D-Zero: 17

470 107 24
                                    

D-Zero

Chapter 17: Rencana Terakhir

.
.
.

Warning!!

Selalu aku ingetin kalau cerita ini nggak ada hubungannya sama idol-idol yang namanya aku pakai di cerita ini. Jadi tolong tetap anggap tokoh di cerita ini hanya tokoh, dan mereka yang namanya aku pakai adalah idol di dunia nyata.

Mereka berbeda. Dan cerita ini hanya fiksi belaka. Jadi jangan sampai dibawa ke dunia nyata. Aku tahu kalian semua ngerti. Makasih untuk pengertiannya.

.
.
.

Motto:

"Dunia tak butuh orang jahat. Dunia hanya butuh orang yang peduli sesama."

.
.
.

Yel-yel:

D-Zero!
Do it! Do it! Do it!

.
.
.

Chapter 17 start

.
.
.

Ruangan dengan lebar 5x5 meter itu terlihat gelap. Hanya ada lampu gantung putih di tengah sebagai penerangan. Tiga komputer dengan LED besar terhubung satu sama lain. Meja panjang menjadi tempat komputer ditaruh. Tak lupa pula keyboard dengan tombol menyala serta mouse tanpa kabel yang keduanya terhubung ke ketiga komputer.

Seseorang duduk di hadapan tiga komputer itu, jarinya bergerak lincah di atas keyboard. Hoodie hitam dengan tudung melekat di tubuh membuat wajah serius di hadapan layar komputer itu tidak nampak karena cahaya dari lampu gantung tertutupi.

Meski begitu, bibir dengan senyuman tipis  sedikit terlihat, memantul di salah satu layar komputer hitam yang bertuliskan script. Tangannya bergerak ke arah mouse, menekan salah satu gambar di komputer utama.

Matanya tak lepas memandangi gambar yang sebenarnya adalah sebuah rekaman. Di layar komputernya, tampak tujuh orang sedang berkumpul di satu ruangan. Dua orang terlihat berdebat, sedangkan empat lainnya hanya melihat, mencoba memahami keadaan.

Satu orang lagi adalah perempuan, yang sejak awal ada di sana sama sekali tak mengeluarkan satu patah kata pun. Hanya menunduk diam, bahkan ketika satu di antara dua orang yang berdebat tadi terlihat melempar beberapa pertanyaan.

Cklek.

Pintu ruangan 5x5 meter itu terbuka, memunculkan sosok berseragam yang terlihat lusuh.

"Untuk apa datang? Kamu sudah gagal, jadi tidak usah datang lagi." Orang yang duduk di kursi depan komputer itu berkata tanpa menoleh ke belakang. Dia sudah tahu siapa yang kini berdiri di belakangnya.

"Hyung, izinkan aku melakukan satu hal lagi. Kumohon." Kalimat penuh permohonan itu terdengar di telinga orang yang lebih tua.

Matanya terpejam sekilas, lalu sebelah tangannya mengibas pelan. "Tidak usah. Kalau sudah gagal, ya terima saja. Kamu tahu kan aku tidak suka memberi kesempatan kedua?"

DZero | 00L ✔ [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang