R. A. 33

1.9K 95 0
                                    

Seorang siswi duduk termenung di bangkunya. Beberapa hari ini banyak sekali yang menganggu pikirannya. Ia dipusingkan dengan ancaman yang tidak masuk akal kakaknya. Belum lagi percakapannya tempo hari di taman, membuat bebannya semakin berat saja.

Setelah berpapasan di lorong beberapa hari yang lalu, dia tak lagi melihat batang hidung cowok berwajah sangar itu. Entah ke mana perginya Ia tidak tahu, kedua sahabat cowok itu pun sama halnya dengan dirinya. Dia seakan menghilang. Mungkin menenangkan diri.

Ketika dirinya tak sengaja bertemu dengan Dewa saat hendak ke kantin. Dia sempat bertanya walau tidak secara terang-terangan karena Dewa sepertinya peka dengan dirinya. Namun, sayangnya Dewa tidak mau memberi tahunya.

"Mau ke kantin, Mbak?" tanya Dewa padanya ketika berpapasan.

Rasanya sedikit aneh ketika Dewa memanggilnya dengan embel-embel 'Mbak'. Berbeda dengan adik kelas lainnya yang memanggilnya dengan sebutan 'Kak'. Litha tersenyum singkat, Dewa memang unik.

"Iya, kalian mau ke sana juga?" tanya baliknya.

"Hai, Kak Litha!" sapa salah satu teman Dewa.

"Hai!" sapa balik Litha dengan senyumnya.

"Tumben sendirian," celetuk teman Dewa.

"Iya, mereka udah duluan soalnya," ujar Litha.

Seakan mengerti dengan situasi, Dewa menyuruh kedua sahabatnya untuk lebih dulu ke kantin. Tidak ada penolakan dari sahabat-sahabatnya, mereka paham Dewa dan Litha ingin membicarakan suatu hal. Setelah mereka benar-benar menghilang, Dewa menatap Litha tanpa menghilangkan senyum dari wajah tampannya.

"Mbak mau nanya soal Mas Radyan, ya?" tanya Dewa.

"Maaf, Mbak. Bukannya Dewa gak mau ngasih tau dimana Mas Radyan, tapi Mas Radyan sendiri yang melarang Dewa buat ngasih tau," lanjut Dewa.

"Gitu ya, Wa?" tanya Litha sedikit kecewa.

"Sekali lagi Dewa minta maaf. Mbak udah coba hubungi Mas Radyan?" tanya Dewa.

Litha menggeleng pelan. Ia tidak memiliki cukup keberanian untuk menghubungi Arjuna. Ia masih ingat terakhir kalinya mereka bertemu. Saat itu Arjuna dengan terang-terangan melarangnya untuk terus menyukai Arjuna. Namun, itu akan berlaku setelah pengumuman bukan? Astaga! Bagaimana bisa Litha melupakan hal itu?

Dewa tersenyum hangat.

"Mbak coba hubungi Mas Radyan aja," ujar Dewa.

"O iya, Mas Radyan titip pesan buat Mbak katanya intinya jangan lupa," lanjut Dewa.

Litha meringis pelan, Ia tahu maksud Arjuna. Setelah pengumuman nilai Arjuna menyuruhnya untuk menemui cowok berwajah sangar itu di rooftop sekolah.

Memikirkan hal itu membuatnya sedikit gelisa. Ia sudah berusaha menghubungi Arjuna tapi tak kunjung mendapat balasan. Meski selalu berdering, Arjuna tidak pernah mengangkat telpon darinya. Dalam hati terus mengkhawatirkan keadaan Arjuna. Apa Arjuna baik-baik saja? Atau sesuatu terjadi pada cowok itu?

Tidak! Tidak! Arjuna tidak selemah itu. Litha menepis segala pemikiran buruk tentang Arjuna. Tatapannya kini tertuju pada room chatnya dan Arjuna. Bahkan Arjuna tidak membaca pesan yang telah Ia kirim.

"Litha!"

Pekikan itu sukses membuyarkan lamunannya. Litha menatap sang pelaku kesal, apa tidak bisa sehari saja Anjani bersikap kalem? Litha berdecak kesal lalu menyangga wajahnya dengan satu tangan. Ia sangat tidak bersemangat.

"Lo kenapa sih, Tha?" tanya Anjani.

"Galauin Arjuna?" tebak Raisa.

"Kalian tau gak sih Arjuna ke mana?" tanya Litha.

Radyan Arjuna ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang