"Hah?"
"Lain kali jangan minta bantuan sama yang lain. Kalau saya masih bisa bantuin." Aku hanya mengangguk. Ohh, jadi maksud dia bantuan membuka gaun toh, eh iya bukan sih? Di iyain aja deng.
Xavi kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda. Karna kebanyakan mikir, tanpa sadar alam mimpi sudah menyambut. Biarlah malam ini berjalan semestinya dan seperti malam malam sebelumnya.
-_-_-_-_-_-_-_-vote-_-_-_-_-_-_-_-
Tanpa membuka mata, aku meraba-raba, bukan guling yang aku dapat tetapi seperti lengan seseorang? Jelas ini bukan kamarku. Karna di kamarku selalu ada guling.
"What?" Tanpa sadar aku berteriak. Dan hal selanjutnya yang kulakukan adalah memeriksa pakaianku. Untung masih sama seperti semalam. Harusnya aku was-was, apakah semalam aku ngorok atau ileran, bukan malah memeriksa pakaian ku. Tapi, mahkota lebih berharga dari apapun.
"Kenapa?"
Jangan-jangan Xavier bangun karena teriakan ku.
"Ohh, gapapa."
"Hal itu wajar kok bagi suami istri."
"Eh, iya. Maap teriakan ku membangunkan mu" Setelah berdebat dengan pemikiran ku, kata-kata itulah yang pantas ku suarakan.
"Hm."
-_-_-_-_-_-_-vote-_-_-_-_-_-_-
Akhirnya, setelah dua hari berada di kamar hotel, aku dan Xavi pindah ke rumah (Xavi) kami. Xavi lah yang membeli rumah ini, tapi aku yang memilih rumah seperti apa yang akan kami tempati.
Rumah yang aku pilih tidak besar sesuai dengan permintaanku ketika kami belum menikah. Rumah minimalis tetapi terlihat elegan.
Aku tidak mau memiliki rumah seperti rumah mertuaku. Menurutku rumah seperti itu terlalu besar jika hanya ditempati dua orang.
Belum lagi cara membersihkannya, bisa bisa waktuku akan habis hanya untuk membersihkan rumah. Inilah alasan utamanya, sehingga aku memilih rumah minimalis daripada rumah yang lebih pantas disebut mansion.
Pernikahan sudah dua hari berlalu, tetapi Xavi belum membahas tentang pernikahan ini. Aku pikir mungkin masih terlalu dini membahas perihal pernikahan. Apalagi membahas perceraian.
Mungkin seminggu lagi Xavi akan memberitahu bahwa dia tidak menginginkan pernikahan ini sama sepertiku, dan mungkin Xavi akan membuat kontrak sampai satu tahun atau mungkin hanya enam bulan, sama seperti kebanyakan cerita wattpad yang ku baca, selain penulis aku juga pembaca setia wattpad. Seperti yang kukatakan di awal bahwa aku sudah siap menyandang gelar 'perawan janda'.
Itulah kemungkinan-kemungkinan yang aku pikirkan.
"Ini kamar kita." Aku dan Xavi berdiri di sebuah kamar yang sangat elegan. Kamar ini didominasi warna silver.
"Hah?" Aku bingung. Heran, setiap Xavi ngomong kenapa otakku mendadak nge-blank ?
"Kenapa? Kamu gak suka sama warnanya? Atau kurang luas? Biar di renovasi dulu, kita bisa tinggal dirumah mama kok."
'Bukan itu, kenapa harus sekamar? Kayak gak ada kamar lain aja.' Helaan napas ku terdengar.
"Gak kok, ini udah lebih dari cukup. Aku suka." Senyum terpaksa terukir di wajahku.
"Yaudah, terserah kamu mau ngapain. Kalau kamu mau pergi ke suatu tempat kamu bisa minta supir buat ngantarin kamu. Saya mau kerja dulu."
Setelah Xavi pergi, aku baru bisa bernapas lega. "Tunggu, bukannya dia masih cuti ya? Bomat lah." Ucapku sambil mendaratkan bokong ku diatas ranjang. Empuk sekali, sama seperti yang ada di hotel.
"Hm, apakah aku bisa melewati malam-malam selanjutnya seperti yang ada di kamar hotel?"
"Aku akan mati bosan jika setiap hari berada di rumah. Mungkin besok aku akan ke kafe yang sering aku kunjungi "
"Tunggu, seperti nya Xavi memiliki ekspresi lain. Selain wajah datar, dia juga pernah tersenyum tipis, tersenyum lebar, bahkan tertawa. Tapi dia tersenyum lebar dan tertawa saat di hotel itupun saat melihat layar laptopnya. Apa ya yang ada di laptopnya ya? Masa bodolah."
"Kok akhir-akhir ini aku suka ngomong sendiri ya? Mungkin aku sudah gila menghadapi pernikahan konyol ini, padahal baru 2 hari."
Aku tidak mau memikirkan hal yang tidak perlu dipikirkan. Lebih baik menata pakaianku yang baru diantar oleh orang suruhan Xavi.
-_-_-_-_-_-_- vote-_-_-_-_-_-_-
Aku sadar bahwa kami menikah bukan karena cinta melainkan karena perjodohan. Tapi, aku masih tau tugasku sebagai istri.
Sejak kecil, bunda selalu mengajarkan apa-apa saja pekerjaan perempuan. Bunda tidak pernah memanjakan anak-anaknya.
Seperti saat ini aku sedang berkutat dengan peralatan masak. Soal memasak aku tidak semahir bunda. Aku sedang memasak capcay untuk makan malam.
Setiap memasak capcay pasti semua anggota keluarga akan memuji masakanku. Soalnya, dari semua masakan hanya masakan inilah yang paling bisa ku masak. Jadi, daripada memikirkan masakan-masakan yang rumit mending aku membuat masakan yang bisa ku buat.
Aku akan menunggu Xavi pulang dari kantor. Tadi Xavi memberitahu bahwa dia akan pulang jam 8. Jadi waktunya masih pas untuk makan malam.
Setelah selesai memasak, aku menatanya di meja makan. Masakanku sederhana hanya capcay dan ayam goreng. Aku melihat kearah jam dinding yang menunjukkan pukul delapan kurang lima belas menit. Itu artinya sebentar lagi Xavi akan tiba.
Untuk mengusir kebosanan, aku mengambil handphone dari saku celana. Akhirnya aku bosan juga mengutak-atik handphone, scroll tiktok lebih tepatnya, aku menyadari ternyata sekarang sudah pukul sembilan tapi Xavi belum menampakkan batang hidungnya?
Aku mulai menyetel musik dari handphone dan mulai mengikuti lirik lagu tersebut dan tiba-tiba kantuk melanda padahal aku sudah berusaha menahannya tetapi tidak bisa. Salah sendiri sih, kebiasaan ku sebelum tidur adalah mendengarkan musik. Untung saja tadi siang aku makan banyak jadi perutku tidak terlalu lapar.
Aku terbangun dari alam mimpi karena sinar matahari yang menyelinap dari sela-sela gorden. Aku terdiam sambil mengumpulkan kesadaran. Aku baru sadar bahwa aku sedang ada di kamar. Sejak kapan aku ada dikamar? Apakah semalam aku berjalan tanpa sadar ketika aku tidur? Seingatku semalam aku ada di meja makan. Tapi kenapa sekarang bisa ada di kamar ya?
Aku melihat sekitar, tapi tidak ada siapapun selain aku. Bahkan Xavi juga tidak ada. Aku melihat jam dinding ternyata sudah pukul delapan pagi. Pantas Xavi tidak ada di kamar. Pasti Xavi sudah berada di kantor mengingat dirinya yang selalu in time pergi ke kantor.
Aku jadi merasa bersalah, pasti Xavi tidak sarapan. Tiba-tiba perutku berbunyi.
"Astaga semalam aku tidak makan. Bahkan Xavi tidak berniat membangunkan ku untuk makan?Dasar." Sepertinya aku tidak jadi menyesal. Aku mulai membereskan tempat tidur. Setelah selesai, aku keluar kamar.
Aku ingin memasak nasi goreng. Membayangkannya saja sudah membuat perutku merengek minta diisi. Aku berjalan ke dapur melewati meja makan. Tunggu, sepertinya aku melewati sesuatu. Aku mundur sedikit dan benar di meja sudah ada sepiring nasi goreng yang tampak sangat menggoda. Dan ada juga segelas susu coklat.
"Apa jangan-jangan Xavi yang masak ya? Tapi tidak mungkin sih!" Aku duduk dan mulai mencicipinya. Saat aku mengunyahnya aku terdiam dan tidak tau lagi bagaimana cara memuji masakan ini. Bahkan nasi goreng buatan bunda lewat.
Aku melahap semua sampai habis. Dan meneguk susu coklat sampai kandas dalam dua kali teguk. Sungguh rasa laparku terbayarkan. Aku masih tidak percaya Xavi yang memasak ini.
"Mungkin dia mesan gofood sebagai tanda maaf soal semalam. Hm, sudalah. Sore ini aku akan pergi ke kafe daripada dirumah mati bosan. Pasti malam Minggu seperti ini enak kalau bawa pasangan kesana. Kalau aku bilang ke Xavi mau ngak ya?"
"Jawabannya sudah pasti dia tidak akan mau, semalam aja aku udah rela nungguin dia eh, nyatanya dia pulang telat padahal dia yang ngasih tau kalau dia pulang jam delapan. Mending sendiri aja, kayak biasa."
Voment nya guys jangan lupa
ilo_man3
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Not ?¿ [END]
Teen Fiction'Perawan Janda (?)' Hmm... kedengarannya tidak terlalu buruk. Setahun lagi... tidak tidak, mungkin hanya 6 bulan lagi, maka gelar itu akan disematkan kepadaku. Start : 10-09-20 Finish : 17-05-22 Follow sebelum membaca ygy #10 perjodohan (01-08-22) ...