?¿ 30

5.7K 199 7
                                    

"Santai dong. Jadi begini, dari serangkaian tes yang sudah kita lakukan, aku rasa kalian akan menyesal dan kecewa karena kalian terlambat mendengar berita ini."

Aku dan Xavi masih diam dan menunggu kelanjutan penjelasan dokter Monica.

Dari raut wajah dokter Monica aku bisa pastikan bahwa sepertinya ini kabar buruk.

"Jadi ini ada dua kabar, yang pertama kabar baik dan kedua kabar buruk. Kalian mau mendengarkan yang mana dulu?"

"Buruk dulu." Aku menjawab dengan cepat. Mengingat pantun

Berakit-rakit ke hulu
Berenang-renang ke tepian
Bersakit-sakit dahulu
Bersenang-senang kemudian bersenang-senang kemudian

Intinya harus yang buruk dulu baru yang baik.

"Kabar buruk nya, jika kalian tidak datang hari ini mungkin kalian akan kehilangan buah cinta kalian." Dokter Monica mengucapkannya dengan sangat perlahan.

"Gimana dok maksudnya?" Disaat seperti ini, gobloknya otak malah kambuh.

Xavi tersenyum tipis, sepertinya dia tau apa maksud dokter Monica. "Udah berapa lama Mon?"

"Maksud saya, ibu hamil. Dan baru dua Minggu. Jadi kalau hari ini kalian gak datang, mungkin janinnya akan mati karena ada sesuatu yang menghambat pertumbuhan janin, itu bisa diatasi dengan minum obat."

"Benarkah?" Xavi memeluk ku dengan erat, itu artinya kami tidak harus menghadiri sidang besok. Puji Tuhan.

"Iya benar, selamat ya untuk ibu dan juga Xavi. Sebentar lagi kalian akan menjadi orang tua yang sesungguhnya."

Tanpa sadar air mata menetes tanpa diijinkan, ini air mata terharu. Air mata bahagia. Aku melirik Xavi, doa yang berusaha menahan air matanya agar tidak keluar namun tetap menetes dan segera dia usap.

"Aku hamil Vi, kita akan jadi orang tua. Aku akan jadi ibu dan kamu akan jadi ayah."

"Iya sayang benar." Beberapa saat kami masih berpelukan dan melepaskannya saat sadar bahwa diruang ini ada dokter Monica.

"Tapi kenapa saat kami tes menggunakan testpack hasilnya negatif ya?"

"Ohh iya Vi, kan masih dua Minggu jadi kadang gak bisa terdeteksi sama testpack."

"Makasih dok."

"Sama-sama Bu. Oh iya Bu, jangan lupa tebus obat ini didepan dan jangan lupa minum obat dan vitamin secara teratur. Makan dan istirahat teratur juga, jangan kecapean, soalnya janinnya masih lemah."

"Baik dok."

"Kalau begitu kami permisi dulu ya Mon, terimakasih atas bantuanmu." Xavi menggenggam tanganku erat, seolah dia tidak mau aku jauh darinya barang sedikitpun.

"Sama-sama, jangan lupa jaga dia."

"Tanpa kau suruh pun itu sudah kewajiban ku."

Aku dan Xavi tersenyum dan keluar dari ruangan dokter Monica. Kami menuju apotik rumah sakit untuk menebus obat serta vitamin yang disarankan dokter Monica.

-_-_-_-_-_-_-_-_-vote-_-_-_-_-_-_-_-_-_-

Masih lima bulan, tapi perutku seperti hamil sembilan bulan. Sudah beberapa kali USG, namun dokter mengatakan bahwa hanya ada satu bukan kembar. Aku juga bingung, sebesar apa anakku nantinya ya?

Kami tidak tau itu laki-laki ataupun perempuan. Karena kami sudah berjanji, tidak perlu untuk mengetahuinya biarlah itu menjadi kejutan untuk kami nantinya. Karena laki-laki ataupun perempuan kami akan tetap bersyukur.

Mengenai keluarga kami, mereka sangat bahagia dan kami sudah melakukan syukuran. Hm, sepertinya semua orang menunggu kehadiran malaikat kecil kami.

Selama lima bulan ini tidak bisa kukatakan kalau aku tidak mengidam hal-hal aneh, karena terlihat Xavi yang sedikit lelah menuruti kemauan ku, namun dia tetap melakukan semuanya dengan alasan dia tidak mau nanti ketika lahir anaknya ileran.

Why Not ?¿  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang