Warn, typo in everywhere
Jangan lupa untuk vote⭐d o u b l e A
E I T H E R D E A T H O R L I F E
•
•
•Langit menggambarkan bahwa hari telah petang. Sebentar lagi malam akan tiba. Bulan akan meduduki langit sedangkan matahari lelah akan tugas mengawasinya. Miki saat ini berada di sebuah pemukiman warga, ia berhenti di sebuah toko makanan berupa ramen. Sebenarnya Miki itu maniak ramen sejak ia hidup di dunia ini. Terkadang juga Miki membeli makanan berupa tareyaki, sushi, udon dan onigiri.
Berbagai makanan telah ia makan, walau rasanya kurang enak dari masakannya sendiri ia tetap menghargai sajian makanan tersebut. Sewaktu ia di siksa dan berada di tempat eksperimen, sekedar makan dan minum saja ia susah dan sekarang dirinya tak mungkin tidak mensyukuri berbagai makanan yang bisa ia coba.
Miki juga beberapa kali melihat beberapa orang tua membawa anaknya untuk menghabiskan waktu bersama. Jujur saja Miki melihat hal itu hanya bisa menyunggingkan senyum sendu dan menggenggam erat batu giok berupa penyimpanan abu Yoriichi di pinggangnya.
Aroma iblis kuat tiba-tiba tercium. Miki segera mengubah ekspresinya menjadi tenang namun sorot matanya menjadi serius. Hidungnya berkedut mengendus aroma iblis yang tercium tidak hanya satu iblis melainkan enam. Terlebih bau iblis ini sedikit berbeda. Lebih kuat dari iblis yang ia temui selama ini.
Segera Miki berlari mencari asal aroma iblis tersebut. Bau itu berasal dari hutan lebat. Miki bukannya takut ia malah terus berlari memasuki hutan lebat tersebut sambil menyiapkan pedang nichirin miliknya yang kini telah memanjang dan siap digunakan.
Samar-samar Miki mendengar suara pedang beradu dengan serangan iblis. Bisa Miki pastikan bahwa ada pertarungan antar pemburu iblis dengan iblis itu sendiri. Miki memelankan langkah kakinya dan memilih menonton di atas dahan pohon. Ia juga menghilangkan hawa keberadaannya, sehingga pemburu iblis itu dan keenam iblis tidak menyadari keberadaannya.
Gadis bersurai summer itu memfokuskan penglihatannya kepada para iblis tersebut. Benar saja ada sebuah angka di antara mata mereka. Bisa Miki tebak bahwa mereka adalah lowermoon. Walau tidak sekuat Bulan Atas mereka masih berbahaya, itulah yang ia ingat saat membaca buku tentang Kimetsu no Yaiba.
Lalu kedua wanita yang ia lihat sedang bertarung melawan keenam iblis itu memiliki aura yang kuat. Miki menganggap mereka adalah Pilar. Karena mana mungkin pemburu iblis biasa memiliki aura seperti itu terkecuali dirinya yang menjadi pemburu iblis bayangan.
"Menyerahlah! Kalian tidak akan bisa menang dari kami." Salah satu iblis bulan bawah nomor tiga berbicara pada dua Pilar tersebut.
"Tidak akan! Kami tidak akan pernah menyerah melawan iblis seperti kalian! Banyak anak-anak kehilangan orang tuanya dan banyak orang-orang yang juga kehilangan orang yang mereka sayangi dan itu karena kalian." Seorang gadis berpakaian pemburu iblis dengan haori bercorak kupu-kupu.
Miki seperti mengenal wajah gadis itu dan pakaian serta jepit rambut berupa kupu-kupu tersebut. Miki segera mengeluarkan buku kecil miliknya di mana gambar wajah para tokoh Kimetsu no Yaiba berada. Beberapa kali ia membolak-balikkan halaman, mencari wajah yang serupa dengan gadis Pilar tadi.
Sedangkan di pertarungan sengit itu, keenam iblis yang mendengar ucapan salah satu Pilar itu tertawa mengejek. Kedua Pilar itu kini penuh dengan luka di tubuh mereka dan beberapa darah merembes dari pakaian mereka dan jatuh ke tanah, namun mereka masih berdiri kokoh sambil mengacungkan pedang mereka ke arah keenam iblis tersebut.
"Kami berenam adalah Bulan Bawah dan kalian hanya berdua, walaupun kalian Pilar sekalipun kalian akan kelelahan menghadapi kami sedangkan kami akan terus menyembuhkan diri dengan cepat tidak seperti kalian." Sang lowermoon lima menyunggingkan senyum merendahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Either Death or Life (reverse harem); Kimetsu no Yaiba
FanfictionTamura Miki adalah seorang anak yang dijadikan kelinci percobaan oleh Panti Asuhan yang merawatnya sejak kecil. Tubuhnya yang ringkih dimasuki beberapa jenis obat-obatan olen para pria berjas putih. Hidupnya hampa, bagaikan langit malam tanpa Bulan...