya yang tidak teratur itu.
Pandangannya kosong, mimpi itu kembali menghantuinya. Bahkan ini sudah sela delapan bulan dari hari dimana Felix memberitahunya bahwa Minho melanjutkan kuliah diluar kota yang ternyata sangat jauh itu.
Hari itu Jisung benar-benar kecewa, karena Minho tidak memberitahu apa-apa kepadanya, bahkan berpamitan pun tidak. Yang membuatnya semakin kecewa adalah, Minho langsung mengganti nomor dan men-deadactive kan seluruh sosial medianya, membuat Jisung tak tahu harus berbuat apa untuk menghubunginya.
Kata Felix, Minho sudah menyerah atas dirinya. Entah karena apa, tapi yang pasti kedekatannya dengan Ammy menjadi salah satu alasan.
Tok tok tok!
"Ji, cepat siap-siap, kau harus sekolah."
Nyonya Han memasuki kamar anak bungsunya yang masih gelap, meski sebenarnya tidak terlalu gelap karena ada lampu tidur berbentuk quokka di atas nakasnya.
"Hey sayang, ayo siap-siap. Kak Bri sudah mulai mandi tuh."
Jisung menoleh, menatap mamanya dengan manik yang bergetar. Rasanya Jisung ingin menangis ketika pikirannya kembali memutar mimpi tadi beserta kenangan-kenangan manisnya dengan Minho.
Percayalah, semenjak Minho meninggalkannya tanpa pamit, Jisung berubah menjadi pribadi yang semakin diam dan sensitif.
"M-mama aku merindukannya." Jisung berujar dengan suara yang bergetar dan air mata yang ikut menetes.
Nyonya Han menghela nafasnya, merasa kasihan kepada anak bungsunya itu. Dia sudah mengetahui semuanya, Jisung sendiri lah yang menceritakan semuanya. Bahkan selama bercerita, pemuda manis itu tak henti hentinya menitikkan air mata.
Tapi bagaimanapun juga dia tak bisa menyalahkan Minho sepenuhnya, karena sebenarnya anaknya lah yang terlambat menyadari sesuatu. Dia terlambat menyadari bahwa dirinya sudah benar-benar mengharapkan kehadiran Minho untuk selalu bersamanya. Dulu Jisung pikir, kalau Minho ingin pergi ia akan dengan mudah melepaskannya, tapi kenyataannya, setelah delapan bulan pun ia masih berharap bahwa semua ini hanyalah mimpi.
Jisung hanya ingin Minhonya kembali, apa itu terlalu sulit?
"Kau sudah semester dua Ji, mama tidak bisa mengizinkanmu untuk meliburkan diri lagi."
Nyonya Han menangkup pipi anaknya yang basah, "mama mohon Ji, kau juga harus memikirkan masa depanmu."
"Ma, kalau Jiji kuliah di kampus yang sama dengan kak Ino, apa diizinkan?"
Iya, serindu itu Jisung dengan Minhonya sampai-sampai membuat panggilan khusus untuk Minho.
"Memangnya ada jurusan yang kau inginkan dikampus itu?"
Jisung mengangguk semangat, "ada, aku sudah mengeceknya."
"Kau akan tinggal sendirian dikota itu?"
Jisung termenung. Benar juga, selama ini ia tidak pernah tinggal jauh dari keluarganya sendirian. Dan dia sendiri tidak yakin apa dia akan bisa untuk merantau sendirian di kota yang bahkan tidak pernah ia kunjungi.
"Nanti mama bicarakan dulu sama papa, sekarang Jiji siap-siap dulu."
Mau tidak mau, Jisung bangkit dari ranjangnya untuk bersiap-siap.
- On Track -
"Ji, sudah sarapan?"
Jisung mendongak, mendapati sahabatnya sedang menyodori brownies ke arahnya.
"Aku baru membuatnya tadi malam, cobalah."
Jisung menerima suapan dari sahabatnya, kemudian mengunyahnya perlahan. Sebenarnya pemuda itu masih memikirkan percakapannya dengan sang mama pagi tadi. Apa ia harus menggagalkan rencananya dan menyerah saja? Karena kalau dipikir-pikir papanya pasti tidak akan memberi izin untuk merantau sendirian ke tempat yang sangat jauh itu. Tapi, kalau dia menyerah, maka ia harus terus merasakan sesak ini sampai waktu yang tidak Jisung ketahui.
"Fe, kau mau tidak menemaniku kuliah di kampus yang sama dengan kak Ino?"
Jisung bertanya asal-asalan, karena demi apapun ia tidak bisa memikirkan rencana yang lebih bagus. Namun, siapa sangka, sahabatnya itu justru mengangguk sambil tersenyum lebar.
"Cita-cita kita sama, dikampus itu juga ada jurusannya kan? Lagipula mama papa pasti langsung mengizinkan kalau ada kamu, jadi tidak ada alasan untuk menolak."
Yang lebih tua satu hari tersenyum lebar, "berarti kau tidak apa-apa kalau harus LDR dengan Changbin?"
Felix tersenyum jahil, "kata siapa? Kampus tujuan Changbin juga ada dikota itu kok, meski beda kampus tapi kan masih dikota yang sama."
Jisung memeluk Felix, setidaknya dia memiliki sedikit harapan untuk membuat Minho kembali kepadanya.
The end
Iya, book ini end
Tapi bakal dilanjut di book berikutnya, semoga kalian tertarik.
Nanti sequelnya judulnya 'Second Chance' dan ini terinspirasi dari lagu ost nya A Chance To Love, series Thailand. Lagunya enak banget, dengerin deh. Artinya juga lumayan masuk sama kisah Jisung. Soalnya di sequel nanti Jisung yang berusaha buat dapetin Minho lagi, walau kayaknya cuman bakal ada belasan chap sih.
Sedikit curhat, tadinya end on track tuh ga gini, dan sequelnya juga harusnya 'Crazy Bastard' dan disitu Minho nya jadi bremsek gitu, tapi kalau dipikir-pikir ga masuk akal krn disini Minho kyk bergantung banget sama jisung jadi setelah berunding sama partner in crime ku a.k.a jung_jaeh jadilah aku banting stir. Wkwkwkwk
Udahlah aku bacotie banget, aku tunggu kalian di book second chance ya? Love tak terhingga buat kalian yang udah baca book ini sampai akhir. Gapapa sider juga, aku tetep berterimakasih kalian udah mau baca book absurd ini. Wkwkwk
Bubay. Mwa
-111220-
KAMU SEDANG MEMBACA
On Track ; Minsung (end)
Fanfiction"Aku menyukaimu, Han Jisung." "Tapi aku tidak. Jadi, permisi." - - - - - "Aku masih menyukaimu Ji." "Aku juga masih tidak menyukaimu." - - - - - "Tidak ingin menjalin sebuah hubungan bukan berarti aku tidak memiliki perasaan khusus padamu, Lee Minho...