Minho mengerjapkan matanya, berusaha membiasakan cahaya yang memasuki indera penglihatannya. Salah satu tangannya ia posisikan di depan mata guna menghalangi sinar matahari yang terasa begitu menusuk.
Jisung yang menyadari adanya pergerakan dari kakak kelasnya lantas menunduk. Sadar akan kakak kelasnya yang belum terbiasa dengan sinar matahari yang terik, telapak tangannya bergerak untuk menggantikan peran tangan Minho untuk menghalangi sinar matahari.
"Jam berapa Ji?"
Jisung melirik jam tangan putih yang melingkar manis ditangannya yang kini menjadi tameng untuk mata Minho.
"10.57 kau hanya tidur setengah jam."
Minho mengangguk, tangan kanannya ia gunakan untuk menarik tangan Jisung yang masih berada diatasnya. Digenggamnya tangan ramping itu, lalu ia taruh diatas dadanya.
Jisung memandang Minho dengan pandangan bertanya, sedangkan yang ditatap hanya tersenyum tipis sambil kembali menutup kedua matanya.
"Biarkan saja seperti ini, sebentar saja."
Yang lebih muda mengangguk, membiarkan tangan kanannya digenggam oleh Minho yang terlihat sangat nyaman diposisinya saat ini.
"Kau selalu seperti ini?"
"Seperti apa?"
"Menghabiskan waktu bolosmu dengan cara tidur di rooftop?"
Minho kembali membuka kedua matanya, kemudian mengangguk kecil. Kedua netra gelap itu memandangi Jisung yang entah sedang memperhatikan apa, yang pasti si manis hanya menatap ke arah depan. Memandang Jisung dari bawah sini terasa sangat menyenangkan bagi Minho. Kedua pipi Jisung yang gembil terlihat semakin gembil jika dilihat dari bawah, dan itu sangat menggemaskan.
"Memangnya kau tak pernah tidur saat malam?"
"Tidak,"
"Kenapa?"
Minho menggerak-gerakkan tangannya yang masih menggenggam tangan Jisung, membuat empunya tangan menoleh keheranan.
"Malam hari jadwalnya mama papa bertengkar."
Jisung mengernyit, "kan bisa pakai earphone,"
"Tak bisa, aku baru bisa tidur saat suasana sekitar sunyi."
Yah, itu menjelaskan kenapa Minho sering menggunakan rooftop sebagai kamar inapnya. Suasana Rooftop di sekolah mereka memang sangat sunyi.
"Mereka bertengkar setiap malam?"
Minho menggeleng, sebelah tangannya yang bebas ia gunakan untuk mengelus punggung tangan Jisung yang masih berada digenggamannya. "Untungnya tidak, karena kalau iya aku akan bolos setiap hari."
Jisung mengangguk, mulai memahami alasan Minho yang seringkali membolos mata pelajaran. Walau tetap saja, apa yang dia lakukan adalah sebuah kesalahan.
"Lalu, apa kau tak ketinggalan pelajaran?"
"Tidak, aku hanya perlu menyalin catatan Christ dengan bayaran memberinya contekan saat ujian."
Jisung mengernyit, bukankah seharusnya yang membolos lah yang menjadi pihak menyontek?
"Memangnya kau mengerti materi-materi nya?"
"Aku pintar Ji."
Jisung merotasikan bola matanya malas, ternyata tingkat kepercayaan diri Minho berada diatas rata-rata.
"Mau sampai kapan kita disini?"
"Entahlah, yang pasti aku tak mau ini segera berakhir."
Minho menyengir lebar, sedangkan Jisung berdecak malas.
"Kau pikir kau ringan? Asal kau tahu, pahaku sudah mulai mati rasa."
Minho terkekeh. Si pemilik marga Lee itu bangun lalu mendudukkan dirinya disebelah Jisung.
"Baiklah, tukar posisi. Kau tidur lah dipahaku."
Jisung menurut, kepalanya ia tidurkan di atas paha Minho yang dilapisi seragam hitam khas sekolahnya. Minho tersenyum lebar melihat Jisung yang mulai menyamankan posisinya dibawah sana, salah satu tangannya ia gunakan untuk mengelus surai hitam lembut adik kelasnya dengan sayang.
"Ji kau harus tahu, kalau kau itu sangat menggemaskan."
Yang lebih muda merengut kesal, "aku tidak, Lee."
"Jangan mengelak Ji, matamu, hidungmu, bibirmu, pipimu, semuanya sangat menggemaskan. Bahkan mungkin hampir setiap orang yang melihatmu akan setuju dengan kata-kata ku tadi."
Jisung memandang malas ke arah kakak kelasnya. Menurutnya Minho terlalu berlebihan.
"Kau menganggap ku begitu karena kau menyukaiku, Lee."
Minho menganggukkan kepalanya berkali-kali, "ya, benar aku menyukaimu. Tapi percayalah, banyak yang menganggap mu menggemaskan, tapi mereka tak berani mengatakannya karena terlanjut takut dengan sifatmu."
Si mungil berdecak malas, "terserah Lee, terserah."
Minho terkekeh, dicubitnya hidung mungil Jisung dengan gemas, tak peduli dengan tatapan horor yang Jisung layangkan padanya.
Dengan kesal, Jisung menarik tangan Minho agar menjauh dari wajahnya. Tangan yang baru saja mencubit hidung nya ia genggam, untuk mencegah kalau-kalau Minho kembali mencubiti bagian wajahnya yang lain.
"Kau tahu Ji, kalau kau tidak ada dikehidupanku mungkin aku akan berhenti bertahan."
"Bertahan apa?"
Minho memandang dalam kedua manik Jisung, senyum teduhnya terukir, tapi entah mengapa Jisung tidak suka melihat senyum itu.
"Bertahan untuk tetap hidup didunia ini."
Jisung mengernyit, tak mengerti maksud dari kata-kata Minho yang diucapkan dengan sangat pelan itu.
"Dulu hanya nenek yang manjadi alasanku untuk tetap hidup--
Minho menghela nafasnya, lalu menatap kearah atas, memperhatikan langit biru yang dihiasi beberapa awan seputih kapas.
--namun sayangnya nenek lebih cepat dipanggil olehNya. Nenek pergi tepat di hari ulangtahunnya yang ke tujuh puluh dua, yang seharusnya kami berdua rayakan enam tahun lalu."
Jari-jari lentik Jisung yang masih menggenggam tangan Minho ia gunakan untuk mengelus punggung tangan kakak kelasnya, berusaha memberi kekuatan untuk Minho yang ternyata menyimpan banyak cerita tak terduga.
"Waktu itu aku menghabiskan sisa liburanku untuk mengurung diri didalam kamar ditemani teriakan orangtuaku yang menggema dari luar."
Minho menghela nafasnya, berusaha meredakan rasa sesak yang tiba-tiba memenuhi dadanya. "Aku tak mengerti, bahkan disaat berduka pun mereka tetap bertengkar."
Kepalanya ia gelengkan disertai senyuman miris. "Kau tahu? Bahkan aku sudah melakukan percobaan bunuh diri sebanyak tiga kali, tapi sayangnya tak ada yang berhasil."
"Lee Minho, kau sudah gila?!"
Minho terkekeh karena reaksi Jisung, salah satu tangannya yang terbebas mengelus surai adik kelasnya dengan lembut.
"Hampir Ji. Yah untungnya aku menemukan mu, membuat perasaan ingin segera mengakhiri hidupku perlahan menghilang."
"Baguslah, jangan pernah merasa sendiri lagi Lee, aku ada disini untukmu."
Tbc
Sebenernya ini cerita menarik ga sih?
-201020-
KAMU SEDANG MEMBACA
On Track ; Minsung (end)
Fanfic"Aku menyukaimu, Han Jisung." "Tapi aku tidak. Jadi, permisi." - - - - - "Aku masih menyukaimu Ji." "Aku juga masih tidak menyukaimu." - - - - - "Tidak ingin menjalin sebuah hubungan bukan berarti aku tidak memiliki perasaan khusus padamu, Lee Minho...