BAGIAN 23

22 5 1
                                    

Hingga akhirnya aku harus menerima bahwa kita memang harus menjauh.

-Amanda Talitha

•••

Hari ini tepat sebulan Manda mencoba untuk menghindar dari Deva. Begitupun dengan Deva, hari ini adalah tepat seminggu ia berusaha mencari tau sebab Manda menjauh namun belum juga mendapat jawaban.

Setiap kali Deva ingin meminta waktu berdua dengan Manda, namun Manda malah pergi meninggalkanya. Semua pesan yang Deva kirim juga hanya dibaca oleh Manda. Dan ini membuat Deva merasa putus asa. Sepertinya usahanya telah sia-sia.

Deva duduk di balkon kamarnya. Ditanganya sudah ada buku catatan milik Manda yang belum sempat ia kembalikan. Kembali dibukanya buku catatan itu. Deva masih saja dibuat diam ketika membaca goresan pena milik Manda.

Orang kira aku selalu baik-baik saja. Hidup penuh warna dengan tawa yang meluap-luap. Namun orang tak pernah tau keresahan perasaan. Yang aku rasakan kadang ingin aku lepas begitu saja.

Kalau boleh aku mengeluh, sebenarnya aku lelah:)
-Amanda Talitha

Manda lelah katanya. Tak sadar Deva menitikkan air mata dipipinya. Lalu ia teringat dengan pesan mamahnya waktu itu.

Tetep jadi teman yang baik untuk Manda. Dia itu rapuh.

Deva kembali mengulang kalimat yang pernah mamah katakan padanya.

"Kalau sekarang kita aja udah jauh, gimana cara aku jadi teman baikmu, Mand?" Tanya Deva pada dirinya sendiri.

"Gimana aku bisa tetep ada disamping kamu? Kalau kamu aja tiba-tiba menghindar dari aku." Kata Deva lagi pada dirinya sendiri.

Bayangan Manda semakin jelas dipikiran Deva. Lalu ia kembali membuka lembar demi lembar kertas hingga tanganya berhenti pada selembar kertas yang masih kosong.

Deva beranjak kedalam kamar untuk mengambil pena dan kembali keluar dengan posisi yang sama.

"Aku ngga pinter ngrangkai kata, Mand. Kalau kamu baca, tolong jangan ketawain aku yaa" Ucap Deva sambil terkekeh pelan.

Deva mulai menggoreskan penanya pada kertas kosong itu.

Aku kenal banyak perempuan. Namun yang paling berkesan adalah kamu.
Aku pernah merasakan bertepuk sebelah tangan. Namun ternyaya yang paling menyakitkan adalah kamu.
Ketika kamu katakan saat itu, kamu juga punya rasa yang sama. Lalu kenapa sekarang menghindar gitu aja?
Tapi tak apa, aku masih ingat dengan ucapan kala itu.

Katamu semesta penuh dengan permainan.
Tak salah kan jika aku berharap kita sama-sama?
Lagian hidup masih panjang.
Dan aku akan berusaha.
Entah ujungnya aku harus ikhlas atau terus berjuang.
Jika semesta mengiyakan, apa bisa aku menolak?

Deva menutup penanya. Kembali ia baca tulisanya, dan dibuat geli sendiri karena tulisanya.

Kalimatnya tak seindah kalimat Manda. Namun tak apa, yang terpenting suatu saat Manda akan membaca.

One ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang