R. A. 22

2.1K 105 1
                                    

Selamat membaca!
Vote dan comment kalian adalah penyemangatku^^


Arjuna membuka pintu kelas, banyak pasang mata yang menatapnya. Terlebih Anjani, Raisa, Bima dan Guntur. Mereka menatapnya seakan meminta penjelasan pada Arjuna. Namun, Arjuna pergi tanpa mengatakan sesuatu. Bima dan Guntur mengejar Arjuna sedangkan Anjani dan Raisa bergegas menghampiri Litha.

Tidak ada gunanya menyembunyikan perasaan yang selama ini Litha pendam. Karena percuma saja, Arjuna sudah tahu akibat ucapan spontannya. Litha masih duduk diam bahkan saat Anjani dan Raisa memeluknya.

Semua ucapan Arjuna masih teringat jelas. Namun, Ia tidak akan melupakan ucapan-ucapan itu. Mana mungkin dirinya melupakan makian yang terlontar dari mulut Arjuna. Meski tidak sekali atau dua kali dirinya Ia mendengar makian dari Arjuna.

"Arjuna ngapain lo tadi?" tanya Anjani.

"Dia gak ngapa-ngapain gue," jawab Litha.

"Terus? Ngapain Arjuna pake ngunci pintu, jendela sama nutup gorden segala?" tanya Anjani.

"Jani udah, kasihan Litha," ujar Raisa.

Tidak ada yang tahu bagaimana awal kisahnya Litha menyukai sosok Arjuna. Mereka melihat Litha adalah salah satu siswi yang acuh pada sekitarnya. Cinta datang tanpa permisi dan selalu tiba-tiba.

Sementara Bima dan Guntur, mereka masih menyusul Arjuna. Banyak pertanyaan yang harus Arjuna jawab. Namun, Arjuna tak kunjung memberhentikan langkahnya. Bahkan saat mereka memanggil pun, Arjuna tidak menghiraukannya.

Banyak yang mengganggu pikirannya saat ini. Hidupnya seakan tidak tenang setiap detiknya dan kini seseorang baru saja mengungkapkan perasaannya. Musuh Arjuna tidak hanya Avido saja melainkan masih banyak. Mereka bisa saja sewaktu-waktu menyerang.

Beban? Arjuna rasa tidak, sudah seharusnya sebagai lelaki serta ketua gang bertanggung jawab atas anggota dan menghormati wanita. Seperti yang pernah Ardi ajarkan padanya. Seorang Raja rela mati hanya untuk melindungi rakyatnya dan wanita adalah bidadari berhati lemah. Namun, kuat secara tidak langsung.

"Hanya lelaki pecundang yang berani menyakiti hati wanita. Hormati-lah mereka seperti kamu menghormati Ibumu. Tapi, kalau kamu menemukan wanita yang sudah rusak. Maka buatlah mereka semakin rusak."

Arjuna terkekeh mengingat ucapan Ardi saat keduanya duduk di tepi kolam. Langkahnya terhenti saat dirinya sampai di atap sekolah. Arjuna duduk dibangku yang telah ada sejak awal masuk sekolah ini. Semilir angin siang ini membuatnya nyaman dan rasa kantuk mulai menyerangnya.

Bima dan Guntur menghela napas panjang. Sia-sia mereka mengejar Arjuna hingga ke sini jika orangnya saja malah molor. Keduanya pun duduk di tepi atap lalu mengeluarkan handphone masing-masing. Mereka sudah berada di sini, mana mungkin mereka kembali ke kelas?

~**~**~

Arjuna membuka kelopak matanya setelah merasa kepalanya terasa sakit. Selalu seperti ini ketika dirinya terlalu lama tertidur. Berapa lama dirinya tertidur? Semilir angin yang menerpa membuatnya terlelap tidur.

Tangannya bergerak mengambil benda pipihnya. Arjuna menyalakan handphonenya lalu kembali menutup kelopak matanya. Ternyata sudah lima jam dirinya tertidur di sini. Arjuna bangun dari tidurnya seraya memegangi kepalanya yang berdenyut.

"Aakh!"

Mendengar rintihan seseorang, Bima dan Guntur bergegas menghampiri Arjuna. Mereka duduk di sebelah Arjuna, dengan raut wajah khawatir.

"Kepala lo kenapa, Ar?" tanya Guntur.

"Kepala gue sakit," ujar Arjuna sembari memegangi kepalanya yang terus berdenyut sakit.

Radyan Arjuna ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang