Di pagi Senin yang masih terpantau damai itu, suara-suara dari penghuni Guntur Buana yang menggelegar belum terdengar. Hanya ada suara bising yang berasal dari dapur, itupun bukan suara dari mulut, tetapi entah suara piring atau alat masak. Para pelaku yang menjadi morning person itu tidak mengeluarkan suara dari mulutnya. Such a professional.Sampai pada akhirnya saat jam dinding telah menunjukkan pukul 6 lebih, dari lantai dua terdengar suara melengking, tepatnya saat pintu kamar No.18 terbuka.
"HAAAH, GUA TELAT BANGUN! JAHAT BANGET ABANG-ABANG KOK NGGAK BANGUNIN!"
Teriakan Ezra memang bak alarm alami bagi semua penghuni Guntur Buana, walaupun semua kamar kedap suara, tetap saja lengkingannya akan sampai ke telinga kalian.
Beberapa menit setelahnya, lantai dua langsung chaos.
Ternyata benar. Semuanya bangun karena teriakan Ezra.
Untuk Ezra dan Aji, Senin ini adalah hari pertama mereka menduduki kelas 3 SMA. Mungkin bagi para siswa yang tinggal dekat dengan sekolah, akan santai saja bila bangun pukul 6, tetapi kalau tempat tinggal jauh dari sekolah, terlebih ini adalah Jakarta, pukul 6 adalah yang paling terlambat. Belum lagi jarak Guntur Buana dengan sekolah mereka bisa dikatakan cukup jauh. Ezra langsung mengutuk dirinya, mengapa tidak sejak dulu Guntur Buana dia pindahkan ke tengah-tengah kota.
Iya dikata Jakarta ini tanah bapaknya, ya.
Bagi penghuni lantai dua yang lain, yaitu Yudha, Langit, Arsa, dan Dirga. Mereka keluar dari kamar secara serentak, entah kenapa. Sudah siap dengan stelan putih hitam. Yang tidak siap adalah muka mereka, muka bantal semua. Seperti tidak mandi.
Memang benar. Siapa pula yang akan tenang mandi ketika sudah terlambat, bukan?
Dari pakaian mereka, bisa dilihat hari ini adalah hari pertama mereka OSPEK perguruan tinggi. Beruntungnya, mereka masuk di Universitas yang sama, meskipun jurusan ada yang berbeda. Bukan, bukan keberuntungan itu. Tapi memang mereka yang sengaja mati-matian ikut ujian masuk di perguruan tinggi tersebut demi selalu bersama.
"ANJIM, NAMETAG GUA DI MANA WOI?" teriak Arsa yang berlarian dan masuk ke kamar yang ada di lantai dua satu per satu.
Kalau Arsa yang sibuk mencari nametag, lain lagi Dirga.
"IKAT PINGGANG! PLEASE ANYONE, HELP! GUA NGGAK ADA IKAT PINGGANG FORMAL!" teriak Dirga yang juga berlarian.
Kalau Yudha, "ANJIM, GUA NGGAK ADA RANSEL FORMAL! BANG GALIH! PINJAM RANSEL ASUS DONG!"
Hanya Langit yang berkeliling tanpa terlalu ribut, meskipun tadi pas bangun karena suara Ezra dia juga sempat berteriak di kamar. Masih posisi di lantai dua, Langit melihat ke bawah, ke arah dapur dan mendapati salah satu teman dengan pakaian yang sama persis dengan yang dia kenakan sekarang itu sedang lewat.
"Radi!"
Dan yang dipanggil menengok ke atas, "apaan?"
"Hehe, pinjem kaos kaki dong," ujar Langit sambil tertawa renyah.
Radi menghela napas. "Hadeh. Makanya kalau beli kaos kaki jangan yang bling-bling kek eskrim rainbow. Sana ambil di kamar gua, laci paling bawah."
Langit langsung sumringah dan membentuk tanda OK dengan tangannya.
"JANGAN BERANTAKIN! KALAU LU BERANTAKIN, NAMETAG LU GUA SIREM PAKE KUAH KWETIAW!"
KAMU SEDANG MEMBACA
GUNTUR BUANA✔️
Teen FictionGuntur Buana adalah sebuah rumah yang begitu megah, berdiri di tengah-tengah Jakarta yang begitu padat dengan tajuk sebagai 'kost eksklusif' khusus laki-laki. Penghuninya berisi sekumpulan pemuda dengan karakter yang berbeda-beda, berbagi kehidupan...