Selamat membaca💙^_^
Tatapan Lia terpaku pada seorang wanita paruh baya yang sudah rapi dengan gamis biru langit dan kerudung yang senada dengan gamis tersebut. Kakinya melangkah menghampiri wanita paruh baya tersebut yang tak lain adalah Ibu Aisyah—ibunya Lia.
"Ibu mau kemana? Rapi bener," kata Lia seraya menatap sang ibu dari atas sampai bawah begitu pun sebaliknya.
"Ouh iya, ibu lupa bilang. Ibu mau ke tetangga seberang rumah," jawab Ibu Aisyah sembari meneliti kembali penampilannya.
"Kamu mau ikut?" tanya Ibu Aisyah begitu sampai di ambang pintu.
Lia menggeleng sebagai jawaban. Ibu Aisyah mengangguk dengan senyuman, lalu menutup pintu.
_____
Matanya masih sibuk meneliti tulisan dalam buku paket biologi. Yah, besok akan diadakan kuis. Setidaknya Lia membaca sedikit, walaupun kepalanya jadi pusing sendiri menatap lama deretan huruf yang memenuhi halaman buku.
Sejenak Lia metutup mata, lantas menutup buku dan menatap ke rumah seberang. Sejak tadi Lia menunggu ibunya. Tapi, nihil sekarang sudah pukul 17. 26, tapi sang ibu tak kunjung datang.
"Lagi apa, Nak?" tanya Ibu Aisyah seketika membuat Lia tersentak.
"E-eh gak."
"Astaghfirullah." Ibu Aisyah menepuk jidatnya sendiri.
Lia segera berdiri setelah meletakkan buku paketnya di meja. Ia menghampiri sang ibu yang tak jauh dari tempat duduknya "Kenapa, Bu?"
"Tas selempang ibu ketinggalan di rumah Bu Mirna, tetangga seberang itu," kata Ibu Aisyah sembari menunjuk ke rumah sebrang.
"Yah, lagian ibu kenapa bawa tas selempang segala, bukannya cuma mau silaturahmi, yah," kata Lia.
"Lia, cepet ambil tas ibu!" perintah Ibu Aisyah tiba-tiba.
Ingin sekali Lia menolaknya. Tapi, niat tersebut ia urungkan. Mendadak ia jadi teringat ceramah kemarin di televisi tentang pentingnya menghormati dan menuruti perintah orangtuanya dalam hal kebaikan.
Dengan langkah terseok-seok Lia akhirnya memaksakan diri berjalan ke rumah seberang.
"Assalamualaikum."
Tak ada sahutan, sampai ketiga kalinya tak ada juga yang menjawab. Mungkin orang rumahnya tak ada. Belum sempat Lia berbalik seorang wanita paruh baya membukakan pintu gerbang.
"Ada apa, Nak?"
"Saya Amalia, mau mengambil tas selempang ibu saya yang ketinggalan, yang di sebrang sana rumahnya," tutur Lia segera mengutarakan maksudnya.
"Masuk dulu yuk!" ajak Bu Mirna.
Lia tersenyum. "Tidak tante."
"Baiklah, Tante ambilkan tasnya dulu."
Lia mengangguk.
Sepuluh menit sudah Lia menunggu. Tapi tak ada tanda-tanda Bu Mirna muncul. Dalam hati Lia sudah mendumal tak jelas. Jika tahu akan selama ini lebih baik tadi ia terima ajakan Bu Mirna.
Dari arah belakang suara deruman motor terdengar dan suara klakson yang dibunyikan dengan tak sabaran hal itu membuat telinga Lia sakit. Lia segera menepi karena tau ia sudah menghalangi jalan.
Tapi, motor itu tetap anteng di depan gerbang. Lia tak tahu siapa dia. Dari perawakannya seperti laki-laki. Karena helm fullface-nya ia tak bisa melihat jelas wajahnya. Beberapa saat kemudian laki-laki tersebut menaikan kaca helmnya.
"Bukain gerbangnya kek, gak paham juga!" bentaknya dan yang membuat Lia terkejut ternyata dia adalah si kerempeng ketua OSIS itu.
Fahrian pun terkejut melihat Lia berada di depan rumahnya. "Lo ngapain di sini?" tanya Fahrian dengan tatapan mengintimidasi.
Tak lama Bu Mirna datang. "Lia, maaf lama yah. Tapi, udah tante cari gak ada tas selempangnya."
Ada kekecewaan yang menghiasi wajah Lia, namun ia buru-buru mengubah ekspresinya dengan senyuman. "Iyah Tante, gak masalah."
"Kalau begitu saya pamit, Tan. Assalamualaikum," ucap Lia lantas berbalik.
Bu Mirna mengangguk dengan senyuman. "Waalaikumsalam."
"Ngapain, sih dia di sini, Ma?" tanya Fahrian setengah sewot.
Bu Mirna membukakan gerbang. Lantas menatap Fahrian. "Hush, jangan gitu. Dia itu tetangga sebrang. Apa salahnya kalau silaturahmi."
Tanpa menjawab Fahrian memasukkan motornya ke garasi. Lalu melangkah memasuki rumah. Mendadak hawa disekitarnya jadi sangat panas.
^_^
Jumat, 9 Oktober 2020
Revisi : 21/04/2022
See you next part 😎
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry and Thanks [TAMAT]
Teen FictionSebenarnya yang punya masalah dengan Fahrian, si Ketos itu Dea, tapi kenapa Amalia juga ikutan terseret dalam masalah tersebut. Bahkan lucunya takdir seolah sengaja merancang pertemuan keduanya. Amalia tak mau terlibat masalah dengan Fahrian, tapi...