MidoTaka-4

280 53 14
                                    

Catatan:
Semua karakter KnB BUKAN milik Author. Typo PASTI akan bertebaran dan OOC kemungkinan besar akan terjadi.

Happy reading!
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Takao meringis ketika punggungnya menghantam batang pohon yang pastinya keras. Aduh! Punggungnya pasti penuh dengan lebam. Namun, yang jauh dia khawatirkan adalah cewek-cewek di depannya ini.

Kalau cewek-ceweknya seperti anak-anak kalem di kelasnya, sih, Takao masih berani. Lah, ini cewek-cewek sama bar-barnya kayak Leta. Gimana Takao enggak mau khawatir?

Takao mengusap tengkuknya, "Ada apa sampai kamu menarikku ke sini?"

"Kamu pacar laki-laki itu?"

Helaan nafas terdengar dari Takao. Dia tidak tahu ternyata dia terjebak di situasi macam sinetron ini, "Kalo iya kenapa dan kalau enggak kenapa?"

Seorang gadis dengan surai coklat yang digelung longgar mengulas senyum ala-ala orang ketiga, "Kalau iya, kami akan bilang siap-siap saja."

Merasakan ada ancaman, Takao otomatis menyipitkan mata. Dia memandang tajam ke arah dua gadis yang mengulas senyum yang mirip. Kedua tangannya terkepal di kedua sisi tubuhnya.

"Maksudmu?" desisnya.

"Dengar, ya, kalian kan baru pacaran. Jadi, pasti kemungkinan selingkuhnya besar dong. Lagian, kamu kan cowok. Masa, sih, pacarmu tidak tertarik sama cewek-cewek di sini."

Kepalan kedua tangan laki-laki bersurai hitam itu semakin erat, dirinya tidak akan kaget kalau-kalau akan melihat luka di telapak tangannya.

Takao tahu kalau cewek-cewek di sini cantik. Dia tidak bisa membantah soal rasa tertarik seorang laki-laki kepada perempuan.

"Pacarku tidak seperti itu." gumam Takao.

"Benarkah? Sepertinya kamu mengatakan itu bukan untuk kami, tapi untuk dirimu sendiri. Benar, kan?" kekeh si gadis pirang itu.

"Siap-siap saja ya~ Ah! Atau kamu mau bergabung dengan kami juga?"

Kekehan kedua gadis itu masih terdengar. Walaupun mereka sudah berjalan cukup jauh, tapi kekehan itu masih memenuhi pikiran Takao dalam artian mengesalkan alias membuat emosi.

Untuk melampiaskan emosinya, Takao menendangi pohon di delannya tanpa ampun. Bodo amat kakinya sakit atau luka. Selama emosinya bisa membaik, dia akan melakukan apapun.

Laki-laki bersurai hitam itu mengusap wajah kasar. Dia menjambaki rambutnya sendiri. Dia tahu seharusnya tidak mudah terpancing oleh hasutan j*l*n* itu. Tapi, apalah daya dirinya yang emosional ini.

"Gomen, Shin-chan."

***

"Takao, kamu kenapa-nanodayo?"

Mendengar pertanyaan penuh nada khawatir yang berusaha ditutupi itu, Takao mematung. Dia mendongak, memandangi pacarnya yang sudah balik ke cottage duluan.

Takao menanggalkan sandal dan beranjak ke kamarnya tanpa menjawab pertanyaan Midorima. Dia tidak yakin bisa mengontrol ucapannya di saat emosinya masih belum terkontrol seperti ini.

"Aku tidak apa-apa, Shin-chan. Aku lagi tidak enak badan, aku istirahat duluan ya."

Midorima menghela nafas, "Baiklah-nanodayo. Jangan tidur dulu, aku akan bawakan makan untukmu-nanodayo. Jangan berbohong dengan bilang kalau kamu sudah makan-nanodayo. Aku tahu kamu belum makan-nanodayo."

"Arigato, Shin-chan."

"Hm..."

***

Sepertinya, pantai menjadi tempat yang amat sangat Takao benci.

Lagi-lagi Midorima direcoki cewek-cewek itu. Namun kali ini lebih parah. Pacar bersurai hitamnya itu kini telah diseret menjauh. Ingin sekali Takao mengumpati cewek-cewek itu. Namun, yang terngiang di benaknya bukan umpatan yang akan dia gumamkan. Melainkan perkataan cewek-cewek itu di malam yang begitu emosional yang baru dia lewati beberapa hari lalu.

"Huft... tenang, Takao. Jangan emosi..."

Takao berjalan dengan tenang menuju kedang limun dingin. Lebih baik dia menyegarkan dirinya terlebih dahulu sebelum pergi mencari kegiatan lain agar dia bisa melupakan kekesalannya. Lagian menurutnya, Midorima tidak akan balik dalam waktu dekat.

Menunggu pacarnya itu hanya akan meningkatkan emosinya.

Takao nyaris menjambakki rambut gadis pirang itu yang kini duduk di depannya tanpa dosa, menunggu pesanannya. Ingin rasanya Takao pindah tempat duduk, tapi sepertinya keberuntungan tidak ada di pihaknya. Semua kursi tunggu penuh hingga dia tidak bisa pindah duduk.

"Gimana? Menarik kata-katamu soal pacarmu tidak akan bermain di belakangmu?"

Tangan Takao otomatis terkepal. Dia masih belum melupakan apa yang mereka katakan pada malam itu, bukannya belum tapi tidak bisa.

"Enggak, tuh. Aku lebih tahu dia seperti apa."

"Lihat saja nanti~"

Gadis itu bangkit ketika pesanannya siap. Takao risih ketika gadis itu menepuk bahunya dengan senyuman yang terbilang... aneh.

"Selamat menikmati, Tuan~"

***

Unknown
|sent picture
|Penasaran kemana pacarmu tadi malam?
|sudah kuberi tahu ya~

Takao memelototi foto Midorima yang tampak... mabuk? Bersama gadis-gadis itu. Laki-laki itu semakin kaget ketika melihat dua tangan di dua sisi foto yang berbeda. Satu memakai cincin couple yang sama dengan yang waktu itu dibeli Leta, dan satunya lagi memakai cincin mahal yang sepertinya... cincin tunangan?

Saking kesalnya, Takao membanting ponselnya ke kasur. Ya... kalau dia orang kaya sih pasti dibanting ke lantai.

Takao tidak bisa mengelak kalau dia memikirkan perkataan itu. Melihat foto itu membuat perkataan j*l*n* di malam itu kembali diputar ulang.

Saat ini, emosinya bercampur aduk. Marah. Sedih. Kecewa. Begitu tercampur menjadi satu, sampai dia sendiri tidak tahu emosi apa yang mendominasinya saat ini.

Air mata mengalir di pipinya. Takao mengusapnya sambil sesenggukan. Satu hal yang dia pertanyakan.

Itu air mata marah atau sedih?

to be continued

Terima kasih sudah membaca. Jangan lupa tekan bintang dan berkomentar.

See you next chapter!

Summer SeasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang