R. A. 57

1.4K 74 1
                                    

"Kita pacaran bukan berarti gue harus memantaskan diri buat lo!"

Kalimat itu masih saja tergiang di kepalanya dan masih membekas di hatinya. Dadanya kembali sesak mengingat kejadian di kantin kemarin. Hubungan mereka juga belum membaik bahkan seharian ini mereka tidak bertemu dan berkomunikasi.

Apa dia sesibuk itu hingga lupa memberi kabar padanya? Mungkin karena permasalahan kemarin ditambah kesibukannya dan teman-temannya menyiapkan acara mereka. Mengingat acara yang diadakan membuatnya kembali gundah.

Tidak! Tidak! Ia tidak berharap besar akan di jemput olehnya. Situasinya tidak memungkinkan untuk mereka. Seandainya tidak terjadi permasalahan diantara mereka mungkin sekarang Ia sedang duduk bercanda ria dengan teman-temannya.

Ia kembali menenggelamkan wajahnya ke bantal. Ia berteriak kesal juga sakit hati karena ucapan cowok itu. Rasanya Ia ingin mencakar wajah tembok itu saking geramnya. Astaga! Ia hampir gila karena cowok itu!

"Tha?"

Suara itu mengejutkannya dan membuatnya terduduk lalu tersenyum pada pria yang dia panggil 'Papa'. Ia mengutuk dirinya sendiri karena tidak mengunci pintu kamarnya. Apa Rafi mendengar ucapannya tadi? Semoga tidak.

"Ada apa, Pa?" tanya Litha.

"Ada pacar kamu di bawah," jawab Rafi.

Litha kembali teringat saat Rafi mengatakan hal sama padanya. Litha pikir Arjuna-lah maksud Rafi, tapi ekspektasinya harus hancur lantaran bukan Arjuna melainkan Bima. Pasti kali ini Rafi sengaja menggodanya.

"Siapa, Pa?" tanya Litha lagi.

"Nanti juga kamu tau," ujar Rafi sebelum pergi.

Benar bukan? Sangat mencurigakan. Lita bergegas turun untuk menemui Bima. Lihat saja kali ini Litha tidak akan memberikan camilan serta minum untuk cowok itu. Meski selalu kembali dengan berlipat ganda tapi cowok itu selalu merubah ekspektasinya.

Tunggu! Litha hanya memakai kaos kebesaran dan celana selutut saja. Apa sudah pantas untuk bertemu Bima? Ah! Biarkan saja! Lagi pula Bima tidak sekali dua kali bertamu di rumahnya. Ralat! Menghabisan stok camilan lebih tepatnya.

Litha menuruni anak tangga terakhir, samar-samar telinganya mendengar suara seseorang yang sangat Ia kenal. Suara tawa Vanila dan Rafi pun terdengar. Apa yang membuat mereka tertawa seperti itu? Litha semakin dibuat penasaran.

"Ma? Pa?"

"Loh? Kamu kok belum siap-siap? Udah di tungguin dari tadi," ujar Rafi.

"Litha kira tadi si Bima, Pa," ujar Litha saat mengetahui siapa tamunya.

"Litha, cepat siap-siap, Nak. Kasian Arjuna nunggu kamu dari tadi," ujar Vanila.

Drama apa lagi ini? Vanila selalu bersikap seperti seolah-olah dirinya Ibu paling menyayangi anaknya. Jika di depan Rafi Ia sudah terbiasa tapi kali ini ada Arjuna di rumahnya. Litha menatap Arjuna yang juga menatapnya, tapi Litha segera mengalihkan tatapannya. Tatapan Arjuna sangat meresahkan.

"Kamu nunggu apa lagi, Tha?" tanya Vanila pada Litha.

"I-iya, Ma. Litha siap-siap dulu." ujar Litha sebelum pergi.

Sekitar sepuluh menit berlalu Litha turun dengan celana jeans hitam panjang, kaos putih kebesaran, sepatu snikers putih, wajahnya sedikit Ia polesi make up natural, Litha juga sedikit memberikan sentuhan pada bibirnya agar tidak pucat berupa lipstik tipis berwarna bata.

Arjuna cukup terpana dengan penampilan sederhana Litha malam ini. Netranya tak sedikit pun terlepas dari Litha. Beberapa bulan bergelut di dunia model membuat Litha sedikit belajar mengenai make up. Soal fashion Litha tidak terlalu memikirkannya.

Radyan Arjuna ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang