Warn, typos in everywhere
Jangan lupa untuk vote⭐d o u b l e A
E I T H E R D E A T H O R L I F E
•
•
•
So, sorry. Aku mengalami kejadian tidak menyenangkan yang menimpa ponselku. Wait until 90 votes for next. Thank you and fighting.Miki berjalan dengan tatapan kosong. Ia hampir menebas salah satu pelayan setianya. Ia hampir membabat habis kediamannya sendiri. Ia hampir menghancurkan segalanya. Kenapa dirinya begitu bodoh? Padahal hanya kilas balik, tapi, kenapa dirinya begitu kesal? Apa karena wajah orang itu yang terlihat menyesal? Atau karena terbesit perasaan lain pada hati gadis tersebut. Miki tidak tahu intinya. Gadis itu kesal dengan dirinya sendiri karena tidak telaten dalam menjaga keluarganya.
Kedua kakinya membawa gadis tersebut pada pohon wisteria. Saat siang hari pantulan cahaya yang menerpa bunga sangat cantik. Menjadikannya bagai kilauan berlian. Netra elemen miliknya menangkap seorang pria yang tengah berdiri tidak jauh dari tempatnya berdiri. Ia hampir terkecoh sebelum wajah sang pria menoleh dengan tatapan hangat. Lagi-lagi, hawa kupu-kupu berterbangan terasa di perut sang gadis.
Obsidian hijau muda orang tersebut menatap Miki dengan penuh kelembutan. Anak tertua dari Tokito bersaudara itu tersenyum ke arah Miki. Sedangkan, sang gadis, ia hanya menunduk guna menutupi semburat panas yang menjalar di pipinya. Perlahan namun pasti, Yuichiro menghampiri Miki. Sebelah tangannya mengangkat dagu gadis bermanik elemen. Dari dagu beralih pada pipi sang gadis yang terasa hangat di telapak tangannya. Kedua obsidian berbeda itu saling bersibobrok.
"Senang melihat matamu kembali." Yuichiro berkedip takjub. "Maaf, kemarin hanya adikku yang datang."
Miki membuang wajahnya ke samping. Ia tidak bisa menatap wajah Yuichiro lama. Bibirnya kelu untuk sekedar membalas permintaan maafnya. Gadis itu sedikit bingung, bagaimana mengekspresikan perasaannya sendiri. Ia sangat bersyukur. Setidaknya dari semua orang, gadis bersurai hitam dengan model twintail tidak lupa hairpin kupu-kupu sangat mengerti dirinya.
Ia meneguk salivanya perlahan. Membasahi bibir bagian bawah. "Tidak apa."
Selanjutnya hanya keheningan yang terjadi. Ingin rasanya gadis itu menghela napas karena sudah sering mengalami hal seperti ini. Keheningan juga canggung antar sesama seperti sudah berteman dengan dirinya.
"Kau sering datang ke sini?" Tanya Yuichiro membelah keheningan.
Miki terdiam. Ia sedikit bingung memulai percakapan. Gadis itu menatap pohon wisteria yang bergoyang karena ulah angin. Cahaya matahari muncul malu-malu dari sela dahan pohon tersebut. "Tidak juga."
"Aku sering datang ke sini disaat aku sedang rindu dengan seseorang." Pria bersurai hitam dengan gradasi mint termenung melihat bunga yang mekar disetiap dahan.
Miki mencabut satu bunga dari tangkai. Memerhatikan dengan rinci struktur dari bunga tersebut. Warna ungunya sangat memanjakan. Bunga terunik yang pernah ia lihat. Sebelumnya juga, ia pertama kali bertemu dengan Muichiro secara resmi di bawah pohon wisteria dengan sedikit pantulan rembulan. Ia tersadar bahwa keduanya berbeda. Awan dan bulan. Hal itu membuat perasaannya geli.
"Lalu, kau sedang rindu dengan siapa?" Tanya Miki tanpa sadar.
Yuichiro berhenti memandang pohon. Memalingkan wajah ke arah Miki dan tersenyum. Tangannya terkepal. Tekadnya sudah bulat untuk saat ini dan kapanpun. "Aku merindukanmu." Ia mengambil tangan Miki lalu digenggam. Surai Yuichiro berayun indah bersamaan bunyi gemerisik dari tangkai yang saling bergesekan. "Hari ini dan sampai kapanpun, aku akan melindungimu, Tamura-san."
Air mata mengalir begitu saja dari dua bendungannya. Miki tidak merasa sedih ataupun bahagia. Entah kenapa, air matanya mengalir sendiri. Ia berusaha menghentikkan aliran tersebut. Anehnya, air mata yang keluar susah sekali untuk dihentikan. Semakin lama mengalir, dadanya semakin sesak. Dirinya tidak mengerti perihal perasaan. Gadis itu kira tubuh serta jiwanya telah hampa, nyatanya tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Either Death or Life (reverse harem); Kimetsu no Yaiba
FanficTamura Miki adalah seorang anak yang dijadikan kelinci percobaan oleh Panti Asuhan yang merawatnya sejak kecil. Tubuhnya yang ringkih dimasuki beberapa jenis obat-obatan olen para pria berjas putih. Hidupnya hampa, bagaikan langit malam tanpa Bulan...