18. (Salah Sangka)

196 21 4
                                    


Selamat membaca 💙

^_^


Lia memilih tidur usai shalat subuh. Padahal biasanya ia akan beres-beres rumah. Tapi, karena hari minggu, ia hanya ingin beristirahat lebih lama. Sampai suara gorden dibuka sedikit mengusik tidur Lia.

"Lia bangun, Nak. Ayo sarapan." Bu Aisyah menggoyang-goyangkan tubuh putrinya yang hampir keseluruhan tertutup selimut.

"Nanti deh, Bu. Lia malas."

Selimut Lia tiba-tiba disibak hingga jatuh ke lantai. Lia yang sadar selimutnya tak ada mendadak melek. Yah, Lia ini tipe orang yang tidak bisa jauh dari selimut. Sekalinya selimut itu disibak, atau ditarik oleh siapa saja. Lia pasti akan langsung terganggu. Dan tentu saja Bu Aisyah sudah tahu hal itu, sehingga dijadikan senjata untuk membangunkan Lia.

"Bu...," rengek Lia langsung terduduk setelah Bu Aisyah menjauhkan selimutnya.

"Ayo, ih itu Fahrian ...."

Belum sempat Bu Aisyah menyelesaikan kalimatnya, Lia langsung memotong karena sedikit tak percaya dengan ucapan sang ibu. "Lho, dia ngapain?"

"Udah cepet mandi sana!"

Lia bergegas melesat pergi ke kamar mandi. Dalam hati sedikit ada rasa penasaran yang membayangi. Mau apa dia kemari? Setelah melakukan tindakan yang membuat Lia malu? Jangan harap ia bisa melupakan kejadian memalukan itu. Dan jangan lupakan soal Fahrian yang menguncinya di kamar mandi. Mau dia apa sih?

___

Dalam balutan gamis hijau tosca dan kerudung senada, Lia berjalan menuju ruang tamu. Katanya Fahrian menunggu di sana.

Fahrian yang sedang minum teh menyadari kehadiran Lia. Tangannya masih memegang cangkir tapi matanya tak lepas memandang ke arah Lia dengan tatapan ... entahlah sedikit ada kilat kemarahan?

Lia duduk pelan di sofa ruang tamu yang bersebrangan dengan Fahrian. Dengan berani ia memandang Fahrian penuh tanya, tanpa buka suara.

"Assalamualaikum ... hai, Kak." Anggi tiba-tiba muncul dari pintu depan yang tak jauh dari ruang tamu. Senyumnya mengembang.

"Waalaikumsalam," jawab Lia bersamaan dengan Fahrian.

Lia hanya tersenyum simpul. Sampai Anggi duduk di sebelah Fahrian.

Dari sepenglihatan Lia sepertinya Fahrian tak suka dengan kehadiran Anggi. Matanya menatap risih cewek itu. "Cepet ngomong kek." Fahrian bergumam dan sedikit menekankan setiap katanya. Tangannya menggeplak lengan kanan Anggi.

"Sabarlah!" Anggi balas menatap Fahrian dengan mata melotot tajam.

"Ehem, jadi gini, Kak. Si singa di sebelahku ngajak kakak jalan, tapi dasar pengecut aja gak-"

"Ralat, bukan gue, yah. Itu ide si bekicot ini! Lagi pun jalan bertiga," sanggah Fahrian cepat, ia tak mau Lia salah paham.

Alis Lia terangkat. "Jadi?"

"Oh, sorry, Kak. Jadi hari ini yuk jalan-jalan!" ajak Anggi sumringah.

Lia tahu, Anggi emang beberapa minggu kebelakang kadang suka main ke rumahnya. Sekedar cerita tentang Fahrian atau curhat masalah dirinya.

Lia mengangguk. "Oke."

____

Dari semenjak berangkat dengan jalan kaki. Itung-itung joging kata Anggi karena masih pagi. Fahrian dan Anggi tak hentinya adu mulut. Lia yang kebetulan berada di tengah, jadi kesal sendiri. Pasalnya mereka berdebat panjang dengan suara besar.

"DIAM!!"

Keduanya bungkam. Tapi tak berselang lama kembali adu mulut. Entahlah Lia tak tahu masalah apa yang diperdebatkan keduanya. "Kalian bisa diem gak! Kalau gak mending aku pulang lagi aja!" Emosi Lia sudah naik tingkat tinggi.

"Oke, Kak. Maaf, yah," ucap Anggi kemudian setelah menghentikan perdebatannya.

Setelah lama berkeliling komplek. Mereka bertiga duduk di kursi taman komplek. Hanya Lia dan Anggi yang duduk di kursi, sedangkan Fahrian memilih duduk lesehan di bawah sambil meneguk air minumnya yang sempat dibelinya di jalan tadi.

"Aku beli minum dulu, yah!" Anggi beranjak pergi.

Mata Lia menelusuri taman komplek yang tak terlalu luas dipenuhi remaja dan anak-anak yang sedang lari-lari. Sampai kemudian pandangannya beralih begitu Fahrian buka suara.

"Lo cerita apa aja sama Anggi?" tanya Fahrian datar. Pandangannya masih terfokus ke depan.

Dalam hati Lia baru paham maksud Anggi mengajak jalan. Jadi, alasannya ini. "Oh, yah tentang masalah minggu kemarin aja, sih."

Fahrian melempar botol mineral kosong ke tempat sampah yang jaraknya kurang dari satu meter dari tempat ia duduk. "Pantesan, lo niat balas dendam banget, yah," sarkas Fahrian.

"Maksudnya?"

"Gak usah pura-pura. Gue tahu jalan pikiran lo."

Selanjutnya Fahrian berdiri, berbalik menghadap Lia yang masih duduk di kursi. "Lo bakalan nyesel udah ikut campur masalah gue." Fahrian menuding Lia dengan telunjuknya. Lantas pergi.

Tunggu. Lia masih belum bisa mencerna maksud Fahrian? Apa katanya tadi, balas dendam? Bahkan secuil pun ia tak ada niat begitu. Ah, masalahnya semakin runyam saja. Kenapa? Padahal ia hanya ingin membuat Fahrian berdamai dengan papanya? Sesulit itukah?

^_^

Jumat, 16 Oktober 2020
Revisi : 25/04/2022

See you next part 😎

Sorry and Thanks [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang