R. A. 51

1.6K 80 1
                                    

Seseorang menarik tangannya dengan paksa, Ia memberontak agar di lepaskan tapi bukannya di lepaskan cengkeraman tangannya malah semakin kuat. Apa laki-laki ini mendengar pembicaraannya tadi? Jika iya maka tamatlah riwayatnya.

"Lepasin gue!" ujarnya memberontak.

"Ikut gue," ujarnya.

"Enggak! Lepasin gue!" pekiknya lagi.

"Diam!"

Mendengar bentakan dari lawan bicaranya membuat nyalinya menciut dalam hitungan detik. Sekuat tenaganya Ia memberontak tanpa mengeluarkan suara tapi lagi-lagi Ia gagal. Akan di bawa ke mana dirinya? Astaga! Mengapa dirinya harus menghadapi orang seperti di depannya ini?

Aksi keduanya tak pernah lepas dari sepasang mata. Ia tidak tinggal diam. Dia memberi tahu laki-laki di sampingnya agar bergegas menyusul mereka. Tidak menunggu lama laki-laki berwajah sangar itu langsung menghampiri targetnya. Tangannya mengepal kuat, rahangnya mengeras, sorot mata permusuhan Ia berikan pada laki-laki yang berani mengusiknya.

Tepat saat mereka bertemu di belokan lorong kelas, tanpa bertegur sapa Ia memberi bogeman mentah-mentah pada siswa ini hingga terjatuh. Suara pekikan dari siswi-siswi mulai terdengar saat mereka berdua melakukan aksi baku hantam. Mereka kembali berulah.

Dua orang siswa yang notabenya adalah sahabat salah satu dari mereka mencoba untuk memisahkan dibantu oleh beberapa siswa lainnya. Mereka cukup kualahan memisahkan keduanya sama-sama brutal. Ia tidak terima gadisnya di sentuh oleh orang lain. Tidak peduli siapa orangnya.

Hatinya seakan teriris melihatnya brutal seperti ini. Padahal cowok itu baru saja tertawa bahagia bersama sahabat-sahabatnya dan sekarang lihatlah cowok berwajah sangar itu. Dia terlihat sangat marah dan tidak rela dirinya di sentuh orang lain. Aura kemarahannya semakin kentara kala pukulan demi pukulan mengenai dirinya.

"Arjuna," lirihnya.

Kakinya terasa lemas tak bertulang semakin lama mereka semakin susah untuk dipisahkan. Wajah mereka sudah babak belur tetapi tidak memyurutkan semangat keduanya untuk baku hantam. Air matanya mengalir, isakannya Ia tahan dengan menutup mulutnya. Ia bingung harus berbuat apa agar mereka berhenti.

"Arjuna! Malvin! Hentikan perkelahian kalian!"

Suara tegas itu berasal dari belakang kerumuhan. Sontak mereka menggeser badan agar guru berbadan tebal ini bisa lewat dan melihat langsung keadaan dua orang pelaku pembuat rusuh di SMA Trisakti. Bu Eni menatap tajam mereka berdua kali ini Ia tidak akan memaafkan mereka.

"KALIAN BERDUA SAYA SKORS!" putus Bu Eni ketika mereka sampai di ruangannya.

"Tapi Bu-"

"Saya tidak peduli apa pun alasan kalian! Berkali-kali sudah saya ingatkan! Ini area sekolah tempat kalian belajar bukan baku hantam!" Bu Eni memotong ucapan Malvin.

Ia sudah kehabisan kesabaran menghadapi dua perusuh handal di sekolah ini. Bagaimana tidak handal? Mereka selalu terlibat perkelahian di sekolah, tidak sekali dua kali membuat ulah, dan sering kali membuat para guru resah karena mereka. Seumurnya menjadi guru BK, baru kali ini Ia memiliki murid sebandel, senakal Arjuna dan Malvin.

"Ini surat untuk orang tua kalian dan keluar dari ruangan saya." ujar Bu Eni.

Malvin lebih dulu meninggalkan ruang BK sementara Arjuna harus berhadapan dengan Bu Eni. Lagi-lagi Ia harus mendapatkan siraman rohani dari Bu Eni. Guru berbadan tebal itu melepas kaca matanya lalu memijit pangkal hidungnya. Ia lelah harus menasihati Arjuna.

"Masalah apa lagi, Arjuna?" tanya Bu Eni.

Arjuna menegang saat mendengar nada bicara Bu Eni. Suaranya tidak terdengar marah dan malah terdengar lebih lembut dari sebelumnya. Hatinya mulai merasa gundah saat ini, apa yang harus Ia katakan pada kedua orang tua Arjuna nantinya?

Radyan Arjuna ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang