Bab 13 Sebuah Keakraban

15 1 0
                                    

Anita kembali tenggelam dalam kesibukan pekerjaan di percetakan. Beberapa hari, Andra tidak masuk kerja. Tapi syukurlah, hari ini dia sudah kembali bekerja. Banyak sekali pekerjaan yang menumpuk selama dia tidak masuk.

Beberapa hari, dirinyalah yang mencoba mengambil alih semua tugas, namun tetap saja, banyak yang tidak selesai sesuai target. Sementara orderan terus saja berdatangan. Sejak pagi, dia dan Andra belum beranjak dari depan laptop masing-masing. Padahal, sekarang jarum jam sudah menunjukkan pukul dua siang.

Andra bertekad akan bekerja keras,  untuk segera menyelesaikan desain yang sempat terbengkalai selama beberapa hari, karena dia tidak masuk kerja. Rupanya, apa yang disampaikannya, benar-benar dia pegang teguh. Sampai-sampai, dia melewatkan waktu istirahat makan siangnya.

“Hai, Sayang!” Tiba-tiba Anita dikejutkan oleh suara Raka. Dan ternyata, sekarang dia sudah berdiri di depan meja kerja Anita. Dia sedikit tersentak, ketika Raka membuka suara.

“Raka! Bagaimana mungkin, aku tidak mendengar suara langkah kakimu sama sekali,” ucapnya kemudian.

Raka hanya tersenyum, sambil mengulurkan bungkusan di atas meja, lalu duduk di hadapan kekasihnya.

“Kau terlalu sibuk dengan laptopmu. Ini, aku bawakan gado-gado untuk makan siang. Kau pasti melewatkan jam makan siangmu,” kata Raka.

“Heemm …, itu benar.” Anita tersenyum.

“Tentu saja. Aku telah berkali-kali menghubungimu satu jam yang lalu. Tapi tampaknya, kau terlalu sibuk, sampai-sampai tidak mendengar teleponku,” ujar Raka.

“Astaga! Iya, kau memang benar,” ucap wanita cantik itu, sambil mencari-cari ponsel.

Biasanya, ia meletakkan begitu saja di atas meja, dekat dengan laptop. Tapi kali ini, benda pipih itu tidak bisa dia temukan di atas meja kerja.

Dan ternyata, masih di dalam tas, karena sejak pagi dirinya langsung berkutat dengan desain yang menumpuk, dan harus segera diselesaikan.

Diusapnya layar gawai, dan benar saja, ada pesan WhatsApp dari Raka dan beberapa panggilan tak terjawab.

“Ayo, makan dulu,” kata Raka sambil membuka bungkusan yang dibawanya untuk wanita di hadapannya.

“Iya,” jawab Anita singkat, sambil masih mengutak-atik ponsel.

Perlahan, Raka mengambil gawai dari tangan wanitanya, lalu menyodorkan gado-gado yang telah siap di santap. Bau harumnya, seketika membuat perut Anita meronta-ronta, tak sabar untuk mendapatkan asupan makanan. Hingga akhirnya, dia pun menyantap makanan ditemani oleh Raka.

“Ayo, makan yang banyak. Kulihat, kau bekerja lebih keras selama beberapa hari ini. Kau harus makan banyak, biar tidak sakit,” ujarnya sambil mulai menyuap gado-gado.

“Iya.” Anita menjawab  pelan, sambil menelan makanan di dalam mulut.

“Besok, aku harus berangkat seminar di luar kota. Sepertinya, kau tetap tidak bisa ikut kali ini. Kulihat kau sangat sibuk.”

“Iya, kau benar, Raka. Maaf, aku belum bisa meninggalkan pekerjaanku. Orderan terus berdatangan, dan Andra tidak masuk kerja selama tiga hari. Untunglah, hari ini dia sudah kembali bekerja.”

“Iya, aku mengerti. Selama aku tinggal, aku harap kau tidak lalai untuk makan,” kata Raka sambil memandang lekat pujaan hatinya.

Seakan ingin merekam, guratan kecantikan yang terpancar di wajahnya. Agar beberapa hari ke depan, dia tidak terlalu rindu berjauhan dari Anita.

“Iya. Kamu tidak perlu khawatir,” ucap Anita meyakinkan.

“Sepulangnya dari seminar, kita akan sangat sibuk. Awal bulan nanti, acara pertunangan akan berlangsung. Kau tidak lupa, kan?” Raka bertanya dengan pelan.

Rahasia Sang Editor (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang