Bab 16 Pertunangan

20 1 0
                                    

Siang ini, Raka menemui Anita di kantor, seperti yang telah mereka sepakati saat bertelepon tadi malam. Dia duduk di seberang meja berhadapan dengan sang kekasih.

Hmmm … , lelakiku tetap terlihat tampan. Raka benar, sepertinya, sudah hampir satu minggu aku tidak menatap sepasang mata beningnya, juga menikmati senyumannya yang selalu aku suka,’ bisik Anita dalam hati.

Sesaat kemudian, Raka mengulurkan sebuah kotak kecil berbentuk kubus,  berbungkus kain beludru berwarna merah.

“Ini cincin pertunangan kita, An. Aku sudah mengambilnya beberapa hari yang lalu,” ucap Raka kemudian.

Anita segera meraih kotak yang kini berada di atas meja kerja di hadapannya, lalu langsung membuka dan melihat isinya dengan wajah berbinar.

“Wah … , bagus sekali cincinnya! Lebih bagus dari yang pernah aku coba waktu di gerai!” seru Anita dengan gembira. Raka mengangguk sambil mengembangkan senyuman.

“Cobalah!” Raka segera mengeluarkan salah satu cincin dari kotaknya, lalu mengulurkan pada wanita dihadapannya. Sekejap saja, cincin berwarna putih itu sudah terpasang, melingkar cantik di jari manis Anita.

Perempuan ayu itu lantas memandanginya berkali-kali dengan perasaan takjub.

‘Selera Raka memang tidak perlu diragukan lagi. Dia selalu tahu barang-barang bagus, terutama yang cocok dan bagus untuk kukenakan,’ batin Anita.

“Apa kau suka?” tanya Raka sambil masih mengembangkan senyuman.

Anita memandangnya dengan tersenyum lebar dan tatapan bahagia. Rasanya ia sudah tidak sabar menunggu waktu satu minggu lagi.

“Bagus ya, Ka?” Anita bertanya sambil masih memandangi cincin di jarinya.

“Iya. Cocok sekali untukmu, An,” jawab Raka sambil menatap pujaan  hatinya dengan tak berkedip.

Puas mencoba dan memandangi cincin, Anita segera melepas dan meletakkannya kembali ke dalam kotak. Kemudian, mereka segera larut dalam diskusi, membicarakan segala hal yang berkaitan dengan acara pertunangan.

***

Rumah Anita terlihat ramai di hari Minggu ini. Raka baru saja tiba dengan beberapa anggota keluarganya. Disambut oleh Anita dan para kerabatnya.

Tidak banyak kerabat Anita yang datang. Karena memang, kerabat Anita banyak yang tinggal di kota yang berbeda. Anita sudah mengundangnya, tapi mereka sibuk dan berjanji akan datang pada hari pernikahannya saja.

Anita juga paham akan hal itu. Karena para kerabatnya kebanyakan adalah pegawai negeri atau karyawan swasta yang tidak bisa mengambil libur sewaktu-waktu. Cukup Tante Irma dan suaminya, serta Bu Dhe Mar sekeluarga, yang mendampinginya di acara pertunangannya hari ini.

Kedua keluarga saling bersalaman,  dan terlihat mengobrol ringan satu sama lain. Selanjutnya, acara pertunangan segera berlangsung. Dibuka dengan sambutan dari perwakilan keluarga Anita selaku tuan rumah, dan diteruskan dengan penyampaian kata-kata pinangan dari keluarga Raka.

Kemudian acara serah terima seserahan, lalu pemasangan cincin yang dilakukan oleh Raka dan Anita,  disaksikan oleh semua anggota keluarga yang hadir saat itu. Terdengar tepuk tangan riuh setelah cincin berhasil disematkan.

Semuanya tertawa dan berbahagia, menandai dua insan yang saling cinta, dan akan segera melangkah ke sebuah hidup baru, di jenjang pernikahan. Hari pernikahan yang dinanti juga sudah dietapkan waktunya. Yaitu sekitar tiga bulan lagi.

Namun di sudut sana, ada sebuah hati yang resah, di antara semua orang yang sedang berbahagia.

Andra berdiri sambil bersandar di tepi daun pintu yang terbuka. Pandangannya terpaku pada Anita dan Raka yang tersenyum penuh kebahagiaan.

Lalu sekejap, beralih pada daun-daun tanaman di teras rumah yang bergoyang pelan tertiup angin. Netranya memandang lurus ke luar ruangan, menembus kegelapan yang menyelimuti halaman rumah Anita di malam itu.

Pikirannya melayang jauh. Meruntuki dirinya sendiri, kenapa harus berada di sini saat ini. Menyaksikan acara pertunangan Anita, sesungguhnya adalah satu hal yang ingin ia hindari. Tapi apa daya, Anita sendiri yang dengan penuh harap, memintanya datang malam ini.

Sebenarnya, dia sudah enggan untuk datang. Karena dia tahu, akan sulit melihat wanita yang disukainya kini bertunangan dan akan segera menjadi milik orang lain. Dia tahu, hatinya akan hancur menyaksikan kebahagiaan mereka.

Tapi di sisi lain, ia tidak mungkin untuk menolak permintaan Anita. Apalagi, mengingat kebaikan wanita itu, yang tidak akan pernah bisa dilupakan oleh Andra.

Akhirnya, dengan berat hati, ia hadir malam ini. Walaupun dengan mengorbankan perasaannya sendiri.

‘Biarlah, hanya aku yang merasakan sakit. Asalkan kau bahagia,’ ucap hatinya lirih.

***

Rahasia Sang Editor (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang