MidoTaka-5

275 56 20
                                    

Catatan:
Semua karakter KnB BUKAN milik Author. Typo PASTI akan bertebaran dan OOC kemungkinan besar akan terjadi.

Happy reading!
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Seharian Takao menghindari Midorima. Dia pergi sebelum Midorima datang dan pulang duluan. Niatnya malam ini adalah mengganggu momen romantis Leta, alias tidur di cottage temannya itu dengan alasan tidak mau memperkeruh suasana hubungannua dengan Midorima.

Takao berlari sekencang mungkin menuju cottage Leta. Dia tahu dirinya pasti hanya akan meneriaki pacarnya kalau-kalau mereka bertemu. Dirinya yang tidak mau membuat situasi semakin runyam, akhirnya hanya bisa mengungsi ke cottage Leta.

Dia membuka pintu langsung tanpa mengetuk. Menjerit ketika salah satu buku tebal mengenai sastra kuno terlontar ke arahnya dan berakhir menghantam lantai, menimbulkan suara keras yang membuat kuping pemuda yang baru masuk itu berdengung.

Suara dingin dan datar terdengar. Takao sudah tahu suara siapa itu, Leta. Sepertinya gadis itu sedang marah, "Apa itu, Kei?"

"Aku... tidak tahu..." gumam Kei. "Aku ingat waktu itu aku minum. Aku sadar di gazebo terdekat. Sungguh, aku tidak ingat."

Takao mematung. Menonton pertengkaran rumah tangga di hadapannya itu. Tampak Leta yang tengah duduk sambil melipat tangan di depan dada. Sedangkan laki-laki di hadapannya sedang dalam pose meminta maaf alias berlutut di lantai.

"Kei, kamu serius kamu tidak bohong?"

Kei mengangguk, "Aku tidak bohong."

Pemuda bersurai hitam yang masih menonton drama itu berjengit ketika Leta menjitak dahi laki-laki yang masih berlutut itu. Yang paling membuat nyeri adalah suara yang ditimbulkan. Mendengarnya saja Takao sudah tahu kalau rasanya pasti amat sangat menyakitkan.

"Kamu sedang apa di situ, Pengungsi?"

Mendengar sebutan Leta, Takao cemberut. Masa dia sebut pengungsi, "Siapa yang kamu sebut pengungsi?"

"Laki-laki bernama Takao Kazunari yang saat ini sedang berdiri di depan pintu cottage-ku memakai pakaian tidur imut ala-ala cewek sambil memeluk boneka beruang super besar dan bantal serta guling." jawab Leta panjang lebar.

"Aku bukan pengungsi!"

Leta menyengir, "Lalu apa? Tunawisma? Sudahlah! Kenapa kamu di sini?"

"Mau nginep." jawab Takao cepat.

Kei bangkit sambil mengusap-usap dahinya yang kini memiliki bekas merah yang tampak jelas di kulit pucatnya. Takao memandang miris ke arah kedua kaki laki-laki itu yang bergetar, sepertinya dikarenakan berlutut terlalu lama.

"Kenapa? Masalah foto itu?" tanya Kei. "Bukannya lebih baik kalau kamu membicarakannya?"

Duk!

Leta mendelik ke arah laki-laki di sebelahnya, "Biarkan saja. Jauh lebih baik seperti ini ketimbang Pengungsi itu meneriaki Kepala Lumut semalaman penuh. Kamu boleh menginap di sini, tapi jangan terlalu lama."

Laki-laki yang tangannya penuh oleh benda-benda itu menghembuskan nafas lega, "Terima kasih."

Kei mengulas senyum, "Kamu boleh tinggal di kamarku."

"Eeh?! Masa dia sekamar sama kamu. Aku aja gak pernah~"

Laki-laki yang baru dijitak itu mengacak rambut satu-satunya perempuan di situ, "Aku gak mau dia sekamar sama kamu."

"Ya... suruh Takao tidur di sofa aja."

"Heh! Kejam banget!" seru Takao tidak rela. Masa cowok seimut dirinya disuruh tidur di sofa. Tega!

"Sudahlah... cuma sebentar ini," kata Kei. "Bawa barang-barangmu. Kutunjukkan kamarku."

***

"Aku balik, ya. Terima kasih sudah memperbolehkanku menginap."

Leta mengangguk, "Semoga hubunganmu membaik."

Takao mengangguk. Dia membawa semua barang-barangnya dengan susah payah menunu cottage-nya. Sudah 2 hari dia tidak balik. Perasaannya juga sudah lebih tenang, selama tidak disulut lagi saja.

Saat ini, menurutnya dia sudah siap untuk berbicara dengan Midorima. Apa dia akan berteriak? Atau baik-baik? Takao sendiri juga tidak tahu. Saat ini, dia memilih untuk pasrah saja. Apapun yang terjadi nanti, dia akan menerimanya.

Selesai di sini... atau berlanjut...

Midorima pergi... atau tetap tinggal...

Apapun itu, Takao cuma menerima saja.

Dia mematung di depan pintu cottage. Memperhatikan pintu kayu di hadapannya. Tangannya mencengkeram gagang pintu. Pikirannya dipenuhi aneka macam pertanyaan.

Apakah dia sudah siap?

Apakah dia akan rela akau ditinggal pergi?

Apa dia akan bisa mengontrol emosinya?

Bagaimana dirinya kalau nanti ditinggal pergi?

Apa dia akan hancur? Atau baik-baik saja?

Apa dia akan sanggup melihat Midorima bersama cewek lain? Bermesraan di depannya?

Semua pikiran itu benar-benar membuat kepala Takao sakit. Dia tahu dia harus menyelesaikan masalah ini saat ini. Dia tahu dia hanya bisa pasrah menerima apapun hasilnya nanti.

Takao menghembuskan nafas, memejamkan mata. Mengosongkan pikirannya, berharap bisa membantu agar dia tetap tenang. Setelah merasa tenang dan siap, pemuda itu mendorong pintu.

Laki-laki itu menjerit ketika melihat Midorima berdiri di depannya. Memandanginya. Seolah sudah tahu kalau Takao akan masuk.

"Um... eto... Hai?"

Grep!

Tubuh Takao menegang ketika tiba-tiba pemuda bersurai hijau itu memeluknya erat-erat, "Kamu kemana saja-nanodayo? Aku mencarimu, Bakao!"

"Shin-chan..."

"Maaf aku tidak balik saat itu," gumam Midorima. "Aku... aku... aku... tidak ingat apapun-nanodayo. Tiba-tiba saja aku bangun di gazebo-nanodayo."

"Shin-chan... aku mau bilang..."

Brak!

Kedua laki-laki yang sedang berdiri dengan jarak yang amat sangat dekat itu menoleh ke arah pintu yang tiba-tiba terbuka. Di ambang pintu, tampak Kei yang berdiri mematung dengan pakaian yang belum diganti sejak bangun tidur, di tangannya ada dua piring berisi makanan yang sepertinya tadi sedang dimasak Leta.

"Ups... aku... masuk di waktu yang salah ya?"

to be continued

Terima kasih sudah membaca! Jangan lupa tekan bintang dan berkomentar.

See you next chapter!

Summer SeasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang