?¿ 14

2.8K 201 4
                                    

Tiga hari sudah berlalu semenjak malam itu. Dan selama itu pula kami tidak saling menyapa. Kami bagaikan orang asing yang belum pernah bertemu dan kebetulan bisa tinggal di bawah atap yang sama.

Walaupun begitu, kami tetap makan bareng. Entah itu sengaja atau tidak, setiap aku ingin sarapan atau makan malam, disaat itu juga Xavi datang untuk makan. Dia seperti cenayang saja.

Seperti pagi ini, dia datang dengan diam. Aku juga tidak berniat untuk memecahkan keheningan ini. Hanya detingan sendok lah yang menghiasi sarapan kami.

"Kamu udah siap kalau kita cerai?" Akhirnya, Xavi berbicara juga.

Kenapa tidak siap? Aku mengangguk dengan pasti, tapi kenapa hatiku seperti tidak terima dengan anggukan ku.

Xavi menghela napas panjang. Helaan itu seperti menandakan bahwa Xavi sedang kecewa. Kecewa? Kenapa dia kecewa?

"Baiklah. Dua hari lagi, surat dari pengadilan akan datang. Tapi maaf, kita tidak bisa langsung bercerai. Mungkin satu atau dua kali, kita akan sidang." Kapan Xavi mengurus nya? Padahal setahu ku prosesnya tidak secepat itu.

"Iya. Mama udah tau?" Kalau soal bunda sama ayah, aku belum berani memberitahu mereka. Aku belum siap melihat mereka kecewa.

"Belum. Nanti aku bakal kasih tau. Aku pergi dulu."

"Iya, hati-hati." Kenapa sekarang jadi aku yang belum siap untuk cerai? Apa yang akan aku jelaskan kepada bunda dan ayah? Belum lagi jelasin ke kak Gibran.

-_-_-_-_-_-_-Vote-_-_-_-_-_-_-

Perkataan Xavi benar, hari ini surat dari pengadilan sudah datang. Xavi membawa sebuah map yang ku yakini berisi surat itu dan sebuah rapor yang sudah lusuh.

"Kamu punya dua pilihan. Pilihan pertama kamu bisa langsung menanda tangani nya. Pilihan yang kedua kamu bisa membuka rapor ini dan setelahnya terserah padamu untuk langsung menanda tangani nya atau tidak. Pilihan ada padamu."

Apa yang ada di rapor itu? Apa ada sesuatu yang akan membuat ku tidak jadi menandatangani surat ini?

Apa yang akan ku lakukan? Aku penasaran melihat isi rapor itu. Tapi, aku tidak boleh melihatnya. Mungkin itu akan mempengaruhi keputusan ku.

Tapi, jika aku tidak membukanya mungkin aku tidak akan bisa tidur jika memikirkan apa isi nya. Aduh apa yang akan ku lakukan?

Memang benar, jika aku membuka rapor itu aku juga masih bisa menandatangani surat itu. Tapi, otak ku berkata bahwa rapor itu akan mengubah keputusan ku.

Perlahan tapi pasti, aku membuka penutup pena dan membuka surat dari pengadilan itu. Aku membacanya sekilas dan akhirnya aku berhasil membubuhkan tanda tangan ku di sana.

Xavi menutup kembali surat itu dan tidak lupa membawa rapor itu. Dia menaiki tangga tanpa mengatakan apapun kepadaku.

Ternyata sebentar lagi, aku akan menyandang gelar 'perawan janda'. Tidak terlalu buruk. Apakah akan ada orang yang percaya bahwa aku perawan janda? Ku rasa pria itu juga tidak akan percaya.

Tiga hari sudah berlalu namun belum ada panggilan dari pengadilan. Iseng-iseng aku masuk kedalam ruang kerja Xavi. Mumpung Xavi belum pulang, jadi aku bisa dengan leluasa meneliti setiap sudut ruangan Xavi.

Ada banyak buku yang tersusun rapi pada rak. Mungkin itu adalah buku-buku perusahaan nya. Ada sebuah laptop yang berada diatas meja. Dan ku yakini, itu adalah tempat dimana Xavi bekerja.

Sekalian aja deh, aku ingin tau selain file-file perusahaan, apa aja sih isi laptop nya. Ketika aku membukanya, ternyata laptopnya menggunakan password.

Passwordnya terdiri dari enam digit. Pertama aku memasukkan tanggal lahir nya, salah. Kedua aku memasukkan tanggal pernikahan kami, tetap juga tidak bisa. Iseng-iseng aku memasukkan tanggal lahir ku sendiri, aku sih udah yakin pasti salah lagi. Eh, ternyata bisa kebuka.

Tidak mau berpikir aneh-aneh, aku yakin tanggal lahir ku mungkin sama dengan tanggal lahir seseorang yang spesial untuk Xavi. Mungkin itu tanggal lahir pacarnya dulu. Memikirkan kemungkinan ini, membuat hatiku tidak menyukai nya.

Aku membuka aplikasi galeri. Disana ada banyak foto. Foto pertama yang aku buka adalah foto saat dia dan teman-temannya wisuda. Foto selanjutnya yang aku buka adalah foto saat dia dan teman-teman SMA nya. Tunggu, seragam SMA Xavi denganku kok sama ya? Apa jangan-jangan kami satu SMA?

Mengingat hanya SMA ku yang memiliki cap yang berbeda dengan SMA lain. Tidak mau berlama-lama dengan foto itu, aku beralih ke foto lain. Foto yang satu ini adalah foto seorang gadis yang membelakangi kamera, rambut nya kayak mirip rambutku dulu.

Foto selanjutnya, masih tetap foto gadis. Mungkin ini foto gadis yang tadi juga. Wajahnya tetap tidak kelihat, difoto ini posisi dia menyamping, dia sedang mengikat rambutnya sehingga lengan nya menutupi wajahnya.

Saat aku akan melihat foto selanjutnya, tiba-tiba Xavi mengejutkan ku.

"Kamu lagi ngapain?"

Kenapa datangnya harus sekarang? Kenapa ngak nanti aja sih. Padahal aku bisa pastiin bahwa foto selanjutnya adalah foto asli gadis itu. Nyebelin banget sih jadi orang.

"Ngak ngapa-ngapain. Maaf aku masuk tanpa izin." Aku menutup laptopnya dan keluar dari sana. Mungkin besok-besok aku akan kembali lagi ke sini, untuk melihat siapa sebenarnya gadis itu.

Aku yakin, gadis itu pasti berharga banget bagi Xavi. Mungkin lebih berharga daripada aku. Emang Xavi nganggap kamu ya La? Kudu banyakin sadar ya Ela.

Voment nya guys jangan lupa

ilo_man3

Why Not ?¿  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang