?¿ 13

2.9K 227 1
                                    

Pernikahan kami, sudah memasuki bulan ke enam. Selama itu pula, belum ada kepastian untuk pernikahan ini.

Aku sudah mengumpulkan semua keberanian untuk mengatakan semuanya malam ini. Aku sedang menunggu Xavi, mungkin setengah jam lagi dia akan sampai.

Sebenarnya, hubungan kami sudah mulai dekat. Dan sudah mulai terbiasa satu sama lain. Jujur saja aku merasa nyaman bila ada di dekatnya.

Tapi, aku tidak boleh menghianati janji ku sendiri. Aku harus mencari pria itu. Dia lah yang harus menjadi pendamping hidup ku sampai tua nanti. Namun, ketika aku sudah berhasil menemukan nya dan ternyata dia sudah menikah, maka aku akan mundur.

Tenang, aku tidak akan menghancurkan rumah tangga nya. Aku akan menjalani kehidupan ku, dan aku akan hidup sendiri sampai mati.

Oh iya, setelah Gladis mencari tau tentang alasan keanehan Sherine, Gladis menyimpulkan bahwa Sherine saat itu sedang patah hati. Setahu ku sih, Sherine tidak memiliki pacar. Atau mungkin dia memilikinya, hanya saja dia tidak mau memberitahu kepada kami. Mengingat semenjak dulu, dia tidak pernah terbuka dengan kami.

Cklek

"Maaf ya aku telat, tadi jalanan macet." Padahal hanya telat sepuluh menit saja. Sudah dua minggu Xavi mengubah gaya bahasanya, menggunakan 'aku-kamu'.

"Oh gak papa. Ayo makan, kamu pasti udah lapar kan?"

-_-_-_-_-_-_-Vote-_-_-_-_-_-_-

"Xavi, aku mau ngomong sesuatu. Kamu sibuk ngak?" Aku dan Xavi sedang menonton TV. Biasanya, setelah makan malam kami akan bersantai sebentar disini.

"Mau ngomong apa?" Fokus Xavi yang semula ke layar TV, sekarang jadi ke aku.

"A-" Aku ngomong nya harus darimana dulu ya? Jadi bingung sendiri.

"Iya?"

"Gini, dulu waktu umur aku masih sembilan tahun aku-" Dengan lancar, cerita itu mengalir sempurna tanpa ada unsur melebih-lebihkan ataupun mengurangi.

Saat aku bercerita, Xavi memandang lurus ke arah layar TV. Entah dia tidak berniat mendengar cerita ku atau apapun itu. Tapi, aku tidak berhenti sampai akhir cerita. Cerita ini terlalu seru untuk diceritakan, makanya aku sangat bersemangat menceritakannya.

Setelah selesai, Xavi tetap tidak mengeluarkan suara. Aku harus tetap pada pendirianku.

"Jadi, aku mau cari keberadaan dia. Mungkin tanpa aku perjelas pun, kamu sudah tau apa maksud dan tujuanku menceritakan nya. Percayalah, kamu orang pertama yang aku beritahu tentang itu." Ngapain juga aku memberitahu bahwa dia orang pertama yang aku beritahu.

"Kamu ngak apa-apa kan? Semenjak awal, aku tidak menginginkan pernikahan in-" Xavi pergi begitu saja. Apakah dia marah karna tau bahwa aku tidak menginginkan pernikahan ini? Bukankah dia juga tidak menginginkan pernikahan ini?

Bukankah seharusnya dia berterima kasih padaku? Aku sudah memuluskan jalan nya. Padahal, dia tidak perlu lagi repot-repot menjelaskan bahwa dia tidak menginginkan pernikahan ini.

-_-_-_-_-_-_-Vote-_-_-_-_-_-_-

Aku memasuki kamar, pemandangan pertama yang aku lihat adalah punggung Xavi. Punggung itu kelihatannya sangat rapuh, saking rapuh nya mungkin ketika ada beban yang bahkan sangat ringan yang singgah sebentar, maka punggung itu akan ambruk.

Aku sotoy banget sih, perumpamaan nya juga berbelit-belit. Aku melewati nya yang sedang duduk di sofa dengan laptop ada di depannya, mungkin dia masih memiliki pekerjaan.

Aku baru ingat ternyata aku belum mandi. Tiga puluh menit kemudian aku selesai mandi. Aku keluar dengan piyama hitam. Bukan tanpa alasan aku memakainya. Tadi, aku hanya malas mengambil baju ganti.

Sebelum membuka lemari, aku menyempatkan memeriksa handphone. Mungkin ada chat yang masuk. Aku melihatnya ada banyak pesan dari grup alumni SMA.

Aku membaca pesannya satu persatu, lama-lama aku tidak kuat berdiri. Tak bisa ku tahan, bokong ku sudah mendarat sempurna di tempat tidur. Tidak lupa aku menaikkan kaki ku juga.

Aku semakin hanyut membaca pesan-pesan itu. Sesekali aku tertawa, mereka sedang membahas bagaimana perilaku kami semasa sekolah.

Aku merasakan hawanya semakin dingin. Aku menarik selimut sampai dada. Saat sedang membalas pesan, tiba-tiba suara Xavi mengejutkan ku.

"Kamu mau godain aku?" Dia sudah berada di sampingku. Godain? Ngapain aku godain dia? Kayak ngak ada kerjaan aja.

"Enggak. Kenapa emangnya? Atau kamu berharap banget aku godain?" Entah kenapa, kalimat terakhir keluar sendiri tanpa aku sadari.

"Kamu mau tidur pakai baju ini? Ngak ada gitu baju lain yang lebih mainstream? Yang lebih terbuka. Harus banget pake baju beginian? Tunggu, apa kamu bilang? Aku berharap kamu godain? Ngak salah ya?" Bisa ngak sih nanya nya satu-satu? Lagian ngak usah diperjelas kali. Kalimat itu juga meluncur tanpa aku izinin.

Oh, jadi dia masalahin piyama ini. Apa yang salah? Piyama ini juga tertutup, sama sekali tidak membentuk lekukan tubuh

"Hm, aku ganti. Biar kamu puas." Aku sengaja menekan kata terakhir. Aku beranjak dengan menghentakkan kaki.

Dih, lagian hubungan piyama hitam sama godain dia apaan? Gak ada kali.

Sorry, tiga hari aku menghilang tanpa kabar.

Voment nya guys jangan lupa

ilo_man3

Why Not ?¿  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang