?¿ 24

2.4K 143 7
                                    

" Cantik "

" Apasih gak jelas banget," blush, pipiku pasti sudah merona. Sangat jarang Xavi memuji penampilan seseorang.

" Iya emang cantik, bagus lagi." Dengan senyumnya yang tulus yang manisnya melebihi gula.

" Ihh gombal." Aku makin tersipu malu.

"Apanya yang gombal, gaunnya emang bagus kan?" Jlep, ternyata dia sedang memuji gaun yang kugunakan bukan.

"Ohh iya emang bagus, cantik lagi."

"Gimana gaun bisa cantik? Yang cantik itu kamu trus yang bagus itu gaunnya. Semuanya terasa pas ngak berlebihan." Seseorang tolong aku yang udah terbang tinggi.

"Ih bercandanya gak lucu." Berusaha menetralkan detakan jantung, bisa aja Xavi sedang bercanda.

"Itu ngak lucu sayang emang kamu cantik kok, sangat malahan."

"Iya, makasih. Udah ayo ntar kita telat datangnya kan ngak lucu kalau kakak mempelai pria telat." Bukannya apa, ini sudah jam 9 dan pemberkatannya dimulai jam 10, setidaknya kami harus sampai sebelum tamu.

"Ya udah ayo, bisa jalan kan? Atau perlu aku gendong, mumpung berat badan kamu belum nambah." Yang tau maksud Xavi, sip kalian bisa baca pikiran author.

"Ngak usah deh, aku masih bisa jalan kok. Dan tunggu, hasilnya masih negatif. Ayo!"

-_-_-_-_-_-vote-_-_-_-_-_-

"Selamat ya, semoga kalian bisa bersama sampai maut memisahkan."

"Makasih kak,"

"Tidak kah kamu berniat memelukku, tunggu apakah aku bisa memeluknya?" Coba tebak, aku minta ijin siapa? Yang nebak aku minta ijin Xavi kalian salah, karna aku minta ijin Deby.

Dia tersenyum, " Silahkan kak, ngak papa kok. Kakak kan juga kakak ku. Tenang saja aku tidak pencemburu seperti dia." Kami jadi tertawa melihat wajah cemberut Geral.

"Tunggu kak, kakak ngak minta ijin kak Xavi entar dia cemburu loh?" Geral mengedipkan sebelah matanya.

"Kalau dia cemburu ya terserah, ntar dia juga yang nyesel." Aku memeluk Geral dan Deby bergantian. Walaupun aku sedikit jingjit saat memeluk mereka, taulah orang pendek mah bisa apa?

"Cepat punya dede bayi ya, "

"Iya, Kakak juga."

"Amin. Vi, ayo masih banyak yang mau ngantri tuh. Kita kesana dulu ya."

"Iya, selamat menikmati pesta nya."

Kami berjalan kemeja yang semula kami tempati. "Xavi, " Xavi langsung memeluk ku. Dia pasti tau apa yang aku pikirkan dan apa yang aku takuti.

"Tidak apa-apa sayang, Tuhan pasti punya jalannya sendiri. Jalan kehidupan setiap manusia itu berbeda-beda. Tidak selamanya apa yang kita inginkan itu harus terjadi. Kalau kita rajin berdoa dan berusaha pasti Tuhan akan mengabulkannya."

"Yang pengantin mana yang pelukan siapa? Berasa kayak nikah lagi ya?"

"Apaan sih kak, sirik bilang bos." Kak Gibran datang dan menghancurkan momen indah.

"Sirik? Ngak tuh."

"Ye bilang aja sirik, makanya Sono cari istri."

"Istri itu bukan di cari, entar kalau udah waktunya dia pasti datang dengan sendirinya tanpa dicari ataupun di kejar."

"Bahasa apaan tuh, ngak ada ya yang kayak gitu. Pantes aja sampe sekarang belum nikah. Tapi ada benarnya sih, aku aja ngak ada hujan ngak ada badai tau taunya udah nikah."

"Itu kamu tau. Udah ya kalau mau manja manjaan masuk ke kamar hotel ini aja, ngak usah buat banyak orang iri." Kak Gibran pergi menuju seorang wanita cantik, entahlah itu siapa.

Dan apa dia bilang? Banyak yang iri? Tunggu, "What?" Ada banyak pasang mata yang melihat kearah kami mulai dari gadis yang perkiraan ku umurnya masih belasan tahun sampai tante tante girang.

Sekuat itukah daya tarik seorang Xavier Agriel. Padahal dia hanya menggunakan tuxedo dan sepatu pantofel. Aku rasa itu tidak berlebihan.

"Kenapa? Ngak usah liatin mereka, entar mereka makin suka lagi sama kamu."

"Gini ni kalau punya suami yang hobi banget nyindir, kamu kira mereka liatin kesini karena mereka suka sama aku? Ya enggak lah mereka masih normal kali. Yang mereka liatin itu kamu Xavi bukan aku."

"Siapa yang bilang, orang kamu hanya merhatiin satu arah kan liat ke sana," Xavi menunjuk ke arah Utara.

"Nah kalau itu mereka masih merhatiin aku ya?" Ada banyak pria yang sedang memperhatikan kami, cogan semua malahan. Untung yang di samping aku masih kalah jauh dari mereka.

"Mungkin aja pria-pria itu punya kelainan kan, siapa yang tau." Ada pria perut buncit yang baru saja mengedipkan sebelah matanya ke arahku. Ihh jadi ilfil.

"Ela, ngak usah merendah untuk meroket."

"Langsung meroket aja kali ya. Iya iya, becanda. Udah ayo ke sana aku udah lapar." Tanpa minta ijin, aku menarik tangannya.

"Kamu ya tiap hari makan, tapi tetap aja mungil." Xavi mengomentari porsi makanan yang ada di piring ku.

"Enak aja, mungil gini kamu nyaman kan meluk aku dari malam sampai pagi."

"Uhuk... uhuk..."

"Minum dulu," Xavi menerima teh putih yang ada di tangan ku.

"Kamu ya, bercandanya gak tau situasi." Dia memberikan tatapan memperingati.

" Sorry, canda nyaman."

Follow author guys

Sampai jumpa di part berikutnya.

Bye bye

Why Not ?¿  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang