5. Pengkhianat

3K 206 10
                                    

"Uncle?" tanya Carlise takut-takut.

Lalu Carlise merasakan embusan napas pada lehernya serta sebuah suara rendah yang sangat familier di telinganya yang menjawab, "Akhirnya, aku menemukanmu. Aku merindukanmu, Lise. Sangat."

Untuk sesaat Carlise mematung mendengar suara penuh kerinduan tersebut. Bayangan kenangan masa lalu di mana Daniel yang selalu memperlakukannya dengan sangat spesial dan mengasihinya kembali mengisi benaknya. Daniel memang selalu menjadi orang yang mengerti dirinya. Bahkan lebih daripada kedua orang tua Carlise sendiri. Namun, Carlise mengatupkan bibirnya rapat-rapat saat dirinya teringat dengan kejadian di mana dirinya melihat Daniel berciuman dengan wanita lain. Seketika, dada Carlise pun dipenuhi dengan kemarahan.

Begitu listrik kembali tersedia, Carlise dengan susah payah melepaskan diri dari pelukan Daniel, lalu ia pun menghidupkan lampu kamar dan berteriak, "Andrew! Andrew!"

Tentu saja teriakan Carlise tersebut terdengar begitu bergema di dalam mansion besar yang tengah sepi karena memang semua penghuninya sudah beristirahat. Teriakan Carlise bahkan bisa mengalahkan suara hujan dan guntur yang bersahutan. Membuat Andrew yang kebetulan tengah melakukan sedikit patroli sebelum benar-benar beristirahata, segera berlari menuju kamar utama di mana sang nona muda berada.

"Nona, saya di sini," ucap Andrew sembari terburu-buru membuka pintu kamar. Saat itulah dirinya melihat Carlise yang menangis-nangis, dan berusaha untuk menghindar dari seorang pria yang tampak putus asa menjelaskan sesuatu.

Carlise yang melihat kedatangan Andrew, sang kepala pelayan yang dipercaya Baskara untuk mengurus mansion sekaligus membantunya selama tinggal di Rusia pun segera menatapnya. Carlise menepis kasar tangan Daniel yang masih berusaha untuk berbicara dengannya. Carlise tidak peduli dengan penampilannya saat ini. Ia berusaha untuk menahan isak tangisnya dan menunjuk Daniel dengan semua kemarahan yang ia rasakan.

Sebelum berkata, "Sekarang juga, usir pria ini!"

Andrew tampak cemas melihat kondisi Carlise yang menangis dan kacau seperti ini. Meskipun begitu, dirinya tidak bisa mengabaikan perintah sang nona muda. Ia menatap Daniel dengan tatapan dingin dan berkata, "Anda sudah mendengarnya sendiri, Nona saya tidak menginginkan Anda berada di sini. Silakan Anda pergi dengan cara baik-baik. Sebab jika Anda memaksa untuk tetap di sini, saya yakin jika pengusiran oleh pihak keamanan akan terasa lebih tidak nyaman."

Daniel tentu saja tidak terintimidasi. Hanya saja, Daniel tahu jika tidak ada baiknya ia memaksa untuk tetap tinggal dan berbincang dengan Carlise yang terus saja menangis sekaligus tenggelam dalam emosinya. Daniel sebenarnya ingin tahu dan memastikan sebenarnya apa yang membuat Carlise semarah ini padanya. Hal apa yang membuat Carlise memutuskan untuk pergi tanpa mengatakan apa pun padanya. Carlise bahkan pergi tepat setelah dirinya mendapatkan lamaran darinya.

Daniel pun meraih helaian rambut Carlise dan mengecupnya sebelum berkata, "Selamat malam, Lise. Besok, aku akan kembali."

Setelah mengatakan hal tersebut Daniel pun melangkah pergi dengan diiringi seruan, "Aku tidak ingin bertemu denganmu lagi! Jangan pernah kembali!"

Namun tentu Daniel tidak mendengarkan seruan tersebut dan tetap pergi bersama dengan Andrew yang memimpin jalan untuk ke luar dari sana. Daniel menatap tajam punggung Andrew yang berada di hadapannya. Saat sudah jauh dari kamar Carlise, barulah Daniel berkata, "Aku tidak senang dengan tingkahmu ini, Andrew. Kau seharusnya tidak muncul dan mengganggu rencanaku."

Andrew yang mendengar hal itu sama sekali tidak menghentikan langkahnya. Namun ia menjawab, "Tuan, Anda sendiri yang berkata bahwa saya harus melayani Nona Carlise dan memastikan ia aman. Dengan jeritan histeris yang saya dengar tadi, apa Tuan pikir saya bisa tinggal diam saja? Sepertinya Anda masih terlalu emosi hingga tidak bisa berpikir dengan jernih."

The Hottest UncleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang