Selamat membaca 💙^_^
Suasana hati Lia sedang tidak baik pagi ini. Dimulai dari upacara pagi tadi, dihukum karena lupa membawa topi, ditambah dengan terpeleset kulit pisang di tengah lapangan, kejadian yang memalukan.
Begitu selangkah memasuki kelas dan mengucapkan salam. Pak Tedi, guru kimia. Menghentikan penjelasannya begitu melihat kedatangan Lia.
"Telat kamu?" tanya Pak Tedi.
"Bukan, Pak."
"Terus?"
"Saya gak bawa topi, lupa."
Pak Tedi menatap Lia sebentar, sebelum kembali fokus menulis di white board. "Silahkan duduk, lain kali jangan diulangi."
"Baik, Pak," sahut Lia setelahnya ia duduk di kursinya.
Dua jam pelajaran kimia di pagi hari sama sekali tidak dapat dipahami. Semacam masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Pikiran Lia sedang berkelana memikirkan hubungan antara Fahrian dan ayahnya.
"Amalia!!"
Pak Tedi menggebrak meja Lia.
"Ngelamun aja, silahkan kalau mau ngelamun di luar! Sudah kelas dua belas masih aja bandel," ucap Pak Tedi, setelahnya pergi seperti masih kesal dengan sikap Lia.
Bersamaan dengan bel tanda pergantian jam pelajaran, Pak Tedi menjinjing tasnya. "Sampai disini dulu penjelasannya, saya akhiri wassalamu'alaikum."
"Waalaikumsalam."
Tak berselang lama Bu Berta memasuki ruang kelas. Anak-anak yang tadinya mengobrol segera menghentikan obrolannya begitu tahu Bu Berta masuk.
"Hari ini ulangan."
"Hah," seru anak sekelas kompak.
"Iya, berhubung sudah dua bab belum ulangan. Jadi ibu putuskan hari ini ulangan," jawab Bu Berta kalem, tangannya sibuk mengeluarkan setumpuk lembaran soal.
"Kok dadakan sih, Bu!"
"Minggu besok aja, Bu!"
"Yahhh."
"Sudah, ibu kasih waktu lima belas menit untuk menghapal. Silakan."
Lia buru-buru mengeluarkan buku Bahasa Indonesia. Jujur saja Lia belum membaca sesama sekali, lagi pula ulangannya diadakan secara mendadak. Dan Lia bukan tipe murid rajin yang selalu membaca buku pelajaran di rumah.
"Dua bab, yah," seru Bu Berta. Seruan itu membuat sebagian anak-anak sekelas mengeluh dan mendengus.
Satu jam pelajaran diisi dengan ulangan harian. Kebanyakan dari mereka begitu meremehkan pelajaran Bahasa Indonesia. Menurut mereka itu gampang. Tapi, bagi Amalia pelajaran Bahasa Indonesia lumayan menjebak juga. Kalau salah pilih bisa fatal.
"Satu jamnya silahkan kalian rangkum bab 3. Dan tolong Amalia dan Dea simpan kertas ulangannya ke meja ibu. Ibu ada urusan mendadak, wassalamu'alaikum."
"Waalaikumsalam."
Lia dan Dea kompak berdiri menghampiri meja guru di depan. Dea membawa kertas ulangannya, sedangkan Lia membawa kertas soalnya.
___
Diperjalanan setelah dari kantor. Lia dan Dea sempat bingung dengan banyaknya kerumunan di mading depan kelas XII IPA 2. Karena penasaran Lia dan Dea duduk di bangku semen yang ada di depan kelas. Sambil menunggu kerumunan itu bubar.
Sekitar lima belas menit kerumunan itu mulai menipis. Lia dan Dea segera menghampiri mading. Terpampang jelas di sana kertas dengan ukuran A4 menempel di mading. Sebuah poster berisi pengumuman ulang tahun sekolah yang akan diselenggarakan dua minggu lagi.
"Wih, sekarang mah ada dress code-nya," seru Dea antusias.
"Kenapa emang?"
"Yah 'kan tahun kemarin dan sebelumnya belum pernah."
"Dress code-nya binatang yang disukai? Semacam kostum gitu?" tanya Lia bingung, karena meski sekolah di sini, Lia tak pernah mengikuti acara ultah sekolah.
"Iyah, itu di bawahnya dijelasin costum binatang yang disukai, belum pernah ke acara ultah kah?"
"Belum, lagian males juga."
"Yaudah, tahun ini datang, yah. Ingat."
Lia hanya tersenyum menanggapi ucapan Dea.
___
Makan malam kali ini sedikit berbeda. Kenapa? Karena hari ini ibu memasak makanan kesukaan seluruh keluarga. Contohnya, Lia suka semur jengkol. Ayah, suka pecel lele dan ibu suka sayur sop.
Dengan semangat Lia duduk di kursi. Tangan kanannya sibuk mengambil nasi dan semur jengkol. Satu suapan hampir mencapai mulut, sebelum Pak Dika menginterupsi tindakan Lia dengan dehemannya.
"Baca doa dulu."
Lia hanya tersenyum malu. Setelah diingatkan, Lia lalu berdoa. Selesai berdoa dengan lahap Lia memakan makanannya.
Lima belas menit makan malam usai juga. Lia yang penasaran dengan keistimewaan malam ini, bergegas bertanya sebelum sang ibu membereskan makanan yang tersisa.
"Tumben ibu masak banyak?"
"Ouh, itu sebagai ucapan selamat pada ayahmu ini karena sukses dalam proyek perumahan."
Bibir Lia melengkung membentuk senyuman. Meskipun hal ini sudah biasa. Yah, ayahkan seorang arsitek yang pastinya harus sebisa mungkin sukses dalam setiap proyek. Meminimalisir kesalahan.
"Alhamdulillah, ayah dapat gaji lebih karena keberhasilan ayah dalam proyek besar ini," ungkap ayah yang kini sudah pergi menuju kamar.
"Alhamdulillah, biar aku bantu, Bu." Lia membawa makanan yang tersisa cukup banyak itu ke dalam kulkas.
Malam yang menyenangkan. Dan tak semua keluarga menikmati keharmonisan ini setiap saat. Tapi, Lia masih bisa merasakannya. Bahkan Lia merasa beruntung terlahir dari keluarga ini.
^_^
Selasa, 13 Oktober 2020
Revisi : 24/04/2022See you next part 😎
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry and Thanks [TAMAT]
Novela JuvenilSebenarnya yang punya masalah dengan Fahrian, si Ketos itu Dea, tapi kenapa Amalia juga ikutan terseret dalam masalah tersebut. Bahkan lucunya takdir seolah sengaja merancang pertemuan keduanya. Amalia tak mau terlibat masalah dengan Fahrian, tapi...