MidoTaka-3

276 51 19
                                    

Catatan:
Semua karakter KnB BUKAN milik Author. Typo PASTI akan bertebaran dan OOC kemungkinan besar akan terjadi.

Happy reading!
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Kamu kenapa, sih-nanodayo?"

Mendengar pertanyaan pacar bersurai hijaunya itu mendelik kesal, "MENURUTMU?!"

"Itu sudah 2 hari yang lalu, Takao!" gerutu Midorima. "Setidaknya berhenti kesal-nanodayo. Aku tidak mau pulang ke Jepang dengan membawa oleh-oleh berupa lebam, cakaran, dan sabetan-nanodayo!"

"KOK KAMU NGOMONG SEOLAH AKU MAU NGEBUNUH KAMU, SIH?!"

Helaan nafas terdengan untuk kesekian kalinya. Midorima melepat kacamatanya sebelum memijat pangkal hidung dan mengusap wajah kasar. Sepertinya laki-laki itu sudah bingung bagaimana cara menghadapi sang pacar yang sekarang masing mencak-mencak dan dalam mode 'senggol bacok'.

Masalahnya, saat ini mereka berada di cottage yang sama. Kan, bisa gawat kalau-kalau pacarnya itu ngamuk tiba-tiba atau berulah di malam hari. Bisa-bisa nyawanya melayang.

"Bukan begitu-nanodayo," jelas Midorima menggunakan nada selembut mungkin, berharap bisa berbicara tanpa teriakan yang memekakkan telinga dari Takao yang kini tengah menendangi bar counter di area mini kitchen. "Takao, duduk sebentar dan tenangkan dirimu-nanodayo."

Tubuh laki-laki bersurai hitam itu menegang ketika sang pacar bersurai hitam itu memelototinya. Seperti elang yang sedang memelototi lawannya.

"Jangan memelototiku seperti itu-nanodayo," kata Midorima. "Duduk dulu-nanodayo."

"GAK USAH SOK PEDULI!!!"

Hahh...

Midorima mengusap-usap kupingnya yang sudah berdenging sejak kemarin. Kasihan sekali kupingnya itu. Sudah diteriaki setiap saat, di mana saja, bahkan sebelum tidur saja teriakan Takao menjadi lagu pengantar tidurnya.

Bahkan, tapi pagi entah kenapa dan bagaimana bisa Takao bangun duluan. Pacarnya itu tiba-tiba membangunkannya. Bukannya dengan lembut, tapi dengan gedoran dan tendangan tak bersahabat di pintu kamarnya. Midorima sampai takut kalau-kalau pintunya jebol.

"Takao, berhenti berteriak-nanodayo," kata Midorima. "Nanti suaramu habis-nanodayo."

"GAK USAH SOK PEDULI! PALINGAN NANTI JUGA PERGI SAMA TUH CEWEK-CEWEK, KAN?!"

Midorima mengusap wajahnya, "Enggak-nanodayo. Aku akan di cottage seharian dan bermain hp atau membaca buku-nanodayo."

Takao berkacak pinggang, memandangi Midorima dengan ganas. "HALAH! PALINGAN PAS MAKAN SIANG ATAU MALEM KETEMUAN, KAN, DIEM-DIEM! LAKI-LAKI EMANG ENGGAK BISA DIPERCAYA."

"Kamu, kan, juga laki-laki nanodayo." gumam Midorima.

"HAH?! KAMU NGATAIN AKU ENGGAK BISA DIPERCAYA JUGA?!"

Karena tidak mau memancing amarah elang betina yang lagi ngamuk dengan emosi macam cewek lagi PMS, Midorima buru-buru menggeleng. Lebih baik dia tidak memancing amarah pacarnya lagi kalau tidak mau didorong ke laut dari bagian belakang cottage.

"Ok, kamu bukan laki-laki yang tidak bisa dipercaya-nanodayo," sambung Midorima. "Puas-nanodayo?"

"HAH?! KAMU NGATAIN AKU BUKAN LAKI-LAKI?! JADI, MENURUTMU AKU PEREMPUAN GITU?"

"Maunya apa sih-nanodayo?!" gerutu Midorima dalam hati. Mana berani dia ngomong langsung. Bisa-bisa meja kaca di depannya ini melayang.

Takao menggebrak meja, membuat Midorima tersentak dan langsung memasang posisi was-was alias bersiap untuk kabur.

"KAMU PASTI NGOMONG 'MAUNYA APA SIH' DI DALAM HATIMU KAN?!"

Ternyata, Takao peka lagi marah ya. Midorima buru-buru menggeleng.

"Kok, pekanya kalo lagi marah ya-nanodayo," batin Midorima. "Makin bahaya-nanodayo."

"KAMU NGATAIN AKU GAK PEKA?!"

"Bukan gitu-"

"AAH! MALES AH! SANA SAMA CEWEK-CEWEK ITU! SHIN-CHAN BODOH!"

***

Takao membanting pintu cottage sekeras mungkin. Dia melangkah terburu-buru tanpa tujuan. Langit memang sudah menggelap, matahari juga sudah mau terbenam.

Seharusnya sebentar lagi dia dan Midorima akan pergi ke gazebo besar untuk makan. Tapi, rasanya dia akan emosi lagi kalau tidak menyendiri terlebih dahulu.

Takao tahu dia seharusnya dia marah-marah pada Midorima. Takao tahu dia seharusnya bicara baik-baik pada Midorima. Inilah kelemahannya. Dia tidak bisa mengontrol emosinya, apalagi kalau sudah menyangkut keluarga dan pacar.

Laki-laki bersurai hitamnya itu menghempaskan diri ke kursi. Mengacak-acak rambutnya. Dia mengacaukan segalanya. Liburannya. Hubungannya. Segalanya.

Dia mengacaukannya sama seperti dulu. Akhirnya dia hanya menyakiti orang yang dia sayangi. Seperti dulu.

10 menit berdiam diri.

Pesan masuk membuyarkan suasana hening itu.

Shin-chan
|Kamu di mana-nanodayo?
|Ini sudah waktu makan malam-nanodayo.
|Apa kamu dalam masalah-nanodayo?

Takao menghembuskan nafas kasar. Sepertinya dia harus meminta maaf pada Midorima. Dia sudah berlaku kasar dan meneriakinya.

Langkahnya terasa semakin berat ketika dia semakin dekat ke arah gazebo itu. Segala pikiran negatif memenuhi pemimirannya. Bagaimana kalau dia tidak dimaafkan? Bagaimana kalau Midorima memutuskan hubungan mereka?

Langkahnya terhenti ketika melihat Midorima di tengah cewek-cewek itu. Tangannya terkepal di dalam saku. Dia tahu dia harus membicarakan ini dengan Midorima.

Dia tahu, tapi emosinya sudah mulai memberontak.

Laki-laki itu tersentak ketika beberapa gadis bertemu pandang dengannya. Ingin sekali dia menonjok atau menendang wajah gadis-gadis yang kini menyeringai kepadanya.

Merasa kalau emosinya akan keluar, Takao buru-buru menuju kamar mandi untuk memasuh wajahnya dan berbicara sendiri di depan cermin. Meyakinkan dirinya kalau dia harus bicara pada Midorima, bukan langsung mengomel.

Dia keluar dari kamar mandi dan kaget ketika mendapat 2 gadis dari kelompok itu. Dengan setengah hati, Takao mengulas senyum. Sebisa mungkin menciptakan senyum lebar, bukannya seringai aneh.

"Ini toilet cowok, ada keperluan apa?"

Gadis yang memiliki rambut pirang yang dicepol satu menyeringai ala-ala antagonis di sinetron picisan yang sering ditonton ibu tirinya.

"Bisa bicara, Pacar bar-bar?"

to be continued

Terima kasih sudah membaca. Jangan lupa tekan bintang dan berkomentar!

See you next chapter!

Summer SeasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang