Kedatangan Si Sulung Nareswara

1.4K 169 22
                                    




Peraturan tertulis mengatakan bahwa dilarang keras membawa lawan jenis yang bukan muhrim, berarti kalau keluarga atau kakak sendiri tidak masalah, bukan? Iya, tidak masalah kalau si gadis ini tidak menimbulkan masalah. Pasalnya, kali ini kita berbicara mengenai Nareswara, bungsunya saja bentuknya seperti Harsa, dipikir mungkin kakak perempuan pemuda itu akan berbanding terbalik dengannya. Nyatanya, sama-sama pecicilan.

            Semua bermula ketika hari itu seorang Basudewa Harsa berniat tidak ingin membawa mobil ke kampus karena jadwalnya sama persis dengan Dirga, jadilah dia nebeng. Bodohnya Harsa, dia lupa bahwa Dirga ini anggota organisasi BEM Universitas sedangkan dirinya hanya organisasi Radio, jadi saat itu bukan jadwalnya dia untuk siaran dan ketika kelas terakhir, Dirga menghilang.

            Selesai kelas, Harsa panik. Radi sudah pasti pulangnya sore karena ada siaran, ditambah Dirga yang tidak bisa dihubungi. Sudah seperti anak hilang. Sedangkan Langit sama Yudha ada kelas sampai sore belum lagi mereka beda jurusan, ya tahulah jaman maba adalah jaman di mana kita semua sok-sok rajin mau masuk kuliah terus.

            "Dirga sianjir, gue main ditinggal aja udah kayak makanan sisa," kesalnya sambil mencoba terus menghubungi teman-teman yang lain dan terus berisik di grup chat.

            Satu jam lebih Arsa menunggu ketidakpastian dari teman-teman yang sama sekali tidak membalasnya di grup. Dari yang semula lobi fakultas ramai, lalu sepi, sampai ramai lagi. Pemuda itu terlihat was-was melihat sekitar, seperti takut bertemu dengan seseorang. Sesekali dia juga komat-kamit, seperti doa sambil memejamkan mata.

            Please jangan ketemu sama dua orang itu please please!

            "Woi, Dewa gadungan!"

            Tuh 'kan, baru aja dibilang.

            Menurut Arsa, ada dua kesialan terburuk baginya ketika di kampus. Dan yang pertama dan paling utama adalah bertemu dengan sang kakak bersama teman-teman hits-nya. Pemuda itu menghela napas pasrah melihat sang kakak bersama dua orang temannya mendekat.

            "Ngapain lo?" tanya Arsa langsung jutek.

            "Pake nanya, ya kuliah lah! Lo kira gue ke sini mau jadi guru TK?" jawab gadis itu kesal karena pertanyaan sang adik.

            "Emang, ya, kalian. Nggak pernah sehari aja akur," sahut salah satu teman sang kakak.

            "Eh, tapi hari ini gue pengen akur sama ini anak. Heh, lo jadi babu gue hari ini. Tenang aja, abis itu gue traktir pepper lunch," ucap sang kakak sambil menepuk pelan pundak adiknya.

            Sedangkan sang adik mencoba menjawab stay cool. "Mau ngapain? Kemana? Kapan?"

            "Banyak tanya deh lo, kayak pembantu baru!" Gadis itu melirik arlojinya. "Satu jam lagi, gue rapat dulu. Tunggu aja di sini."

            "Lama banget satu jam?!"

            Gadis itu berdecih. "Udah jangan banyak protes! Mau nebeng juga lo 'kan? Gue tau karena mobil lo nggak ada di parkiran fakultas, HAHAHAHA," balas gadis itu sambil tertawa puas dan meninggalkan Arsa.

            "ASYA SIALAN!"





Dirga
Dewa dari segala dewa, jangan kutuk gua. Sorry lupa ngabarin kalau tadi gua mendadak disuruh itut kunjungan organisasi, hehe. Balik sendiri, ye, mandiri udah gede.





            Beruntung punya kakak perempuan? Salah besar. Bagi Arsa punya kakak perempuan adalah sebuah kesialan berdasarkan pengalaman hidupnya. Pertama, Arsa dijadikan pilihan alternative oleh sang kakak ketika butuh sesuatu, contohnya sekarang jadi tukang foto untuk ootd atau endorse dan semacamnya. Kedua, Arsa juga sering dijadikan bodyguard ketika sang kakak belanja seharian penuh. Mending juga digaji, ini cuma dibayarin makan, kata Arsa. Tetapi sayangnya, semua itu selalu bertepatan dengan Arsa yang juga membutuhkan bantuan sang kakak. Alhasil, pemuda itu tidak berani banyak protes lantaran gengsi kalau akhirnya juga akan minta bantuan.

GUNTUR BUANA✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang