10. (Jangan Ikut Campur!)

269 25 0
                                    


Selamat membaca 💙

^_^

Sehabis dari perpustakaan untuk mengembalikan buku paket bersama Dea, Lia bergegas berjalan menuju gerbang depan. Setidaknya gerbang depan tidak terlalu padat untuk dilewati. Yah, karena hujan deras beberapa menit lalu ia  jadi terburu-buru untuk pulang. Alasannya, karena takut gak ada angkot.

Di tengah perjalanan menuju gerbang. Tiba-tiba ada sebuah motor yang melintas di samping Lia. Tapi, lebih parahnya motor tersebut melintas melewati lubang yang penuh dengan air kotor. Alhasil Lia berhenti sebentar untuk membersihkan seragamnya. Dan pengendara motor tadi tidak meminta maaf sama sekali.

Lia sampai rumah dengan keadaan seragam kacau. Yah, kotor dan sedikit bau. Masih dengan rasa kesal, setelah membayar ongkos ojek, Lia bergegas melangkah menuju pintu. Tapi, belum juga ia memutar kenop pintu, seseorang tiba-tiba berteriak.

"Lia gue minta maaf!"

Lia memutar badan dan mendapati Fahrian yang juga menatapnya. Meski kesal Lia tetap memaafkannya. Hanya sekedar anggukan sekilas dengan ekspresi wajah hambar.

Tanpa mau tahu kelanjutannya. Lia memilih memasuki rumah. Kejadian yang sungguh mengesalkan.

°°°

"Cari siapa, Om?" tanya Lia melihat seorang pria paruh baya mengenakan setelan jas khas orang kantoran, celingukan di depan gerbang. Wajahnya terlihat familiar.

"Saya mencari anak saya," jawabnya sambil sibuk mengotak-atik ponselnya.

"Namanya? Siapa tahu saya bisa bantu."

Pria paruh baya di hadapan Lia seketika mengangkat wajahnya, yang semula menunduk sibuk dengan ponselnya. "Fahrian, yang saya tahu dia ketua OSIS."

"Sepertinya sedang rapat, Om. Karena sebentar lagi ultah sekolah."

"Anak itu," gumamnya pelan.

Lia merasakan nada ketidaksukaan dari gumaman yang masih bisa terdengar olehnya, walau agak samar. "Fahrian itu tetangga saya, Om," kata Lia lagi, entah kenapa ia hanya ingin sedikit lebih lama mengobrol dengan Pak Deka—Papanya Fahrian.

"Sebelah mana rumahnya?"

"Seberangnya, Om."

Lia kembali memikirkan topik yang pas untuk mengobrol. "Om, apa sedang ada masalah dengan Fahrian? Maaf lancang."

Pak Deka mendengus kasar. "Yah, dia anak yang keras kepala. Dan selalu melawan, saya tahu dia tidak suka dengan kehadiran saya."

Dalam hati Lia bisa menyimpulkan bahwa hubungan antara Pak Deka dan Fahrian tidak begitu baik. Entah apa yang menjadi permasalahannya.

"Tapi saya pernah dengar sendiri, kemarin Fahrian diam-diam mengharapkan kehadiran, Om. Dia ingin meminta maaf tapi masih ragu," jelas Lia panjang. Meski tahu bahwa yang diucapkan murni kebohongan. Tapi, tidak ada salahnya bukan. Bahkan ada sebuah hadits mengatakan, boleh berbohong dalam hal tertentu. Salah satunya mendamaikan dua orang yang berselisih.

"Ngapain papa di sini?" Fahrian memotong obrolan Lia dengan Pak Deka tiba-tiba. Sorot matanya menandakan ketidaksukaan.

"Papa mau jemput kamu."

"Ngak perlu!" Secara tegas Fahrian menolak.

Lia hendak angkat bicara, tapi Fahrian tiba-tiba menuding dengan jari telunjuknya. "Dan lo jangan coba-coba ikut campur urusan gue!"

Selama beberapa menit Lia terdiam, menatap interaksi antara anak dan ayah yang tidak dalam keadaan baik. Rasanya miris sekali. Ingin membantu, tapi sepertinya waktunya belum tepat.

^_^

Senin, 12 Oktober 2020
Revisi : 23/04/2022

See you next part😎

Sorry and Thanks [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang