Sahabat Sejati

918 115 3
                                    







Najendra, yang paling sigap untuk membantu dalam urusan Azidan, khususnya urusan percintaan. Karena hanya pemuda itu yang tahu banyak 'rahasia' kisah cintanya Azidan.

Heran 'kan? Memang.

Jendra juga tidak menginginkan untuk tahu, tetapi sialnya dia tidak sengaja tahu waktu itu dan terpaksa membantu sahabat bodor-nya itu.

"Lo emang sahabat sejati banget deh, Jen!" ucap Azidan yang langsung ingin memeluk Jendra tapi dihindari oleh pemuda itu.

"Apaan! Geli, jauh-jauh lo!"

Tapi, kenyataannya memang begitu. Najendra adalah seorang sahabat yang paling pengertian. Demi menjaga hubungan persahabataannya, ia rela menjadi jembatan penghubung antara Aurel dan Azidan.

Sebenarnya, ada apa antara Azidan dan Aurel?

Dan sekarang, Najendra sedang pusing oleh tingkah kekanak-kanakan Azidan. Pemuda Guinandra itu bisa-bisanya dalam dua hari ini bolos makan, yang bahkan saat ditegur oleh kakaknya sendiri dia tidak acuh.

"Anjir, galau boleh tapi jangan nggak makan juga dong! Masa iya nanti muncul berita lo mati gara-gara galau, nggak estetik banget hidup lo!" kesal Jendra yang entah sudah keberapa kalinya marah-marah di daun pintu kamar Azidan.

Sedangkan yang dimarahi, hanya diam tetap pada posisinya, tiduran tidak jelas dengan kepala yang hampir menyentuh lantai. Walaupun kesal, Jendra juga kasihan dengan kawannya itu. Untuk pertama kalinya melihat Azidan yang selalu bahagia karena bucin akut, jadi sedih merana seperti kehilangan segala isi dunia.

"Lama-lama gue panggil juga Aurel ke sini," ucap Jendra yang akhirnya menimbulkan reaksi dari Azidan.

"Kok Aurel?!" toleh Azidan cepat.

Jendra mengangguk. "Yaiyalah, jelasin sama dia biar dia juga bantuin ngelurusin hubungan lo sama Audi!"

Azidan menggeleng. "Nggak, nggak! Makin runyam yang ada!"

"Justru lo yang bikin itu makin runyam! Kalau lo emang nggak ada perasaan lagi sama Aurel, semuanya bakalan clear dan nggak akan sampai kayak gini," ujar Jendra meninggikan suara.  Azidan langsung terdiam.

"See? Lo sendiri yang mempersulit itu, Dan. Gue angkat tangan sekarang, semua terserah lo. Pilih salah satu atau lo bakal nyakitin keduanya," lanjut Jendra yang kemudian menghilang dari daun pintu kamar Azidan.

Untuk pertama kalinya Najendra kesal dengan sahabatnya itu. Entah karena sahabatnya yang begitu payah atau karena hal lain. Ia bahkan melewati Yudha yang memanggilnya begitu saja, berjalan menuju tempat penyimpanan kunci.

"Langit, pinjem motor," ucapnya yang langsung mengambil kunci motor Langit di sana. Padahal belum mendapat jawaban dari sang empu.

Sedangkan Langit yang sedang mencuci piring, "Iya, pake aja. Motor gue 'kan motor bersama."

"Tumben banget Najendra mau pake motor. Siap-siap nanti dia balik motor lo tak berbentuk lagi, Ngit," ucap Bara sambil meletakkan piring kotornya.

Langit menghela napas. "Gapapa, paling nanti gua dapet motor baru lagi dari Bang Jendra," balas Langit santai.

"Fyi, jangan lupa kalau keluarga Najendra itu punya perusahaan otomotif. Berapa kali motor Langit rusak sama dia, selalu diganti yang baru," sahut Dika yang juga tiba-tiba datang.

"Yang gue heran adalah," ujar Langit menggantungkan kalimatnya lalu meletakkan piring yang sedang dicucinya cukup keras. "Nggak bang Jendra aja, kalian semua kaya tapi kenapa motor gue yang dipake?! Beli 'kan bisa?!"

GUNTUR BUANA✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang