Selamat membaca 💙^_^
Selepas selesai rapat untuk mempersiapkan acara perpisahan kelas XII, Fahrian berniat langsung pulang. Sebelum matanya tak sengaja melihat Lia. Tak tahu kenapa kakinya melangkah menghampiri perempuan itu."Gue suka lo," ucap Fahrian penuh penekanan.
Setelah mengatakan itu, otaknya seketika blank.
Kenapa gue jadi refleks bilang gitu? Rasanya gue pengen jedotin kepala ke tembok.
Fahrian masih nunggu reaksi Lia yang semula diam.
Lia tersenyum kaku. "Maaf, aku tidak bisa menerimanya."
Sayatannya langsung terasa. Baru kali ini Fahrian merasakan sakitnya ditolak. "Apa karena dia?" Fahrian menatapnya serius, ia berpikir mungkin Lia sedang suka sama seseorang.
"Aku hanya tidak ingin masuk ke dalam lubang yang sama untuk yang kedua kalinya. Dan aku hanya tidak ingin menyiksa diri dengan perasaan semu ini," jawabnya di luar ekspektasi.
Sebelum Fahrian melontarkan kata lagi, Lia sudah pergi. Pandangan Fahrian tak lepas menatap Lia, semakin jauh sampai hilang ditelan jarak.
"Yan, gue pinjem motor, dong!" Suara dan tepukan Rio membuat Fahrian tersadar.
Fahrian merogoh saku celana. Lalu melempar kunci motor asal. Kali ini, ia tak memikirkan bagaimana ia pulang tanpa motor. Hari ini Fahrian hanya mau merenung sebentar.
Jadi, apa yang salah dengan gue? Apa yang kurang?
"Yan, serius nih?!" teriak Rio, tapi Fahrian tak menyahut. Ia hanya terus berjalan.
_____
Sudah seminggu semenjak Fahrian menyatakan perasaannya. Dan semenjak itulah ia tak pernah melihat lagi Lia di sekolah, entah Lia tak sekolah atau dia menghindar. Padahal ia hanya mau tahu alasannya aja. Bagi Fahrian alasan Lia waktu itu tak begitu dipahami sama sekali maknanya. Tapi, mau bagaimana lagi.
Fahrian baru aja sampai di depan gerbang, dan baru turun dari motor.
"Nak Fahrian!"
Dari sebrang, Ibu Aisyah—ibunya Lia memanggil sambil melambai-lambaikan tangan menyuruh Fahrian menghampirinya.
Fahrian mengangguk, lalu menghampiri Bu Aisyah. "Ada apa, Bu?"
"Begini, ibu boleh minta tolong tidak?"
Alis gue terangkat. "Minta tolong apa, Bu?"
"Ibu minta tolong antar Lia, yah ke alamat ini. Soalnya ibu lagi buru-buru. Tenang aja Lia ada temennya lagi kok, jadi di mobilnya gak berduaan."
Fahrian mengangguk. "Baik, Bu."
"Ya sudah ibu pamit duluan. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Setelah mobil itu pergi, Fahrian menatap lagi lembaran kertas yang di berikan Bu Aisyah. Lalu, pandangannya beralih menatap ke arah jendela kamar yang terbuka. Kedua sudut bibirnya terangkat. Mungkin ini yang dinamakan takdir. Sejauh apapun dia menghindar, pasti akan didekatkan jika memang sudah menjadi kehendak-Nya
Fahrian menyimpan kertas itu di saku celana. Lalu, buru-buru memasukan motor ke garasi. Dengan senyum merekah ia bersiap-siap untuk mengantarkan Lia. Barusan, sekitar pukul 19.45 Lia dan Dea datang ke rumahnya.
"Ehem!" Fahrian berdehem cukup keras untuk menghentikan obrolan antara Bu Mirna, Dea dan Lia.
"Nunggu apa lagi?!" ketus Fahrian.
Dea menatap Fahrian garang. "Lo kalau gak niat anter gak perlu sok deh. Gue sama Lia bisa cari taksi!" balas Dea tak kalah tajam dan ketus.
"Iya-iya. Gue tunggu di mobil."
Setelah itu, Dea masuk mobil dan duduk di kursi yang bersebelahan dengannya. "Apa? Lo ngarep Lia duduk samping lo!"
Fahrian melempar pandangan ke samping. "Gak, btw Lia kemana?"
"Ambil barang yang ketinggalan."
Begitulah sekilas percakapan Fahrian dengan Dea. Entah kenapa Fahrian merasa Dea selalu ketus dan seperti tak suka melihatnya. Apa karena kejadian saat ia menuduh Dea mencuri proposal?
Dan sepanjang perjalanan. Hanya Dea dan Lia yang sibuk mengobrol di belakang. Fahrian baru tersadar Dea pindah tempat duduk saat di tengah perjalanan. Mungkin ia terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri.
Fahrian, Dea dan Lia sampai ditempat tujuan. Baru ia sadari ternyata alamat yang diberikan Bu Aisyah adalah acara pernikahan. Fahrian sama sekali tak sadar, ia berjalan mengekor Dea dan Lia di belakang.
Fahrian celingukan sana-sini. Melihat banyaknya gemerlap lampu yang menghiasi di taman ini. Ia melirik pakaiannya sendiri. Untunglah tak terlalu memalukan.
Saking asiknya menikmati moment pesta pernikahan ini. Fahrian tak sadar sudah kehilangan jejak Dea dan Lia.
Sebelum pergi Fahrian meneguk minuman yang tersedia di atas meja panjang. Lalu mulai mencari kedua orang itu. Suara alunan musik merdu mendominasi pesta ini. Fahrian maju menyibak beberapa kerumunan yang berdiri di dekat mini panggung.
Saat itu pun Fahrian menemukan Lia yang sedang berdiri sendirian di tengah kerumunan. Ia ingin memanggil, tapi urung ketika setetes air mata jatuh mengalir di pipi Lia. Pandangannya beralih melihat objek yang terus dipandangi Lia dari tadi.
"Siapa dia?" gumam Fahrian pelan.
Lia menyusut air matanya yang lolos. Pikiran Fahrian masih ambyar. Ia tak mengerti, apa Lia menyukai laki-laki yang sudah menikah? Tak mungkin 'kan. Refleks Fahrian menarik Lia dari kerumunan dan membawanya keluar dari acara ini. Tak peduli sedari tadi Lia memberontak minta dilepaskan.
Sampai di luar Fahrian melepaskannya. "Kamu apa-apaan sih?! Merusak moment bahagia aja. Kamu itu malu—"
"Lo bilang bahagia? Lalu yang gue lihat nangis itu apa?" bentak Fahrian.
Lia menatap Fahrian sekilas, sebelum akhirnya membuang pandangan. "Itu tangis bahagia," jawabnya.
"Gue gak percaya! Lo pikir bisa ngebohongin gue? Mulut bisa berbohong tapi mata gak akan bisa berbohong!" Tanpa sadar Fahrian menbentak Lia keras.
"Kamu gak berhak ikut campur urusanku. Kamu bukan siapa-siapanya aku!!"
"Lia!"
"Amalia!"
Panggilan Fahrian tak digubris. Ia menatap ke arah pesta pernikahan yang cukup meriah ini. Masih ada teka-teki. Apa sebenarnya yang terjadi antara Lia dan cowok itu.
^_^
Revisi : 29/04/2022
Thanks buat para pembaca
jangan lupa like dan CommentnyaYeah... Semakin dekat menuju ending.
Akankah Amalia dan Fahrian bersatu? Siapakah orang yang dilihat Lia dipesta pernikahan?Tunggu kelanjutannya di part selanjutnya.
See you next part 😎
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry and Thanks [TAMAT]
Novela JuvenilSebenarnya yang punya masalah dengan Fahrian, si Ketos itu Dea, tapi kenapa Amalia juga ikutan terseret dalam masalah tersebut. Bahkan lucunya takdir seolah sengaja merancang pertemuan keduanya. Amalia tak mau terlibat masalah dengan Fahrian, tapi...