?¿ 6

3.8K 265 9
                                    

Aku tidak tau apakah Xavi udah makan atau belum. Kalau udah makan, kenapa dia tidak mengajakku? Atau dia mengira kalau aku udah makan? Aku ingin tidur saja.

Aku berguling-guling mencari posisi ternyaman, kadang aku ke kiri kadang juga ke kanan begitulah seterusnya sampai tanpa sadar alam mimpi sudah datang.

-_-_-_-_-_-_-Vote-_-_-_-_-_-_-

Aku terbangun karna aku merasa lapar. Aku merentangkan tangan kiriku mencari handphone. Karna biasanya aku tidur di sebelah kiri jadi sudah pasti aku mencarinya dengan tangan kiri. Sepertinya tanganku menyentuh rambut. Itu artinya aku tidur di sebelah kanan?

Seketika mataku terbuka dengan cara paksa. Aku terkejut melihat wajah Xavi yang tersenyum manis ke arah ku. Mendadak perutku jadi mual. Aku berlari menuju kamar mandi dengan tangan yang menutup mulut.

Aku membuka mulutku, tapi tidak ada apapun yang keluar. Dalam cerita yang aku tulis ataupun yang aku baca, hal ini biasa dialami oleh ibu hamil yang biasa disebut morning sick. Tapi aku kan tidak hamil. Boro-boro hamil. Aku kan masih polos. Bukan, maksudnya masih perawan.

Satu menit kemudian aku keluar dari dalam kamar mandi. Aku melihat Xavi yang hendak turun dari atas tempat tidur tapi tidak jadi saat dia melihatku. Mungkin dia mau melihatku atau mungkin dia mau ke luar.

"Kamu nggak papa?" Ada nada kwatir saat Xavi menanyakannya.

"I'm fine" Aku tidak mau membuatnya khawatir atau hanya aku saja yang menganggap dia khawatir.

"Mungkin kamu lagi-"

"Nggak mungkin. Aku aja masih perawan bagaimana mungkin bisa hamil." Sebelum Xavi menyelesaikan ucapannya aku sudah memotongnya duluan. Apa yang ku lakukan? Mungkin bukan itu yang akan Xavi katakan. OMG. Mau taruh dimana muka ini?

"Oh yaudah sini. Saya sudah menunggunya sebulan. Jadi, menurut saya ini waktu yang tepat."

"Aku tidak mengerti apa maksudmu." Barangkali Xavi memiliki maksud lain. Aku tidak mau asal menyimpulkan lagi. Padahal kenyataannya aku sudah tau maksudnya. Bagaimana ini?

"Bukankah tadi kamu bilang bagaimana bisa seseorang hamil jika masih perawan? Jadi...." Aku tau Xavi sengaja menggantungkan ucapannya.

Aku tidak punya alasan untuk menolaknya. Ingin sekali aku mengatakan bahwa aku sedang berhalangan, tapi dua hari yang lalu aku baru selesai datang bulan jadi ini adalah masa subur ku.

Lagian aku tidak bisa menolaknya. Ini adalah hak Xavi sebagai suami. Entah sejak kapan aku sudah mengangguk.

Aku tidak tau dari mana kejadiannya dimulai. Yang aku tau semuanya diluar ekspektasi. Bahkan ini lebih indah daripada yang pernah aku baca maupun aku tulis.

Dan........,

"ADUH..." Ternyata semua hanyalah mimpi. Aku jatuh dari tempat tidur, aku terdiam dilantai tidak berniat untuk bangkit.

"Kamu ngak papa?"

"Ngak papa kok. Udah sering juga." Aku berdiri dan berjalan menuju pintu.

"Kamu mimpi apa?" Aku berhenti sejenak dan berbalik.

Apakah Xavi tau bahwa aku bermimpi? Tidak mungkin juga aku menceritakan mimpi itu. Mau taruh dimana muka ku nantinya?

"Soalnya kamu ngigo." Benarkah? Niatnya sih aku ingin menjawab 'aku tidar bermimpi' tapi, tidak mungkin sih.

"Ohh, aku mimpi bertemu sama bunda. Mungkin karna aku rindu sama mereka." Tidak apalah, berbohong sama suami sendiri.

"Yaudah, kita kesana ya sekalian ke rumah mama."

"Oh iya. Tapi aku bisa nginap disana kan?"

"Iya. Sekalian besok kita nginap di rumah mama."

"Kita? Emang besok kamu bisa?"

"Bisa. Senin sama selasa aku cuti."

"Ohh." Aku tidak mau menanyakan 'kenapa'. Aku juga tidak peduli.

Aku keluar kamar berniat untuk masak. Aku sudah tidak sabar menemui bunda.

-_-_-_-_-_-_-Vote-_-_-_-_-_-_-

Kami sampai dirumah bunda jam tiga sore. "BUNDA..." Tanpa rasa malu aku berlari memeluk bunda.

"Wah, kalian datang kok ngak bilang-bilang sih?" Bunda memeluk aku dan Xavi secara bergantian.

"Biar surprise dong Bun"

"Oh, kirain kalian udah lupa sama kami." Sindiran keras ini. Aku dan Xavi tersenyum malu merasa bersalah.

"Nggak mungkin lah Bun." Bukan aku yang menjawab, melainkan Xavi.

"Udah ayo, bunda mau masak makan malam." Bunda menarik tangan ku dan Xavi.

"Ayah mana Bun?"

"Ayah lagi di belakang. Lagi bersihin taman." Ayah sama denganku, sama-sama menyukai bunga.

"Cepet banget masak nya bun?"

"Sebelum masak makan malam, kita masak kue dulu."

"Ohh, oke bunda cantik."

"Udah ada isinya nggak nih?" Tiba-tiba bunda mengusap perut ku dari luar.

"Bunda ada-ada ajah." Aduh, harus banget ya nanya gituan. Boro-boro, aku aja masih perawan. Hanya didalam mimpi itulah aku ngak perawan lagi.

"Kenapa? Atau kalian..."

"Tenang aja Bun, kita lagi berusaha kok. Iya kan?" Usaha apa nya? Xavi gaje bener.

"Harus cepat-cepat ya. Bunda udah kepingin gendong cucu." Ini juga bunda, ada-ada aja.

"Ya udah, suruh aja bang Gibran ngasih bunda cucu. Ok deh masalah selesai." Cerocosku. Sampai sekarang aku masih kesal. Kenapa hanya aku yang dijodohkan? Sedangkan bang Gibran dikasih waktu satu tahun buat cari calon istri. Kan nyebelin.

"Makin lama mulutmu makin ngak bisa di rem ya?" Kami sudah sampai di dapur.

"Sorry Bun. Sengaja"

"Anak ini."

"Hehehe. Eh, kamu duduk aja ya diruang tamu." Xavi mengangguk.

Setelah makan malam selesai, kami pindah ke ruang tamu. Aku hanya sebagai pendengar setia. Pembicara didominasi oleh bunda dan ayah. Sesekali Xavi ikut menanggapi.

Makin lama aku merasa mengantuk. Sesekali aku menguap. Aku sudah tidak tahan lagi.

"Cepet banget kamu ngantuk La? Biasanya jam segini kamu jarang ngantuk."

"Mungkin Ela kecapean Bun." Kecapean apanya. Kerjaanku juga hanya dirumah.

"Kecapean kenapa?"

"Kayak kamu ngak pernah muda aja. Dulu kita juga kayak gitu. Kamu sering kecapean. Kalau-" Ini ayah ada-ada saja.

"Oh iya ya. Aku udah lupa. Yaudah kalian ke kamar ajah gih. Tapi langsung tidur ya jangan aneh-aneh. Biar besok kamu fit lagi." Aku hanya mengangguk tidak ingin memperpanjang masalah.

Sesampainya di kamar, aku langsung merebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Ini kamarku dulu, kamarku tidak seluas kamar ku dan Xavi. Mungkin hanya setengah nya.

Voment nya guys jangan lupa

ilo_man3

Why Not ?¿  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang