Sesuai permintaan Xavi, aku bangun lebih awal untuk memasak capcay. Dan disinilah kami berada, di meja makan.
Saat makan, kami tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Xavi yang sibuk dengan makanannya dan aku yang sibuk meneliti setiap ekspresi Xavi.
"Kenapa? Ada yang salah ya?" Xavi bertanya. Mungkin dia sadar bahwa mulai dari tadi aku hanya memandangnya tanpa menyentuh makananku.
Aku tersenyum kikuk. "Ngak ada kok. Lanjut aja makannya."
Setelah selesai, aku merapikan meja makan dan mencuci piring kotor. Saat hendak ke kamar aku melihat bahwa Xavi sedang berada di ruang tamu. Aku jadi mengurungkan niat memasuki kamar.
"Kamu ngak kerja ya?" Sebenarnya aku tidak berniat menanyakannya. Hanya saja untuk sekedar berbasa-basi.
"Kerja kok. Tapi, bentar lagi." Yang Xavi lakukan adalah mengganti-ganti channel TV. Tanpa berniat menontonnya. Dari mimiknya sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu.
"Ela," Bener apa yang aku bilang. Di saat seperti ini yang ada di otakku adalah kontrak pernikahan dan perceraian.
"Kamu," Tiba-tiba handphone nya berbunyi. "Maaf," Dengan wajah kesal dia berdiri dan menjauh dari ruang tamu. Mungkin panggilan itu sangat penting.
Setelah lima menit Xavi belum juga kembali, aku beranjak menuju taman belakang. Aku melihat betapa banyaknya bunga Lily yang sedang bermekaran. Sangat indah. Mulai dari warna putih, merah, kuning, dan orange.
Saat sedih, biasanya aku akan melihat bunga Lily. Setidaknya rasa sedihku akan berkurang. Mungkin Xavi tidak tau aku sangat menyukai bunga Lily. Karna ditanam ini bukan hanya bunga Lily yang ada melainkan ada banyak jenis bunga.
"Lagi ngapain?"
"Hah?" Tidak bisakah Xavi tidak mengejutkanku? Bagaimana jika aku memiliki riwayat penyakit jantung?
Oke, seberlebihan itulah diriku."Sorry sorry saya buat kamu terkejut, saya pergi dulu ya, mau ke kantor."
"Oh iya. Hati-hati" Aku menggaruk tengkukku yang kebetulan gatal.
-_-_-_-_-_-_-Vote-_-_-_-_-_-_-
Sudah sebulan berlalu semenjak Xavi ingin mengatakan sesuatu. Tapi, sampai hari ini dia belum mengatakan apapun.
Hubungan kami juga gitu-gitu aja. Ngak ada yang berkembang dan ngak ada juga yang berkurang.
Aneh ngak sih? Udah satu bulan lebih kami menikah tetapi kenapa Xavi belum juga membahas perihal kontrak pernikahan? Apakah Xavi selalu sibuk? Atau Xavi maunya aku saja yang mengatakannya? Padahal di novel novel yang pernah ku baca, hari dimana mereka menikah di hari itu juga kontrak nikah di bicarakan. Kenapa kisahku berbeda ya?
Jika aku selalu memikirkannya maka waktuku akan berkurang untuk menyelesaikan cerita ini. Aku menarik napas dalam-dalam, aku harus menyelesaikan cerita ini jika tidak maka aku akan dihantui bayangan wajah bos yang selalu marah-marah.
Di rumah ini, ada ruangan khusus untukku. Ruangan ini di dominasi oleh buku-buku yang tersusun rapi pada rak masing-masing. Ada juga sofa yang berukuran sedang dan TV berukuran sedang.
Ruangan ini berada di lantai dua, yang balkon nya langsung berhadapan dengan taman dan juga kolam renang. Ruangan ini sangat strategis, seperti ruangan khusus yang diciptakan untukku.
Disebelah kiri ruangan ini adalah ruang kerja Xavi. Dan disebelah kiri ruangan Xavi adalah kamar kami.
Tidak terasa sekarang sudah pukul delapan, untung saja tadi aku sudah memasak. Setelah membereskan meja, aku merebahkan tubuhku di sofa. Aku ingin istirahat sebentar sebelum makan malam. Aku mulai memejamkan mata.
"Aww" Aku mengelus-elus bokongku yang mendarat sempurna di atas lantai? Aku baru saja terjatuh dari tempat tidur? Apakah semalam aku hanya bermimpi bahwa aku sedang berada di ruangan ku?
"Kamu ngak apa-apa kan?" Lagi dan lagi. Xavi terbangun karena teriakan ku. Gini nih kalau punya kebiasaan teriak-teriak.
"Apanya? Ngak ada niatan gitu buat bantuin?" Tunggu, apa aku baru saja merengek minta bantuan? Apakah aku sudah gila? Aku tidak sedekat itu dengan Xavi. Sebelum Xavi turun dari atas tempat tidur aku harus bisa berdiri sendiri.
"Sini" Xavi mengulurkan tangannya. Aduh, aku sih kebanyakan mikir jadi ngak sempat berdiri deh. Aduh siapapun tolong beritahu Xavi bahwa aku tidak serius dengan ucapan ku tadi. Aku hanya becanda.
Aku ingin menerima uluran tangannya, tapi lagi-lagi aku terlalu banyak berfikir sampai Xavi menarik uluran tangannya. Aku sudah berfikir Xavi tidak berniat membantuku lagi. Tapi, kenyataan diluar ekspektasi ku.
Dia bahkan menggendongku. Dia menurunkanku di atas ranjang.
Yang pikirnya udah traveling kemana-mana tolong pulanglah nak, ini tidak sesuai ekspektasi mu."Makanya kalau belum makan jangan langsung tidur. Jadi gelisah kan? Udah ayo kita makan dulu" Xavi berjalan duluan. Jadi ternyata masih jam sepuluh kirain udah pagi.
Xavi bahkan berjalan begitu saja tanpa memastikan apakah aku akan ikut atau tidak. Kirain dia mau menggendongku juga ke meja makan. Apa yang sedang aku pikirkan? Kurasa pikiran ku juga udah traveling kemana-mana. Efek lapar mungkin.
Setelah selesai makan kami kembali ke kamar. "Boleh ngak besok aku ikut ke kantor mu?" Aku juga ingin melihat bagaimana bentuk kantor Xavi. Secara udah sebulan kami menikah tapi, sampai sekarang aku belum pernah melihatnya sekalipun.
"Mau ngapain emang?" Xavi mengubah posisinya menjadi menghadap ku dengan tangan kiri yang menyangga kepalanya.
"Ngak mau ngapain-ngapain sih. Mau cari suasana baru aja. Aku bosan dirumah terus." Memang itulah alasan utamanya.
"Yaudah bisa. Tapi, kamu ngak papa kan kalau ngak ada yang nemanin? Mungkin besok saya jarang berada di ruangan kerja."
"Tenang, aku ngak kayak anak kecil kok yang harus ditemani. Biasanya kemana-mana aku juga sendiri. Tapi, bisa kan kalau aku mengelilingi kantormu?" Saat ku liat Xavi menampilkan wajah bersalah? Ada apa dengannya? Apakah ada perkataanku yang salah?
"Bisa. Up to you. Good night." Xavi tersenyum dan mengubah posisinya menjadi membelakangi ku.
"Too"
Voment nya guys jangan lupa
ilo_man3
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Not ?¿ [END]
Teen Fiction'Perawan Janda (?)' Hmm... kedengarannya tidak terlalu buruk. Setahun lagi... tidak tidak, mungkin hanya 6 bulan lagi, maka gelar itu akan disematkan kepadaku. Start : 10-09-20 Finish : 17-05-22 Follow sebelum membaca ygy #10 perjodohan (01-08-22) ...