Thea terbangun dari tidurnya karena merasa haus, melihat jam baru menunjukan pukul 10 malam mengingat ia tertidur ketika masih sore. Mengambil gelas di nakas tetapi airnya kosong yang membuatnya mau tak mau harus mengambil ke dapur.
Dengan malas Thea berjalan ke arah dapur, mengambil air lalu meneguknya hingga abis.
"Jeffrey kemana?" Tanya Thea pada salah satu maid.
"Ada di ruang kerjanya, tapi jika master ada disana tak boleh satupun yang mengganggu." Ujarnya Thea pun mengangguk meskipun tak peduli.
Thea pun kembali ke atas, dia bosan dengan kegiatan yang itu-itu saja seperti tidur makan dan nonton tv sama sekali tak ada yang seru.
Akhirnya Thea memutuskan untuk mengintip ruang kerja Jeffrey, karena Jeffrey harus bertanggung jawab dengan kebosanan Thea.
Ruangan Jeffrey ada di satu lantai diatas kamar yang Thea tempati, kuping Thea menempel di pintu Jeffrey tapi dia tak bisa mendengar apa-apa.
Tiba-tiba pintu terbuka menampilkan Jeffrey dengan kaos hitamnya, Thea tersenyum polos sambil menggaruk pelipisnya.
"Ada apa?" Tanya Jeffrey yang masih berdiri di depan pintu.
"Aku bosan." Ujar Thea, Jeffrey menghela nafasnya.
"Masuk." Thea tersenyum dan menerobos masuk ruangan Jeffrey, ruangan bercat putih yang berisikan laptop, komputer, dan tumpukan kertas.
Thea melihat layar cctv yang menunjukan kegiatan orang-orang di luar ruangan ini, semuanya di pantau oleh Jeffrey yang buat sulit keluar dari rumah ini.
"Jeff aku mau damai." Jeffrey mengerutkan keningnya saat mendengar ucapan Thea.
"Iya damai, aku cape berantem sama kamu." Jeffrey menghela nafasnya.
"Kan kamu yang selalu mulai." Celetuk Jeffrey.
"Kalo kamu ga mancing-mancing juga aku gak akan marah."
Jeffrey hanya menghela nafasnya pasrah karena wanita tak pernah salah.
"Oke janji yah gak akan bikin marah." Thea mengacungkan jari kelingkingnya.
"Apa?" Tanya Jeffrey heran.
Thea menarik tangan Jeffrey dan mengaitkan kelingkingnya dengan kelingking Jeffrey.
"Kita damai." Lalu menempel jempolnya.
Thea tersenyum terlihat sangat menawan, tanpa sadar Jeffrey pun tersenyum tipis.
Jam menunjukan tengah malam tapi Thea masih terjaga ia menopang dagunya terduduk menatap Jeffrey yang masih sibuk dengan kerjaannya, wajah Jeffrey tak membosankan baginya.
"Mau sampai kapan terus memandangi?" Ujar Jeffrey tetapi matanya masih fokus pada laptop di hadapannya.
"Gak tau." Thea tetap memandangi pahatan tuhan di hadapannya itu.
Jeffrey menghela nafasnya dan bangkit dari duduknya, ia membuka laci mengambil sesuatu lalu memberikannya pada Thea, sebuah handphone.
"Apa ini?" Tanya Thea bodoh, sudah tau handphone masih aja bertanya.
"Milikmu." Thea membulatkan matanya tak percaya, ternyata semua barang miliknya ada di Jeffrey selama ini.
Thea merebutnya dari tangan Jeffrey sambil memandang tak suka. Menyalakan handphone itu, lagi-lagi Thea dibuat tak percaya karena semua data di dalam handphonenya sudah hilang.
"Ini keterlaluan Jeff." Thea menatap Jeffrey dengan tatapan tak percaya, Jeffrey hanya menyunggingkan senyumnya.
Thea gagal masuk kedalam sosial media nya, tentu saja siapa lagi kalau bukan kelakuan Jeffrey, ia sudah memblokir semua sosial media yang Thea punya.
"Bagaimana aku bisa mengabari teman-temanku?" Ucap Thea kesal.
"Memangnya kau punya teman? Bukannya setelah kau jatuh miskin semua temanmu menghilang." Ucap Jeffrey dengan nada yang santai, Thea hanya terdiam karena itu semua benar adanya.
"Kau mau dengar berita menarik?" Thea mendongahkan kepalanya menatap Jeffrey.
"Bibimu jadi buruk rupa semua kulitnya terbakar akibat kebakaran itu, mungkin sebentar lagi ia akan mati. Kau tak mau lihat? Menyenangkan ketika melihat musuh sekarat, tak mau coba?"Mulut Jeffrey sangat ringan mengucapkan hal mengerikan seperti itu, Thea sampai bergidik ngeri.
"Ah tunggu." Jeffrey mengotak-atik handphone nya, lalu menyerahkan foto bibi Thea dengan keadaan yang mengenaskan.
"Apa kau manusia?" Thea menggeleng tak percaya dengan tingkah Jeffrey.
Jeffrey menyunggingkan senyumnya membuat bulu kuduk Thea berdiri, Thea benar-benar tak tahu siapa lelaki yang sedang ia hadapi ini.
Thea berdiri dari duduknya dan hendak pergi, namun Jeffrey berhasil merengkuh pinggul Thea sehingga Thea tak bisa bergerak.
"Mau kemana?" Bisik Jeffrey tepat di belakang telinga Thea yang membuat Thea sulit bernfas, dan dengan sekali gerakan Jeffrey membalikan tubuh Thea menghadap padanya.
"Disitu ada nomerku dan Johnny, jangan berikan nomermu ke sembarang orang." Pesannya, tangannya masih memenggang pinggang Thea.
"Kalo kau dalam bahaya hubungi Johnny atau aku.""Aku gak akan nelfon siapapun, karena bahayaku itu kamu." Thea menaikan sebelah alisnya sambil tersenyum miring, wajah juteknya benar-benar mempesona.
"Terserah." Jeffrey melepaskan tangannya dan memalingkan wajahnya.
"Jeff, apa aku keterlaluan sama Jeno? Gimana kabarnya sekarang?" Tanya Thea tiba-tiba, karena Jeno selalu memenuhi fikiran Thea tiap harinya.
"Bisakah jangan fikirkan lelaki lain di hadapanku?"
"Dia adikmu, kenapa gak boleh? Apa haknya kamu ngatur fikiran aku?"
"Kau selalu membahas tentang hak." Thea berdecih, lalu teringat sesuatu yang membuatnya penasaran.
"Jeff, kenapa aku ada disini? Apa alasannya? Aku selalu penasaran tentang itu."
"Jawabannya hanya satu, cause you're mine." Thea tersenyum, tak tahu apa arti dari senyum itu. Entah ia harus bahagia atau malahan tak terima dengan jawaban Jeffrey.
Thea menyenderkan kepalanya pada pundak Jeffrey, sudah lama ia mengharapkan pundak untuk membuatnya tenang, tapi sekarang pundaknya sudah berubah.
"Jeff kamu tahu semua tentang aku, apa kamu tahu apa yang aku ingin?"
"Kamu ingin menikah dengan mafia atau om-om kaya." Jawaban Jeffrey membuat Thea tercengang.
"Orang yang sok tahu akan menambah ketidak tahuannya."
"Terus?"
"Kalo aku kasih tahu kamu, apa kamu bisa mewujudkannya?"
"Aku punya segalanya, apapun yang kau mau."
"Waktu aku kecil ibuku bercerita tentang pangeran berkuda putih, tetapi ibuku selalu dijemput mobil putih dari pangeran yang berbeda-beda." Thea mulai meteskan air matanya.
"Ayahku menyuruh ibuku untuk mendapatkan uang dari lelaki bermobil itu, ibuku tak pernah dicintai dengan tulus oleh lelaki manapun. Aku takut nasibku sama dengannya, jadi aku sangat menginginkan satu pria mencintaiku dengan tulus. Apa kau bisa menjadi pria itu?" Thea tak peduli jika dirinya disebut pengemis cinta, dia hanya khawatir nasibnya sama seperti ibunya.
Tak ada respon apapun dari Jeffrey, Thea tersenyum miris merasa kasihan pada dirinya sendiri yang meminta cinta pada makhluk sempurna seperti Jeffrey.
"Jeff kenapa kamu selalu bikin aku bingung?" Pertanyaan itu yang tak bisa dijawab.
Jeffrey mengusap puncak kepala Thea, "tidurlah" ucapnya sambil mengecup puncak kepala Thea.
Thea mengangguk dan mulai memejamkan matanya, deep talk memang selalu membuat ngantuk karena mengungkapkan sesuatu sangat membuang tenaga.
"Maafkan aku, aku terlalu pengecut." Batin Jeffrey.
TBC
sorry late update! i hope u guys enjoy!
KAMU SEDANG MEMBACA
MASTER: Jeffrey The Mafia | Jung Jaehyun [REVISI]
Fanfiction|END| "ᴅᴏ ᴜ ᴡᴀɴɴᴀ ᴘʟᴀʏ ᴡɪᴛʜ ᴍᴇ?" ©2020, 𝖒𝖎𝖉𝖓𝖎𝖌𝖍𝖙 𝖘𝖙𝖆𝖗𝖙: 27082020 [𝖈𝖔𝖒𝖕𝖑𝖊𝖙𝖊] highest rank in ur heart.