28. (Berakhir)

424 23 15
                                    


Selamat membaca 💙

^_^

Lia menatap ke arah mini panggung dimana sepasang kekasih halal itu berdiri dengan senyum yang mengembang tiada henti. Kebahagiaan mendominasi pesta ini, begitupun dengan alunan musik syahdu yang menambah kesan di pesta ini.

Tapi, disudut hatinya masih ada rasa kecewa yang teramat dalam, masih ada kata tak rela. Namun, apa yang perlu Lia lakukan lagi? Dia sudah terikat dengan perempuan pilihannya. Dan Lia tidak mungkin merusak kebahagiaannya itu. Sekarang ia paham mengapa dulu sang ibu selalu mewanti-wantinya untuk jangan terlalu berharap pada makhluk-Nya. Jadi, beginilah rasanya berharap lalu dijatuhkan kejurang terdalam.

Tanpa sadar air mata Lia menetes. Diantara beberapa kerumunan yang menonton. Hanya ia yang merasa sesak melihat semua ini. Buru-buru Lia mengusap air mata yang mulai merembes melewati pipi. Ia harus kuat dan harus bisa move on.

Belum selesai Lia menatap dan mengenangnya, sebuah tarikan tangan membuatnya nyaris terhuyung. Ternyata Fahrian pelakunya, Lia sempat memberontak. Namun, Fahrian tak kunjung melepaskan. Dan setelah di luar pesta barulah dia melepaskan pegangannya.

"Kamu apa-apaan sih?! Merusak moment bahagia aja. Kamu itu malu—"

Fahrian memotong pembicaraan. "Lo bilang bahagia? Lalu yang gue lihat nangis itu apa?"

Lia sempat memandangnya sekejap, sebelum akhirnya mengalihkan pandangan. "Itu tangis bahagia."

"Gue gak percaya! Lo pikir bisa ngebohongin gue? Mulut bisa berbohong tapi mata gak akan bisa berbohong!" sentaknya.

Sudut hati Lia semakin tergores akibat sentakannya itu. "Kamu gak berhak ikut campur urusanku. Kamu bukan siapa-siapanya aku!!"

Selepas mengatakan itu, Lia berlari. Meskipun Fahrian memanggil Lia mel
milih mengabaikan. Tapi, ia tetap enggan menoleh ke belakang. Lia hanya merasa tak ada yang benar-benar mengerti dirinya. Mengapa semua laki-laki sama saja?

______

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," jawab Lia.

"Kak tolong bukain pintu," perintah Lia pada Abrisam yang kebetulan akan keluar untuk pindah ke rumah baru bersama istrinya.

"Ada Lia?"

"Oh, ada silahkan masuk!"

"Tunggu gue mau tanya satu hal sama lo?"

"Apa?"

Diam-diam Lia mengintip percakapan  Abrisam dengan Fahrian lewat jendela kaca. Meski tak begitu jelas. Tapi, samar-samar masih terdengar.

"Ada hubungan apa lo sama Lia?"

Lia tersentak mendengar penuturan Fahrian. Apa maksudnya?

"Sebatas teman kecil saja," jawab Kak Abrisam terlihat santai.

Entah kenapa Lia merasakan akan terjadi sesuatu hal buruk. Abrisam yang semula akan pergi ditahan lagi oleh Fahrian. Lia melihat kepalan tangan Fahrian yang penuh emosi. Dengan cepat ia berlari keluar.

"STOP!" teriak Lia kencang, dan hal itu sukses menghentikan tinju yang akan dilayangkan Fahrian ke  Abrisam.

"Kamu kenapa? Ada urusan apa?"

"Gue cuma pengen tahu semuanya. Dan dia termasuk salah satu alasan lo 'kan?"

"Maksudnya?"

Abrisam buru-buru pamit. Lalu pergi, menyisakan Lia dan Fahrian yang berhadapan dalam rentang jarak setengah meter.

"Gue rasa semuanya sia-sia, dan sepertinya gue gak akan mungkin bersama lo kalau hati lo aja masih sama dia."

Lia baru paham kemana arah pembicaraan ini bermuara. "Yasudah, kalau mau menyerah. Menyerah sajalah! Aku juga tidak perlu pusing memikirkan kehadiranmu yang semakin menambah beban."

Fahrian terdiam sesaat. "Begitu yah? Hah, selama ini gue cuma buang-buang waktu aja buat hal gak guna macam ini," kata Fahrian santai disertai kekehan diakhir kalimat.

"Gue beban hidup lo ya? Oh, gue baru sadar ternyata kehadiran gue mengganggu atau bahkan SANGAT mengganggu," ucap Fahrian lagi dengan sorot mata tak terbaca.

Lia tersadar bahwa ucapannya sudah keterlaluan. Padahal sejujurnya ia tidak bermaksud begitu. Tapi, sepertinya cukup sampai di sini saja liku-liku asmara ini.

"Maaf."

Permintaan maaf Lia tak digubris oleh Fahrian. Dia berjalan pergi di guyur hujan yang tiba-tiba datang.

"BRUG!" Lia yang hendak masuk rumah berbalik lagi, sebab penasaran dengan apa yang jatuh. Ternyata Fahrian.

Lia menunggunya. Fahrian menoleh ke belakang setelah berdiri. Dia masih menatap kearah Lia sambil berjalan.

"BRAK." Lagi-lagi tingkah Fahrian membuat Lia menahan tawa. Bagaimana tidak tertawa. Habisnya dia terus menatap ke belakang dan akhirnya menabrak pagar.

"KUCING!" teriak Lia kencang.

Fahrian yang semula berjalan santai, langsung berlari terbirit-birit ke rumah sebrang. Dasar! Memang lucu sekali sikapnya. Tapi masalah asmara ini tak selucu itu.


—TAMAT—

Minggu, 25 Oktober 2020
Revisi : 29/04/2022

Gimana? Puas gak sama ending ceritanya? Atau masih ada sesuatu yang janggal. Masih penasaran sama kelanjutan kisah kasih Amalia dan Fahrian?

Stay terus, yah. Setelah ini akan ada pengumuman penting mengenai cerita Sorry And Thanks

Sorry and Thanks [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang